Seorang yang mendedikasikan hidupnya sebagai guru harus rela untuk apapun, termasuk ketulusan dalam mendidik dengan hati tanpa tendensi apapun, dizaman sekarang ini hanya banyak yang salah kaprah, mereka lebih layak untuk dipanggil seorang pengajar saja. Sebab paradigma pemerintah yang membuat demikian. Pemerintah mendoktrin adanya kesehjateraan guru melalui iming-iming karir melalui gaji yang sebanarnya tak terbanding dengan dedikasinya. Akhirnya mereka yang hanya mengejar materi akan sibuk menuruti tuntutan pemerintah, termasuk administrasi, protokoler dan lupa akan substansi juga termasuk keilmuannya sendiri.
Sehingga yang terjadi hanya transfer pengetahuan saja, bahkan transfer pengetahuan itu tidak akan maksimal. Mereka yang hanya mengejar karir melalui guru akan memperoleh kepuasan batin saja yang selalu kurang sehingga tidak akan membuat bangga atas pencapaian dengan menghasilkan insan kamil. Maka tidak jarang sekarang murid yang mengidolakan gurunya. Padahal guru yang berhasil adalah bangga akan kemampuan muridnya atau berhasil menghasilkan murid yang terbaik diantara yang paling baik.
Selanjutnya, guru harus menginspirasi, guru yang berprestasi saja tidak cukup. Sehingga bagi saya guru yang berhasil menginspirasi bagi saya lebih utama dari pada guru yang hanya sekedar mengejar prestasi. Saya sendiri kagum dan respect terhadap guru yang memperoleh prestasi. Namun saya lebih bahagia jika melihat guru yang menginspirasi. Prestasi seyogyanya didapatkan ketika guru itu berada dalam proses menjadi seorang guru, misalnya ketika dia mahasiswa. Sedangkan waktu sekarang guru adalah terlibat langsung dimasyarakat dan menginspirasi siswanya.
Sebab salah satu cara agar guru itu bisa menginspirasi adalah ketika dia berada langsung terjun kedalam dunia nyata atau masyarakat, sebab saya memiliki pengalam sendiri baik saya sebagai murid ataupun ketika sedang berada didalam kelas bersama siswa, jika murid diterangkan tentang suatu hal dan kita sebagai guru menerangkan dengan perpean sebagai pelaku utama maka itu akan berbeda, sesorang yang telah berpengalaman secara langsung akan berbeda dengan seseorang yang hanya belanja teori jika sedang menjelaskan atau menerangkan.
Begitu pula dengan siswa yang sedang diajarkan akan berbeda perlakuan, mereka bahkan akan explore dengan cerita kita dan akan bertanya lebih banyak karena mereka membayangkan bahwa kita adalah pelaku dari pelajaran tersebut ketika dimasyarakat.
Saya ketika dikelas mengalaminya, suatu saat saya sedang mengajarkan ilmu mengenai struktur bumi dan perkembangannya yang disitu membahas mengenai kebumian termasuk adanya teori lempeng bumi/ sesar, bencana gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya. Bagi saya itu adalah dunia saya sebab saya terlibat langsung didunia itu melalui forum-forum komunitas penanggulangan bencana dan misi perubahan iklim. Selain saya mengajarkan teori ataupun ilmu, saya juga menceritakan menganai penanganan bencana termasuk juga edukasi saat terjadi bencana, ini tentu jauh lebih menarik dari pada yang menerangkan dengan hanya berpaku kepada buku semata.
Untuk itulah, guru seharusnya sebelum mengajar dikelas harus memiliki pengalaman secara nyata diluar agar memiliki sudut pandang riil ketika menerangkan, termasuk ketika ada pertanyaan dari siswa yang tidak terduga dan tidak ada jawabannya didalam buku. Selain itu masih banyak lagi. Misalnya lagi, ketika saya sedang mengajarkan ilmu mengenai kepenulisan atau jurnalistik, saya jarang sekali berpaku kepada buku atau modul dan lebih memilih dengan metode dan pengalaman saya pribadi, bukan karena ilmu yang ada dibuku itu salah, namun kadangkala materi yang ada dibuku tersebut monoton, kurang up to date atau bahkan kurang relevansi dengan zaman sekarang.
Akhir kata, untuk itu siapa yang mau menjadi guru maka dia juga harus siap menjadi seorang murid, artinya harus selalu belajar dan mengembangkan diri, sebab dunia ini semakin cepat perubahan dan perkembangannya, bila kita tidak menyesuaikan maka kita dianggap guru yang tidak berkembang dan akan diremehkan. Seperti kata sunan Kalijaga yang tersohor yaitu "Anglaras Iling Banyu, Ngeli Ananging Ora Keli" arti secara konteksnya adalah Belajar seperti air mengalir, Menghanyutkan diri namun tidak terhanyut (dalam menghadapi perkembangan teknologi). Semoga tulisan singkat ini bermanfaat, saya pun masih banyak kekurangan dan harus selalu up to date dan belajar. Wallahu a'lam bisshawab.
![]() |
Seorang murid bertanya mengenai amplitudo dan gunung berapi, ku jawab dengan hasil jepretanku di PPGA Gunung Sawur Semeru |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?