Proses penyelidikan dugaan pelanggaran sempadan sungai oleh PT Bernofarm sarat kejanggalan
SIDOARJO|JATIMSATUNEWS.COM — Penyelidikan kasus dugaan pelanggaran pemanfaatan tanah sempadan sungai oleh PT Bernofarm di wilayah selatan Jl Gatot Subroto, Desa Tebel Barat, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, hingga kini masih jalan di tempat. Hampir satu tahun bergulir, proses hukum yang ditangani unit Tipidter Satreskrim Polresta Sidoarjo ini dinilai sarat kejanggalan dan belum menyentuh pokok persoalan.
Penyelidikan yang dilakukan oleh Bripda Dany Bramaswara justru memunculkan pertanyaan besar. Imam, pelapor sekaligus warga yang mengawal kasus ini, menyebut banyak kejanggalan dalam SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) yang diterimanya pada 22 April 2025.
“Saya merasa surat tersebut seolah membela PT Bernofarm, karena hanya mengungkap adanya 50 tanda tangan warga Karangbong RT 03 RW 01 yang menyepakati pemindahan saluran patusan, dengan diketahui dan ditandatangani oleh Kepala Desa Karangbong dan ketua BPD Karangbong serta ketua RT 03 dan RW 01, tanpa dasar hukum yang kuat seperti Musdes maupun Perdes, serta tanpa adanya koordinasi dengan Pemdes Tebel dan pemilik awal saluran patusan,” ujar Imam.
Padahal, selain itu, juga ada warga RT 01 RW 01 juga mendapatkan kompensasi pembangunan gedung baru 4 lantai, per KK mendapatkan Rp1.200.000. Kenapa ini juga tidak disebutkan di SP2HP, kalau ini diungkapkan pasti ada indikasi penerimaan gratifikasi. Kalau tanah yang ditempati Bernofarm dulunya milik Desa Tebel, kenapa sekarang yang menerima kompensasi warga Karangbong.
Imam juga berharap dinas teknis segera menindaklanjuti perkara ini agar tidak berlarut-larut dan segera melakukan upaya hukum serta melakukan gugatan pembatalan SHGB dan SHM yg diterbitkan hingga mencapai tanah sempadan sungai atau bibir sungai.
Dugaan pelanggaran semakin menguat karena Dinas PU-BMSDA Kabupaten Sidoarjo melalui Kabid Pengairan telah menyatakan bahwa lokasi tersebut seharusnya ada sempadan sungai. PT Bernofarm sendiri tak pernah mengajukan rekomendasi pemanfaatan lahan sempadan sebagaimana diatur dalam regulasi.
Di sisi lain, Dinas P2CKTR bidang tata bangunan Junianti Rochyantine menyampaikan melalui pesan WhatsApp pada Kamis (25/04/2025), ia menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengeluarkan pernyataan perihal IMB tahun 1993. Ia bahkan mengaku belum pernah melihat fisik dokumen IMB tersebut. Kabid Tata Bangunan Junianti Rochyantie juga menyampaikan bahwa penerbitan PBG tahun 2024 dilakukan sesuai SKRK, sedangkan di tahun 1993 belum ada SKRK. Ia pun tidak mengetahui ketentuan apa yang menjadi dasar terbitnya IMB pada tahun itu.
Meski begitu, landasan hukum terkait larangan mendirikan bangunan di sempadan sungai, pada tahun 1993 sudah diatur sebagai berikut.
1. Undang-Undang No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Berlaku saat 1993)
Pasal 11: Mengatur bahwa pengusahaan air dan/atau sumber-sumber air yang ditujukan untuk meningkatkan kemanfaatannya bagi kesejahteraan rakyat pada dasarnya dilakukan oleh Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah. Badan hukum, badan sosial, dan/atau perorangan yang melakukan pengusahaan air dan/atau sumber-sumber air harus memperoleh izin dari Pemerintah, dengan berpedoman kepada asas usaha bersama dan kekeluargaan.
Pasal 13: Menjelaskan bahwa setiap orang yang telah memperoleh izin pengusahaan air dan/atau sumber-sumber air wajib melakukan dan/atau ikut membantu dalam usaha-usaha menyelamatkan tanah, air, sumber-sumber air, dan bangunan-bangunan pengairan.
2. PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Turunan UU No. 11 Tahun 1974 — masih berlaku sampai diganti UU SDA 2004 dan UU Cipta Kerja)
Pasal 5
(1) Garis sempadan sungai bertanggul ditetapkan dengan batas lebar sekurang-kurangnya 5 (lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
(2) Garis sempadan sungai tidak bertanggul ditetapkan berdasarkan pertimbangan teknis dan sosial ekonomis oleh Pejabat yang berwenang.
(3) Garis sempadan sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul yang berada di wilayah perkotaan dan sepanjang jalan ditetapkan tersendiri oleh Pejabat yang berwenang.
Pasal 25
Dilarang mengubah aliran sungai kecuali dengan ijin Pejabat yang berwenang. Yang dimaksud dengan mengubah aliran sungai antara lain memindahkan, memperlebar, mempersempit, menutup aliran.
Pasal 33
Huruf C, barangsiapa mengubah aliran sungai, mendirikan,mengubah atau membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai, mengambil dan menggunakan air sungai untuk keperluan usahanya yang bersifat komersil tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. Dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 (Diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah)) dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ketika IMB tahun 1993 diterbitkan, sudah ada aturan hukum yang seharusnya diikuti.
Kemudian, kejanggalan dirasakan ketika penyelidik hanya menunjukkan dokumen IMB 1993. Sedangkan PBG 2024 yang akan digunakan sebagai dokumen pembanding tidak ditunjukkan. Hal itu menimbulkan dugaan maladministrasi terkait kenapa hanya menunjukkan dokumen IMB saja. Untuk persyaratan pemerolehan dokumen IMB itu apa saja yang dilampirkan oleh PT Bernofarm sehingga dapat terbit, terkait ini juga tidak ditunjukkan oleh penyelidik.
Imam menilai penyelidik seharusnya menindaklanjuti dokumen pembanding antara IMB 1993 dan PBG 2024 yang menyimpan potensi manipulasi data, apalagi pernyataan teknis dari Kabid Tata Bangunan, Junianti Rochyantine, sudah diperoleh dalam pemeriksaan awal.
" Penyelidik Unit Tipidter Satreskrim Polresta Sidoarjo Bripda Dany Bramaswara dalam proses penyelidikan terkait izin yg ditunjukkan hanya yang IMB tahun 1993, lantas bagaimana dengan PBG yang diterbitkan Januari 2024, yg tidak sampai bibir sungai, kenapa tidak ditunjukkan juga? Ada apa ini? Kalau mengacu hanya pada IMB tahun 1993, lalu bagaimana dengan izinnya gedung baru 4 lantai? Berarti gedung baru 4 lantai belum memiliki izin PBG kalau penyelidikan dan Satpol PP Sidoarjo hanya memakai atau mengacu pada IMB tahun 1993".
Terkait saluran irigasi atau patusan
Kades Karangbong saat memberikan keterangan kepada penyelidik menyampaikan bahwasanya saluran irigasi tersebut milik salah seorang warga Karangbong RT 03 RW 01 yang tanahnya baru dibeli PT Bernofarm untuk perluasan gedung, Imam justru menuntut agar pemilik surat later C tersebut segera dipanggil untuk mengetahui benar tidaknya saluran yang dipindah itu dulunya milik siapa.
“Saya sudah menyampaikan secara lisan saat diperiksa, bahkan warga yang berbatasan langsung dengan saluran memiliki surat tanah tahun 1981 yang jelas menyebut batas utara lahannya adalah tanah patusan milik warga Tebel Bendo,” terang Imam.
Imam telah berulang kali meminta penyelidik untuk memanggil pemilik surat later C yang tanahnya baru dibeli PT Bernofarm di lingkungan RT 03 RW 01, guna mencocokkan dengan keterangan Kades Karangbong dengan orang tersebut. Namun, permintaan itu belum juga dipenuhi.
Terkait dokumen pendukung batas atau peta saluran irigasi atau patusan, Imam menyebut berkas itu bisa ditanyakan ke BPN Sidoarjo atau dinas PU bidang pengairan atau DMPTSP. Sementara surat tanah yg berbatasan dengan saluran patusan, dipegang oleh F. Ironisnya, hingga kini pemilik letter C yang disebut Kades Asmuni sebagai pemilik saluran patusan saat memberikan keterangan kepada penyelidik belum dipanggil.
Penyelidikan Minim Strategis
Imam juga menyayangkan lemahnya investigasi, di mana pemilik PT Bernofarm belum pernah sekalipun dipanggil. Satu-satunya perwakilan yang diperiksa hanyalah legal perusahaan bernama Simon, itupun belum terbukti legalitas kuasanya.
“Kalau memang ada dugaan manipulasi dokumen, penyelidik seharusnya aktif mengumpulkan bukti-bukti dari dinas-dinas teknis maupun BPN. Tapi penyelidik malah meminta pelapor membawa dokumen yg disangkakan,” imbuhnya.
"Kami tidak bisa menindaklanjuti perkara ini jika dinas teknis tidak mau melaporkan ke kami," ujar Bripda Dany Bramaswara kepada Imam.
Imam menyayangkan pernyataan Bripda Dany yang menyebut perkara tak bisa dilanjutkan jika dinas teknis tidak membuat laporan. Padahal, menurut Imam, dalam kasus masuk delik aduan sekalipun, aparat penegak hukum tetap bisa memproses perkara bila terbukti ada unsur pidana.
Klarifikasi penyelidik menyampaikan bahwa sebelumnya pelapor datang ke kantor. Semua dokumen-dokumen sudah di tunjukkan sambil dijelaskan semuanya atas dokumen-dokumen tersebut.
Penyelidik menyampaikan bahwa perkara ini sudah dilayani dengan baik. Lantas muncul sebuah pertanyaan, "dilayani dengan baik" seperti apa? Faktanya penyelidikan sudah hampir setahun perkara jalan di tempat, dan bukti-bukti dokumen yang diajukan oleh pihak PT Bernofarm sebagai persyaratan untuk mendapatkan SHM, SHGB dan IMB sampai sekarang juga belum didapatkan. Padahal statemen Bu Yuni dan Pak Prayit sudah jelas, kenapa tidak dikembangkan?
Imam menambahkan bahwa dugaan pelanggaran ini jelas terlihat secara fisik dan masuk dalam pelanggaran aturan tata ruang. Ia mengutip Pasal 5 Ayat (1) Permen PUPR No. 28/2015 yang mewajibkan garis sempadan minimal 10 meter dari tepi sungai dalam kawasan perkotaan, serta Pasal 68–74 UU SDA No. 17 Tahun 2019 yang memuat sanksi pidana atas pelanggaran ini.
"Aturannya jelas, ancaman pidananya pun ada, termasuk diatur dalam PP No. 38/2011, Perda Sidoarjo No. 3 Tahun 2014, hingga Perbup No. 12 Tahun 2016. Bahkan bisa masuk ranah pidana Pasal 385 Ayat (1) KUHP jika terbukti ada penyerobotan tanah,” tegas Imam.
Seruan Pengukuran Ulang dan Pemeriksaan Lengkap
Untuk menjawab semua keraguan dan dugaan pelanggaran, Imam berharap penyelidik berkenan membeberkan kepada publik bukti-bukti dokumen yg sudah di dapatkan. Serta dilakukan pengukuran ulang dari tepi Jalan Gatot Subroto ke arah selatan sampai bibir sungai, untuk memastikan batas asli lahan dan sempadan sungai dan menghadirkan pihak-pihak terkait lainnya.
“Kalau penyelidikan berjalan serius, sebenarnya bisa cepat selesai. Tapi kok malah dibuat rumit?” pungkasnya.
Dengan deretan kejanggalan, tumpang tindih dokumen, dan proses penyelidikan yang minim progres, kasus dugaan pelanggaran sempadan sungai oleh PT Bernofarm ini patut menjadi sorotan publik dan aparat penegak hukum agar keadilan benar-benar ditegakkan di Kabupaten Sidoarjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Apa yang Anda pikirkan?