Ibu adalah madrasah pertama bagi anak
ARTIKEL|JATIMSATUNEWS.COM - Dalam tatanan kehidupan berkeluarga, sosok ibu laksana madrasah agung. Di dalam rumah tangganya, ia bukan sekadar pendamping, melainkan teladan utama. Kebaikan seorang ibu akan terpancar dalam laku dan budi pekerti keturunannya. Islam, dengan ajaran yang luhur, menempatkan kaum ibu pada kedudukan yang mulia, menganugerahkan hak-hak istimewa dan mengemban amanah yang agung.
Tugas utama seorang ibu, yang sekaligus merupakan keberhasilan terbesar dalam kehidupan ini, adalah mendidik dan membimbing anak-anaknya. Jika seorang ibu mampu menunaikan tugas ini dengan baik, maka ia telah menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban.
Kemuliaan inilah yang mendasari perintah Islam untuk menghormati ibu. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sendiri memiliki beberapa sosok ibu dalam perjalanan hidupnya, yang masing-masing memberikan pengaruh dan kasih sayang yang tak ternilai.
Sayidah Aminah: Ibu kandung Rasulullah. Kecintaan dan penghormatan Nabi kepadanya begitu mendalam. Ketika beliau berziarah ke makam ibundanya, air mata Nabi berlinang, hingga mereka yang menyertainya pun turut merasakan kesedihan yang mendalam.
Tsuwaibah: Ibu susu Rasulullah, seorang budak dari Abu Lahab. Saat itu Tsuwaibah mempunyai bayi yang bernama Masrukh, karenanya ia menyusui Nabi dengan air susu Masrukh. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sangat menghormatinya. Bahkan setelah menikah dengan Sayidah Khadijah, beliau tetap menjalin silaturahmi dan menghormati Tsuwaibah serta keluarganya sepeninggalnya.
Halimatussya’diyah: Ibu susu dari Bani Sa’ad. Kasih sayang dan didikan Halimah memberikan warna tersendiri dalam masa kecil Nabi. Ketika kaum Hawazin, kabilah Halimah, tertawan setelah ditaklukkan, Nabi membebaskan putra Halimah As-Syima’ sebagai bentuk penghormatan kepada ibu susunya. Beliau juga memberikan bantuan 20 ekor kambing saat Halimah datang menghadap karena kesulitan ekonomi.
Ummu Aiman: Pengasuh setia Rasulullah setelah wafatnya Sayidah Aminah. Beliau adalah sosok yang membawa Nabi kembali ke Makkah dari Abwa’ dan mengasuhnya dengan penuh kasih sayang. Penghormatan Nabi kepada Ummu Aiman sangatlah besar, mengingat perannya yang begitu penting dalam masa-masa sulit kehidupan beliau.
Fatimah Bintu Asad: Istri Abu Thalib dan bibi Rasulullah. Beliau adalah sosok ibu kedua bagi Nabi, yang selalu menyisihkan makanan untuk beliau di tengah keterbatasan ekonomi keluarga Abu Thalib yang memiliki banyak anak. Fatimah Bintu Asad termasuk golongan awal yang memeluk Islam dan ikut berhijrah ke Madinah. Ketika beliau wafat, Rasulullah sendiri yang menguburkannya, bahkan memberikan gamisnya sebagai kafan dan menshalatinya dengan 70 kali takbir, sebuah penghormatan yang luar biasa hingga Sayyidina Umar bertanya tentang keistimewaan wanita ini. Nabi menjawab, “Dia adalah ibuku setelah ibuku.”
Meneladani Rasulullah: Penghormatan Ulama Kepada Ibu
Kisah-kisah penghormatan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepada para ibunda beliau menjadi suluh bagi para ulama di sepanjang zaman. Mereka memahami betul betapa agungnya kedudukan ibu dalam Islam dan berusaha sekuat tenaga untuk meneladani akhlak mulia Nabi dalam berbakti kepada ibu.
Imam Syafi’i adalah salah satu contohnya. Beliau sangat menghormati ibundanya dan senantiasa menaati perintahnya. Ibunda Imam Syafi’i berpesan agar beliau bersedekah setiap kali berkunjung ke Makkah. Suatu ketika, Imam Syafi’i datang ke Makkah dengan membawa harta yang nilainya setara dengan satu miliar rupiah dalam mata uang saat ini. Tanpa ragu, seluruh harta tersebut beliau sedekahkan semata-mata untuk memenuhi perintah ibundanya.
Imam Ahmad bin Hanbal juga menunjukkan bakti yang luar biasa kepada ibunya. Beliau bahkan baru menikah di usia 40 tahun, setelah ibundanya wafat. Keputusan ini diambil karena beliau khawatir tidak dapat memberikan perhatian dan perawatan yang maksimal kepada ibunya jika telah memiliki keluarga. Setelah ibundanya tiada, Imam Ahmad dihadapkan pada pilihan untuk menikah dengan wanita salihah namun kurang rupawan, atau wanita cantik namun kurang salihah. Beliau memilih wanita yang tidak terlalu cantik namun salihah. Istri inilah yang kemudian setia merawat beliau saat mengalami luka-luka serius setelah keluar dari penjara akibat perbedaan pendapat mengenai Al-Qur’an. Meskipun istrinya kemudian meninggal dunia lebih dahulu, pilihan Imam Ahmad mencerminkan prioritas beliau dalam menghormati dan berbakti kepada ibunya.
Kisah-kisah ini adalah cerminan betapa Islam memuliakan kedudukan ibu. Setiap wanita istimewa yang pernah mendidik, menyusui, dan memberikan kasih sayang kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, beliau sebut sebagai ibu dan beliau hormati dengan setulus hati. Penghormatan ini bukan hanya sekadar tradisi, melainkan perintah agama yang mengandung hikmah mendalam tentang betapa pentingnya peran ibu dalam membentuk generasi yang berakhlak mulia. Ibu adalah fondasi peradaban, dan penghormatan kepadanya adalah investasi terbaik untuk masa depan yang gemilang.
Artikel ini adalah rangkuman dawuh KH. Abdul Ghafur Maimoen dalam Haul Ibunda Nyai Siti Fatmah Basyuni di Pesantren Raudlatutthalibin Leteh Rembang. 5 April 2025 (Gus Ahmad Shampton)