Banner Iklan

Etika Orasi Dipertanyakan, Aktivis Ketapang Kritik Gaya Korlap Aksi Massa

Admin JSN
18 April 2025 | 11.23 WIB Last Updated 2025-04-18T04:23:00Z


SAMPANG | JATIMSATUNEWS.COM – Aksi demonstrasi menuntut pelaksanaan Pilkades serentak tahun 2025 yang digelar di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kabupaten Sampang, Rabu (16/03/2025), massa dan anggota dewan,
diwarnai insiden yang memunculkan sorotan tajam terhadap etika dalam menyampaikan aspirasi di ruang publik.

Puluhan massa aksi yang berkumpul di Jl. Wijaya Kusuma diterima secara terbuka oleh Ketua Komisi I DPRD Sampang, Moh. Salim, SH, bersama beberapa anggota lainnya.

Puluhan peserta aksi tersebut mendapat penjagaan ketat dari aparat gabungan, termasuk pasukan Brimob BKO dari Surabaya dan Dalmas Polres Sampang.

Koordinator lapangan (Korlap) aksi, Hamid, dalam orasinya menyampaikan tuntutan didepan Pemkab Sampang, agar segera menjadwalkan kembali pelaksanaan Pilkades serentak.

 Hamid menyebut bahwa semestinya gelombang ketiga Pilkades dilaksanakan pada 2021, namun tertunda karena pandemi.
“Sudah terlalu lama masyarakat menunggu. Aspirasi ini harus ditindaklanjuti,” ujar Hamid dengan nada tinggi.

Ketua Komisi I DPRD Sampang, Moh. Salim, menanggapi tuntutan itu dengan pemaparan hukum yang jelas dan mendalam.

Ia menjelaskan bahwa pelaksanaan Pilkades tidak bisa dilakukan sembarangan, mengingat adanya batas maksimal tiga kali Pilkades bergelombang dalam enam tahun, sesuai Permendagri Nomor 112 Tahun 2014.
“Faktanya, Pemkab Sampang telah melaksanakan tiga kali Pilkades: tahun 2015, 2017, dan 2019,” jelas Salim.

Ia juga menegaskan bahwa penundaan Pilkades 2025 berkaitan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024, yang menambah masa jabatan kepala desa menjadi delapan tahun. 

Saat ini, DPRD masih menunggu terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai dasar perubahan Perda terkait.

Namun situasi memanas saat massa meminta Salim menandatangani dukungan tertulis terhadap pelaksanaan Pilkades 2025.

 Permintaan tersebut ditolak, dengan alasan DPRD harus bertindak berdasarkan hukum. 

Korlap aksi, Hamid, lalu merebut mikrofon dari tangan Ketua Komisi I Moh. Salim, memicu ketegangan.

Insiden tersebut memantik kritik dari Moh. Tamam, seorang aktivis dari Kecamatan Ketapang, Ia menilai tindakan Hamid mencederai etika demokrasi.
“Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tegas menyatakan bahwa dalam menyampaikan pendapat, wajib menghormati hak orang lain dan norma moral yang berlaku,” ujar Tamam.

Menurutnya, kejadian tersebut harus menjadi evaluasi bersama dalam menjaga marwah ruang aspirasi publik.
“Penundaan Pilkades bukan karena kepentingan politik, melainkan karena perubahan hukum yang sedang berproses. Jangan sampai aksi justru merusak nilai-nilai perjuangan itu sendiri,” pungkas Tamam.


Pewarta: Bn | Editor: Fach

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Etika Orasi Dipertanyakan, Aktivis Ketapang Kritik Gaya Korlap Aksi Massa

Trending Now