Banner Iklan

HPN 2025 Lumajang: Momentum Refleksi Posisi dan Peran Pers di Tengah Polemik

Admin JSN
22 Maret 2025 | 11.58 WIB Last Updated 2025-03-22T04:58:11Z

Diskominfo dan PWI menyelenggarakan tasyakuran HPN 2025 yang dihadiri oleh sejumlah pejabat daerah dan insan pers

LUMAJANG|JATIMSATUNEWS.COM - Tasyakuran Hari Pers Nasional (HPN) 2025 yang digelar pada 20 Maret di Pendopo Arya Wiraraja, Kabupaten Lumajang, menjadi sorotan dan perbincangan hangat di kalangan awak media. Acara yang diselenggarakan oleh Diskominfo dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Lumajang yang dihadiri oleh sejumlah pejabat daerah dan insan pers.

Dalam acara tersebut ada sambutan yang menyinggung soal keberadaan wartawan yang disebut sebagai "WARTAWAN RESMI dan TIDAK RESMI". Pernyataan tersebut menimbulkan berbagai reaksi di kalangan jurnalis yang hadir.

Menanggapi hal tersebut, Romli, selaku Sekretaris LSM DPD GMAS (Gerakan Masyarakat Adil Sejahtera) Lumajang, turut memberikan pandangannya. Menurutnya, pernyataan tersebut dapat menimbulkan polemik dan perlu diperjelas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.

"Pers adalah pilar keempat demokrasi, dan semua jurnalis yang bekerja sesuai kode etik jurnalistik memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada publik. Label 'resmi' dan 'tidak resmi' bisa menjadi perdebatan panjang yang perlu dikaji lebih lanjut," ujar Romli.

"Yang dimaksud wartawan tidak resmi itu bagaimana? Setahu saya, semua wartawan di Lumajang berbadan hukum nasional. Kalau bicara soal Uji Kompetensi Wartawan (UKW), memang tidak semua mengikuti, tapi apakah itu menjadi ukuran resmi atau tidak resminya seorang wartawan?" ungkap Romli pada wartawan.

Menurut Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyebut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada waktu lahir tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers.

"Setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers," ujar Ninik dalam keterangan resminya, Kamis (04/04/24). 

"Sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, dapat disebut sebagai perusahaan pers meski belum terdata di Dewan Pers. Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Sementara itu, dalam Pasal 15 ayat 2 (huruf g) Undang- Undang Pers, tugas Dewan Pers adalah mendata perusahaan pers," Jelas ketua dewan pers. 

"Begitupun Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi wartawan di Indonesia. UKW bukanlah perintah dan atau amanat dari Undang-Undang Pokok Pers. UKW adalah Peraturan Dewan Pers", terang Kamsul Hasan, Ahli Pers Dewan Pers dan Ketua Bidang Kompetensi Wartawan di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat itu.

Dengan kata lain, masih sangat banyak wartawan yang belum mengikuti dan belum lulus UKW, yang melaksanakan tugas-tugas jurnalistik di Indonesia. 

"Sekali lagi UKW bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi wartawan di Indonesia, lulus UKW bukan jaminan," jelas Kamsul Hasan, Sarjana Ilmu Jurnalistik dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta, Sarjana Hukum dan Magister Hukum dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jakarta. 

Hingga saat ini, pernyataan "RESMI dan TIDAK RESMI" masih menjadi perbincangan di kalangan insan pers dan masyarakat Lumajang. 


Beberapa wartawan berharap ada klarifikasi lebih lanjut dari pihak terkait agar tidak menimbulkan kesalahpahaman mengenai posisi dan peran jurnalis dalam menyampaikan informasi kepada publik.


ROEB_JSN

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • HPN 2025 Lumajang: Momentum Refleksi Posisi dan Peran Pers di Tengah Polemik

Trending Now