cr: Kompasiana.com |
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Siang, saat aku pulang sekolah, sesampai di rumah, kubuka info WhatsApp group MGMP PAI SMP Kab. Malang, di situ ada berita dari jatimsatunews yang ditulis teman saya, Bu Anis Hidayatie beserta video testimoni Pak Rufian, tentang bagaimana peristiwanya sehingga ia harus berurusan dengan kepolisian, di Polres Malang.
Saat itu dengan kata terbatata-bata, kusampaikan kepada isteriku, “Pak Rupian, guru agama SMPI Diponegoro Dampit, berursan dengan Polisi, gara-gara mengingatkan muridnya agar sholat”
Perasaanku saat itu pun ke mana-mana, entah, kekuatan apa yang mendorongku untuk mencari solusi guna membabaskan temanku ini, walau aku hanya sebagai “mur baut” penghubung rangkaian potensi “para pembela yang mungkin bisa digerakkan”:
Komunikasi dengan Pak Asrori dan Bu Anis Hidayatie.
Aku lakukan komunukasi dengan ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Malang, Pak Asrori, lalu diceritakanlah bahwa terbongkarnya kasus ini bermula ketika acara supervisi guru Pendidikan Agama Islam wilayah “Amsterdam”, akronim Amplgading, Sumbermanjingwetan, Turen, Dampit di oleh Pengawas PAI Kabupaten Malang yang dilaksanakan di SMKN 1 Turen, tiba-tiba Pak Rupian menyampaikan izin, dengan datang di lokasi lalu menyampaikan kalau dirinya harus melakukan kegiatan “wajib lapor” seminggu dua kali ke Polres Malang, di Kepanjen karena sebagai tersangka kasus penganiayaan kepada salah satu muridnya, meski saat itu Pak Rupian tidak menyadari kalau surat yang diterimanya telah menjelaskan secara tertulis sebagai tersangka.
Di situlah Pak Asrori langsung mengatakan, “Pak, ini bukan kasus ringan, mohon sampaikan saja ke forum, agar semua mengetahui”. Di situlah microphone diberikan kepada Pak Rupian, hingga Pak Rupian menjelaskan hal ihwal perkara yang menjeratnya sebagai guru yang berurusan dengan hukum, dengan kepolisian.
Guru-guru yang ada di forum tersebut, termasuk para pengawas Pendidikan agama Islam tidak tinggal diam, mereka prihatin, galau, mengapa sampai terjadi demikian, padahal hanya karena mengingatkan salat, siswi “misuh” lalu karena secara reflek Pak Rupian “menapuk” dengan pukulan ringan pada mulut seorang siswi, justru berbuah tuntutan ganti rugi tujuh puluh juta rupiah dan menjadikannya berurusan dengan hukum dan menjadi wajib lapor, layaknya orang yang terlibat G30S PKI.
Entah informasi dari siapa? Ternyata salah satu temanku, Bu Anis Hidayati, yang juga pegiat literasi sekaligus wartawan dan pimred Jatimsatu news, mem-blow-up berita tentang Pak Rupian, guru agama SMPI Diponegori yang dituntut tujuh puluh juta gara-gara menegur anak yang tidak melaksanakan salat.
Ketika aku mendengar suara di video, aku hafal betul, itu suara Bu Anis Hidayatie. Lalu saya telepon dia, “Bu, Apa betul sampean yang mewawancarai Pak Rupian terkait kasusnya yang mencuat di medsos?” Lalu dia mengiyakan dan menyampaikan bahwa video itu diambil ketika mengetahui jadwal wajib lapor Pak Rupian, maka disempatkan menemui beliau untuk meminta kejelasan kronologi peristiwa yang menimpanya.
Aku lakukan diskusi panjang lebar melalui hp dengan Bu Anies, tentang langkah apa yang akan kita ambil sebagai rekan guru agama, dan kami berkesimpulan bahwa hal itu adalah kriminalisasi guru agama karena tidak ada bukti bekas kekerasan pada fisik anak, dan tidak ada bukti hasil visum yang dapat dijadikan dasar tuduhan kepada Pak Rupian sebagai pelaku kriminal.
Group WA MGMP PAI Ramai tentang tanggapan para guru agama.
Kasus kriminalisasi guru agama pun ramai menghiasi group WA MGMP PAI SMP Kab. Malang, hingga tingkat provinsi, bahkan tingkat nasional. Opini-opini dan berbagai pandangan atau tanggapan guru-guru agama pun merebak ke mana-mana, ada yang mengarahkan biar orang tuanya mengajar anaknya sendiri dan sebagainya, hingga ada yang ingin mengetahui siapa nama anak itu, siapa orang tuanya, di mana alamatnya, bagaimana fotonya. Semua informasi dan opini merebak seolah group WA menjadi ajang diskusi anggota DPR yang tengah menemukakan pandangannya secara liar.
Komunikasi dengan Sekretaris Komite Pendidikan
Kegalauanku pun berlanjut, siapa yang bisa aku hubungi untuk membantu temanku itu? Lalu terebersitlah aku untuk menghubungi salah satu pengurus Dewan Pendidikan Kabupaten Malang, yang kebetulan aku memiliki kontak HP miliknya, Pak Bambang, sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Malang yang juga sarjana hukum, lalu aku beri informasi sekedar yang aku ketahui dan aku mintai pendapat langkah apa yangtepat yang harus dilakukan.
Beliau memberi saran, pertama harus ada kejelasan surat yang diterima dari kepolisian tenang apa yang menjadi hasil penyidikan dan surat-surat yang sudah disampaikan kepada Pak Rupian sebagai orang yang harus wajib lapor. Kedua, harus ada kuasa hukum, advokat atau LBH yang bersedia mendampinginya agar tidak dijadikan korban kriminalisasi.
Penyampaian Hasil Mendapatkan Saran ke Group WA agar ada kuasa hukum dan mengetahui surat dari kepolisian.
Informasi dari Pak Bambang, aku sampaikan ke group WA guru Pendidikan agama, bahwa harus ada kuasa hukum atau LBH yang mau mendampingi Pak Rupian untuk bisa diselamatkan dari jeratan hukum.
Rupanya teman-teman guru agama pun cepat respon dengan menghubungi siapa saja yang potensial dihubungi, dan Pak Arif Rahman dari Singosari menyatakan bahwa sudah mendapatkan lima pengacara, lalu menelpon saya bahwa sebagai pengurus Lembaga Dakwah NU Kabupaten Malang telah berkomunilasi dengan PCNU Kabupaten Malang dan mendapatkan kepositifan dukungan dari LPBH NU yang menerjunkan 4 pengacaranya, ditambah 1 orang pengacara mantan Wali Kota Malang, Abah Anton.
Pak Asrori selaku ketua MGMP PAI Kab. Malang pun sudah melobi siapa saja yang bisa dihubungi mulai Ketua Aasosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia tingkat Kabupaten hingga tingkat nasional, tentang perihal Pak Rupian. Akhirnya juga mendapatkan 5 orang pengajara dari salah satu LBH.
Komunikasi dengan Pak Rupian untuk menunjukkan foto surat.
Untuk mendapatkan foto surat yang diterima dari pak Rupian itu seperti apa itu pun tidak mudah karena Pak Rupian sulit dihubungi karena stress dan mungkin ada pihak yang keberatan jika surat yang diterimanya itu dietahui banyak orang.
Di situlah, saya Bersama Pak Asrori dan Bu Anis Hidayati punya inisiatif mendatangi rumah Pak Rupian, dan lalu direspon oleh Kasi PAIS Kantor Kementerian Agama Kabupaten Malang, Kabid PAI Provinsi Jawa Timur yang juga merespon ikut hadir karena kebetulan pewrjalanan dari Banyuwangi menuju Kediri, sehingga bisa bertemu di rumah Pak Rupian. Dampit
Ketika bertemu di rumah Pak Rupian itulah, setelah meminta keterangan langsung ke Pak Rupian perihal peristiwa yang menimoanya, saya minta agar surat dari kepolisian ditunjukkan ke kami. Lalu ditunjukkanlah surat itu yang ternyata sudah ada 5 (lima) surat dari kepolisian yang menjelaskannya bahwa ia dalam staus “tersangka” kasus penganiayaan anak. Di situ Bu Anis bialng, “Ya Allah, sampean sudah dinyatakan tersangka Pak Rupian? Dan saya sudah curiga kalau sudah ada panggilan berkali-kali sebagai wajib lapor sekian kali, kalau kita terlambat, sampean sudah masuk pengadilan”
Pak Rupian pun menyampaikan bahwa, dulu saat dipanggil ke Polres sudah menyampaikan kalau tidak melakukan penganiayaan karena hanya “menapuk” lalu tidak ada bekas dan anaknya, sore hari juga masih main-main dengan temannya yang berarti anak itu kan tidak mengalami rasa sakit yang parah. Namun dijawab dengan halus oleh pihak yang menangani, bahwa memang tidak menimbulkan cedera, namun penganiayaan itu ada tingkatannya, dan yang Pak Rupian lakukan itu sudah termasuk penganiayaan ringan. Karena penjelasan itulah, lalu Pak Rupian, guru yang sangat lugu itu menyahuti, “Oh iya, iya” dan akhirnya muncul surat yang menjadikannya wajib lapor berkali-kali, dengan staus tersangka.
Tidak berpikir berlama-lama, sesuai rencana semula, surat-surat dari kepolisian yang ternyata sudah lima periode, aku scan menggunakan aplikasi camescanner semuanya dan langsung aku kirimkan ke teman saya, Pak Arif yang telah siap menunggu hasil pemindaian surat untuk diteruskan ke para pengacara tim LPBHNU. Demikian juga diteruskan ke LBH yang mendukung kami.
Semua surat itu akhirnya dipelajari, dan kami mendapatkan informasi bahwa surat itu kalau dikaji ada cacat hukum karena tidak menyertau bukti visum dan terkesan ada kriminalisasi guru dan unsur pemerasan.
Respon kuasa hukum yang berhasil dihubungi rekan-rekan guru agama.
Respon pengacara yang kami kerahkan dengan perjanjian NOL Rupiah, yang akhirnya dihimpun menjadi Tim Advokasi Guru, menunjukkan bahwa kalau kita melangkah terus dengan di-blow-up media massa yang kuat, kita akan menang, dan akan banyak pihak yang menjadi korban, kami pun menjadi semakin percaya diri untuk terus melaju mengajukan dukungan-dukungan bahkan masih akan banyak lagi LBH yang akan bergabung, meski sudah 13 orang yang siap mendampingi.
Antara damai dan melawan
Aku dan teman-teman sudah berkeputusan bulat, menolak damai, dan akan terus memperjuangkan agar marwah guru, khususnya guru agama tidak diinjak-injak oleh orang tua siswa dan makelar kasus, “markus” yang serba menyalahkan guru dan arogan melakukan kriminalisasi guru.
Saya Bersama teman-teman sudah bertekad akan menjadikan kasus ini sebagai bola salju yang semakin lama jika dibiarkan akan menjadi semakin besar dengan gelombang massa yang akan kami kerahkan. Kami tidak main, langkah demi langkah mulai kami tata, hingga muncul simpatisan guru-guru Dampit yang ingin memboikot kegiatan belajar mengajar jika tidak ada perlindungan hukum terhadap guru dan membiarkan kasus itu menimpa salah satu guru, Pak Rupian.
Kasus kriminalisasi guru di Balongbendo Sidoarjo, dan kasus Apriliani menjadi pelajaran bagi kami. Jika para guru solid, apalagi dengan dukungan pengacara yang mumpuni, pasti kami bisa, apalagi kasus Pak Rupian, benar-benar ada unsur kriminalisasi hukum.
Kasus Pak Rupian telah mengguncang dan mendorong Bupati, Kepala Dinas, Kapolres dan Organisasi Keagamaan, Organisasi Profesi tingkat Kabupaten bergerak cepat.
Rupanya kasus Pak Rupian, cukup menyentak dan jika tidak segera diselesaikan, akan merusak citra Pendidikan di daerah kami, meski kami yakin kami akan menang dengan semangat, Ja’al haqqu wa zahaqol bathil, innal baathila kana zahuuqoo”. Telah dating kebenaran dan hancurlah kebathilan, Sesungguhnya kebathilan itu akan hancur.
Kami bersyukur dan mengapresiasi, ternyata pihak pemerintah Kabupaten, instansi, stakeholder segera bertindak dan melakukan mediasi berkali-kali agar kasus ini berakhir damai tanpa dana sama sekali, nol rupiah menjadi terwujud.
Menggalang Dana seiklasnya untuk menebus hingga pembebasan NOL Rupiah.
Keprihatinan kami, tidaklah hanya prihatin. Kami siapkan juga aksi penggalangan dana, bukan untuk melakukan ruswah atau penyuapan agar kasus berakhir dengan uang. Kami galang dana hanya sebagai aksi kritik simbolik kepada para makelar kasus, seolah berkata, “Kalau engkau memang butuh uang, kami tidak punya, ini kami siapkan uang receh sepuluh ribuan dari urunan guru agama untuk bantuan transportasi kepada Pak Rupian yang pekerjaan sampingannya sebagai penjual gorengan terganggu karena kasus ini. Sembari memberitahu, bukan merendahkan teman, bahwa tidak semua guru itu kaya atau berharta, karena banyak dari kami dari kalangan orang papa dan menyisaan waktu untuk mengajar itu sebagai bentuk pengabdian dan perjuangan”.
Mendampingi di pengadilan, meski hanya sekali.
Saya merasa bersyukur, bisa mendapingi Pak Rupian Bersama teman-teman, meski hanya di luar ruang mediasimendapatkan titik temu, damai dengan nol rupiah, hingga mengetahui bahwa mediasi berhasil . Setidaknya, ibarat burung emprit yang membawa air untuk memadamkan api, meski tak seberapa, sudah ikut Bersama-sama dalam usaha mencari solusi atau merekatkan kekuatan yang ada untuk dapat bergerak Bersama.
Tangisan haru, kami rasakan saat di pelataran ruang itu, Pak Rupian dan pihak yang menggugat saling memaafkan, orang tua siswa pun tampak tulus menerima keputusan, sembari berkata kepada saya bahwa sebenarnya tidak ingin kasus itu menjadi seperti ini.
Harapan
Sebagai guru agama, saya sangat bersyukur, kasus yang menimpa Pak Rupian terselesaikan dengan cepat, rapi, dan penuh kesigapan pihak-pihak yang ingin segera menemukan solusi.
Saya yakin, selama guru agama bisa berhati-hati dalam melayani, akan tidak mudah masuk ke dalam perangkap kriminalisasi, dan mudah diselamatkan jika terkena kriminalisasi guru.
Semoga ke depan kasus serupa tidak terjadi, marwah guru dijunjunhg tinggi, murid dan orang tua pun tidak mudah menyalahkan guru sebagai penanam budi pekerti.
Gondanglegi, 2 Februari 2025 M/3 Sya’ban 1446 H
BIODATA
Muhammad
Yahya Sy.
Lahir
di Malang, 19 Juli 1971
Pendidikan
S1 di IAIN Sunan Ampel Malang Tahun 1994. Tahun 2010 melanjutkan Pendidikan
Program Magister pada program studi Manajemen Pendidikan Islam di Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang lulus S2 pada tahun 2012.
Sejak
1993 penulis sudah menjadi guru di MTs Khairuddin Gondanglegi Kab. Malang
hingga tahun 2010. Tahun 1999 hingga tahun 2016 menjadi guru PAI di SMPN 1
Gedangan Kab. Malang. Tahun 2016 hingga sekarang menjadi guru PAI di SMPN 1
Gondanglegi Kab. Malang.
Pengalaman organisasi, menjadi sekretaris MGMP PAI SMP Kab. Malang mulai tahun 2010 s.d. sekarang. Pengurus Ranting NU Gondanglegi Wetan dan UPZISNU Ranting Gondanglegi Wetan tahun 2023 s.d. sekarang.