Pasang iklan disini

 

Sanksi bagi OPD yang Melanggar Aturan dalam Pelayanan Publik

Admin JSN
22 Februari 2025 | 11.58 WIB Last Updated 2025-02-22T10:27:49Z

Pengenaan sanksi bagi OPD yang melanggar aturan dalam pelayanan publik

SIDOARJO|JATIMSATUNEWS.COM - Pelanggaran dalam pelayanan publik, baik berupa kelalaian maupun penyalahgunaan wewenang, dapat berujung pada sanksi tegas bagi pejabat dan instansi terkait. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mengatur berbagai bentuk sanksi bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Seperti halnya kasus yang mencuat di Kabupaten Sidoarjo adalah terkait lambatnya penanganan aduan masyarakat mengenai perkara yang terjadi PT Bernofarm. Meskipun telah diajukan permohonan informasi dan penyelidikan, hingga kini belum ada tindakan konkret dari OPD teknis dan pihak berwenang.

Dalam sebuah kasus, apabila OPD terbukti ada kelalaian dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran atau pemberian izin yang tidak sesuai aturan, maka pejabat terkait bisa dikenai sanksi administratif hingga pencopotan jabatan.

Sanksi akan diberikan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Sanksi tidak hanya diberikan kepada pelaku pelayanan saja, seperti pada kepala bidang atau kepala seksi di level pemda, namun juga dapat diberikan kepada pimpinan penyelenggara dan korporasi/badan swasta.

Menurut UU Pelayanan Publik, sanksi yang dapat diberikan kepada OPD atau pejabat yang melakukan pelanggaran dalam pelayanan publik terdiri dari berbagai tingkat, antara lain:

1. Teguran Tertulis

OPD yang tidak menjalankan kewajibannya sesuai standar pelayanan publik akan diberikan sanksi teguran tertulis. Ini merupakan bentuk sanksi yang paling ringan. Hal ini tercantum dalam Pasal 54 angka 1 UU Nomor 25 Tahun 2009, apabila penyelenggara atau pelaksana layanan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 15 huruf g, dan Pasal 17 huruf e dikenakan sanksi teguran tertulis.

2. Pembebasan dari Jabatan

Jika teguran tertulis tidak diindahkan dalam kurun waktu tiga bulan hingga satu tahun, pejabat terkait bisa dibebaskan dari jabatannya. Pelanggaran yang dapat menyebabkan sanksi ini termasuk tidak memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik, tidak melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan, tidak melakukan kegiatan pelayanan sesuai dengan penugasan yang diberikan, tidak melakukan kewajibannya untuk memeriksa pengaduan dari masyarakat mengenai pelayanan publik yang diselenggarakannya, tidak menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan, dan lain-lain.

3. Penurunan Pangkat dan Gaji

Penyelenggara pelayanan publik dapat langsung diberhentikan atau dibebaskan dari jabatan tanpa adanya peringatan perbaikan terlebih dahulu. Pelanggaran yang dapat menyebabkan sanksi ini termasuk tidak menerima dan merespons pengaduan, tidak menindaklanjuti pengaduan yang berasal dari penerima pelayanan, rekomendasi Ombudsman, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu, serta tidak memutuskan hasil pemeriksaan pengaduan selama kurun waktu 60 (enam puluh) hari sejak berkas pengaduan dinyatakan lengkap, dan lain-lain.

4. Pemberhentian dengan Hormat atau Tidak Hormat

Sanksi diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau diberhentikan dengan tidak hormat, dikenakan kepada penyelenggara atau pelaksana layanan yang apabila penyelenggara melakukan pelanggaran berupa, di antaranya 

a. penyelenggara tidak menyusun dan menetapkan standar pelayanan dan tidak memperhatikan kemampuan penyelenggara, kebutuhan masyarakat, dan kondisi lingkungan;

b. penyelenggara memberikan izin dan/atau membiarkan pihak lain menggunakan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang mengakibatkan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik tidak berfungsi atau tidak sesuai dengan peruntukannya;

c. penyelenggara membiayai kegiatan lain dengan menggunakan alokasi anggaran yang diperuntukkan pelayanan publik;

d. paham penyelenggara yang berbentuk badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang berkaitan dengan pelayanan publik dipindahtangankan dalam keadaan apa pun, baik langsung maupun tidak langsung melalui penjualan, penjaminan atau hal-hal yang mengakibatkan beralihnya kekuasaan menjalankan korporasi atau hilangnya hak-hak yang menjadi milik korporasi;

e. penyelenggara melakukan pemeriksaan materi aduan, dengan tidak menjaga kerahasiaan.

5. Sanksi Pidana dan Denda

Selain sanksi administratif, jika pelanggaran yang dilakukan masuk dalam kategori tindak pidana, pejabat yang bertanggung jawab bisa dijerat dengan hukuman pidana dan denda. Hal ini berlaku jika ada unsur gratifikasi, suap, atau penyalahgunaan anggaran dalam pelayanan publik.

Dalam perkara ini, penyidik Satreskrim Polresta Sidoarjo masih belum mendapatkan arsip atau data permohonan yang menjadi dasar terbitnya SHM dan SHGB di lahan yang diduga merupakan sempadan sungai atau saluran irigasi. Seorang pelapor terhitung telah empat kali hingga tanggal 20 Februari 2025 mengajukan surat kepada Bupati H. Subandi.

Pelapor juga telah mengajukan permohonan arsip peta saluran irigasi, peta jaringan sungai Avour, serta batas tanah sempadan sungai kepada Dinas PU-BMSDA dan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Diskominfo Kabupaten Sidoarjo pada 3 Februari 2025. Namun hingga saat ini, jawaban resmi belum diterima karena Diskominfo meminta tambahan waktu tujuh hari kerja, yang berarti baru akan ada balasan pada 25 Februari 2025.

Selain itu, terkait status kepemilikan saluran irigasi di wilayah Karangbong. Jika benar saluran tersebut merupakan milik warga, mengapa dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) sebelumnya, warga tidak dapat menerbitkan SHM atas lahan tersebut? Bahkan, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa saluran itu merupakan bagian dari Tanah Kas Desa (TKD) Karangbong.

Ia berharap Sekretaris Daerah (Sekda) melalui dinas teknis segera menindaklanjuti terkait dugaan hilangnya tanah sempadan sungai. Dinas PU-BMSDA juga diharapkan untuk segera mengambil langkah hukum terkait munculnya SHGB dan SHM di atas tanah sempadan sungai Avour dan mendalami pemindahan saluran irigasi di Desa Karangbong RT 05 dan RT 03 RW 01 serta menyelediki siapa yang memberikan izin pemidanaan saluran tersebut.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Sanksi bagi OPD yang Melanggar Aturan dalam Pelayanan Publik

Trending Now