RESES, Aleg Kota Malang Arif Wahyudi Kritik BOS yang Hanya Cair 9 Bulan
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Pendidikan di Kota Malang menjadi perhatian Anggota Legislatif (Aleg) Arif Wahyudi setelah munculnya kebijakan pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang hanya berlangsung selama 9 bulan. Kebijakan ini menuai kritik tajam, terutama dari sekolah-sekolah swasta yang selama ini bergantung pada BOS untuk operasional mereka, Malang Senin 17/2/2025.
"Sekolah swasta sampai dengan hari ini masih mengandalkan BOS. Apalagi tadi sudah disampaikan bahwa dana BOS hanya akan cair selama 9 bulan. Ini aneh! Saya tidak mau seperti itu. Kalau sudah cair, ya cairkan penuh saja," ujar Arif dalam resesnya di kota Malang.
Menurutnya, efisiensi yang digadang-gadang oleh pemerintahan Prabowo seharusnya digunakan untuk menunjang dunia pendidikan, bukan justru mengurangi hak sekolah dalam mendapatkan dana operasional secara penuh.
“Bangunan sekolah yang jumlahnya puluhan ribu banyak yang sudah rusak. Maka harapan kami, di 2025 efisiensi untuk dunia pendidikan itu tidak usah dilakukan, terutama di Kota Malang,” tambahnya.
Kondisi ini diperparah dengan banyaknya sekolah negeri yang juga mengalami kerusakan. Dengan keterbatasan dana, perbaikan infrastruktur pendidikan diharapkan bisa menjadi prioritas Pemerintah Kota Malang agar tidak menghambat kualitas pembelajaran.
Selain isu pendidikan, masyarakat Kota Malang juga tengah diterpa isu kebijakan pemerintah terkait perizinan penjualan minuman beralkohol. Warga RW 4, Kelurahan Purworejo, menolak keras keberadaan tempat penjualan minuman beralkohol yang berada dekat dengan pondok pesantren dan masjid.
“Masyarakat tidak mengetahui sama sekali bahwa izin itu dikeluarkan. Tidak ada informasi dari RT maupun RW,” ujar salah satu warga yang keberatan dengan keputusan tersebut.
Menurutnya, ada kejanggalan dalam proses perizinan yang dilakukan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang pengaturan penjualan minuman beralkohol, peran serta masyarakat seharusnya menjadi salah satu pertimbangan utama dalam pemberian izin. Namun, dalam kasus ini, partisipasi masyarakat tampaknya diabaikan.
"Saya tidak ingin masyarakat turun ke jalan, tapi harapan kami pemerintah segera meninjau kembali perizinan itu," tegasnya.
Warga menuntut transparansi dalam pemberian izin serta memastikan bahwa keberadaan tempat penjualan minuman beralkohol tidak merugikan lingkungan sekitar, terutama yang berdekatan dengan tempat ibadah dan institusi pendidikan.
Selain isu pendidikan dan perizinan minuman beralkohol, masalah parkir di Kota Malang juga menjadi perhatian. Regulasi parkir yang dinilai masih belum optimal membuat banyak titik di kota ini mengalami kemacetan dan ketidaktertiban.
"Besok kami akan membahasnya lebih lanjut, karena regulasi parkir ini sudah masuk dalam Proyek Peraturan Daerah (Proyekda). Kami ingin tahu apa sebenarnya yang menjadi keinginan masyarakat agar parkir di Kota Malang bisa lebih tertata dan tidak semakin semrawut," ungkap Arif.
Dengan meningkatnya jumlah kendaraan dan minimnya lahan parkir yang memadai, solusi yang lebih efektif dan berpihak kepada masyarakat perlu segera dirumuskan agar tidak menambah masalah transportasi di Kota Malang. Ans