cr: Berita Jabar |
Kuli
Tinta Bocil .. ^_^..
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah (UU no. 14 tahun 2005). Selain itu guru juga mempunyai peran membantu
anak didik membentuk kepribadianya secara utuh mencangkup kedewasaan
intelektual, emosional, sosial, fisik, spiritual, dan moral.
Seseorang
guru atau pendidik seharusnya dapat memberikan contoh yang baik kepada
muridnya, namun akhir-akhir ini banyak berita perbuatan cabul yang dilakukan
oleh oknum guru, wali pengasuh, pendidik maupun tenaga kependidikan. Kasus
pencabulan yang melibatkan seorang guru merupakan isu serius yang mencoreng
nama baik institusi pendidikan, yang sekaligus dapat menimbulkan dampak
psikologis yang mendalam bagi korban. Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi
tempat aman bagi peserta didik untuk berkembang, namun ketika seorang pendidik
yang seharusnya menjadi contoh justru menjadi pelaku kejahatan seksual, maka
kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan dapat goyah. Oleh karena itu,
pemidanaan yang tegas bagi guru pelaku pencabulan sangat penting untuk
memberikan efek jera, baik kepada pelaku maupun bagi lingkungan pendidikan
secara keseluruhan.
Pencabulan
yang dilakukan seorang guru terhadap muridnya merupakan satu bentuk
penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang. Guru yang seharusnya menjadi figur yang
melindungi dan mendidik anak-anak, malah sebaliknya, mengekploitasi posisi
tersebut untuk melakukan tindakan yang merugikan. Korban pencabulan yang
umumnya adalah siswa, tidak hanya menderita secara fisik, tetapi juga secara
psikologis. Trauma yang ditimbulkan dapat berdampak pada perkembangan mental
dan sosial mereka, bahkan hingga dewasa.
Jika
seorang anak mengalami trauma yang mendalam dan tidak dapat pulih, maka dampak
psikologis yang muncul perlu diperhatikan. Anak mungkin akan berusaha menutupi
luka-luka yang dideritanya dan tetap diam, menyembunyikan identitas pelakunya
karena takut akan pembalasan. Kondisi ini dapat mempengaruhi perkembangan
psikologisnya (Reliya, 2018), menyebabkan keterlambatan dalam tahapan
perkembangannya. Selain itu, anak mungkin akan mengalami kesulitan dalam
berhubungan dengan teman sebayanya. Jika trauma sangat mendalam, tidak menutup
kemungkinan anak akan melukai dirinya sendiri atau mencoba bunuh diri. (I.
Noviana, 2015. 187)
Selain
itu, pencabulan yang dilakukan seorang guru dapat merusak rasa aman di
lingkungan pendidikan, menciptakan ketakutan, dan mengganggu proses belajar
mengajar. Kepercayaan yang seharusnya dimiliki oleh siswa terhadap gurunya
menjadi terkikis, dan hal ini dapat memengaruhi kualitas pendidikan yang
diberikan.
Pemidanaan Guru Pelaku Pencabulan
dalam Perspektif Hukum
Undang-Undang
di Indonesia sudah memiliki ketentuan yang tegas mengenai pemidanaan terhadap
pelaku pencabulan, termasuk jika yang menjadi pelaku adalah seorang guru.
1.
Undang-Undang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual (UU TPKS)
Pelecehan seksual, termasuk
pencabulan yang dilakukan oleh seorang guru terhadap muridnya, diatur dalam
Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU
TPKS). Berdasarkan Pasal 6 huruf c UU TPKS, pelaku yang menyalahgunakan kedudukan
atau wewenang untuk melakukan perbuatan cabul dapat dikenakan hukuman penjara
hingga 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp300.000.000,-. Jika
pelaku adalah seorang guru yang memiliki posisi wewenang terhadap korban yang
merupakan anak didiknya, ancaman pidananya akan diperberat. Bahkan, pidana
dapat ditambah sepertiga jika pelaku adalah pendidik. UU TPKS memberikan
perlindungan hukum yang lebih kuat terhadap anak-anak dan menjadikan pendidikan
sebagai lingkungan yang aman dari kekerasan seksual..
Undang-Undang ini memberikan
perlindungan khusus kepada anak-anak dari kekerasan seksual, serta menegaskan
bahwa pemanfaatan posisi sebagai pendidik untuk tujuan pelecehan seksual
merupakan pelanggaran berat.
2.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)
Selain UU TPKS, dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan pelecehan seksual juga dapat
dikenai sanksi pidana. Berdasarkan Pasal 289 KUHP, tindakan perkosaan atau
persetubuhan dengan ancaman kekerasan pada korban yang berusia di bawah umur akan
dikenakan pidana penjara. Dalam hal ini, hukuman yang dijatuhkan dapat berupa
penjara selama 12 tahun atau lebih tergantung pada tingkat keparahan tindakan
yang dilakukan.
3.
Undang-Undang Perlindungan Anak
Undang-Undang No. 35
Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak memberikan jaminan hukum bagi anak dari
kekerasan seksual. Pasal 76D menyebutkan bahwa siapapun yang melakukan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa anak melakukan persetubuhan
dapat dijerat dengan pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun. Jika
guru adalah pelaku, hukumannya dapat ditambah sepertiga dari hukuman yang
seharusnya
Sanksi Administratif dalam Penegakan
Etika Profesi
Selain
sanksi hukum pidana yang mengatur tindakan pelecehan seksual, guru sebagai
profesi juga diatur oleh kode etik profesi. Etika guru mengharuskan mereka
untuk menjaga integritas, moralitas, dan kehormatan profesi, serta menjadi
contoh yang baik bagi peserta didik. Oleh karena itu, tindakan pelecehan
seksual oleh seorang guru bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga bertentangan
dengan prinsip-prinsip etika profesi pendidikan.
1. Kode
Etik Guru
Menurut Kode Etik Guru
yang disusun oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), diantara kewajiban
seorang guru terhadap siswa adalah dsebutkan guru harus menghormati martabat
dan hak-hak serta memperlakukan peserta didik secara adil dan objektif. Dan
juga harus melindungi peserta didik dari segala tindakan yang dapat mengganggu
perkembangan, proses belajar, kesehatan, dan keamanan bagi peserta didik.
Seorang guru wajib
menjaga citra baik dirinya di mata masyarakat dan peserta didik. Guru
diharapkan untuk bersikap jujur, bertanggung jawab, serta menghindari segala
bentuk tindakan yang dapat merusak hubungan baik dengan murid. Pelecehan
seksual jelas melanggar norma-norma tersebut dan dianggap sebagai pelanggaran
berat dalam dunia pendidikan.
2. Tanggung
Jawab Moral Guru terhadap Murid
Guru juga memiliki
tanggung jawab moral untuk memberikan layanan pendidikan yang tidak hanya
mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga dapat menanamkan nilai-nilai moral
kepada siswa. Pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru menunjukkan bahwa ada penyalahgunaan
kekuasaan dan wewenang yang dimiliki seorang guru sebagai pendidik, yang
seharusnya menjadi pelindung dan pengayom bagi murid-muridnya. Tindakan itu
sangat mencederai kepercayaan yang telah diberikan oleh orang tua dan juga masyarakat
kepada guru untuk menjalankan proses pendidikanpada anak-anak dengan penuh
integritas.
3. Sanksi
Administratif terhadap Guru Pelaku Pelecehan Seksual
Selain hukuman pidana, seorang
guru yang terbukti melakukan pencabulan juga akan dikenai sanksi administratif
oleh lembaga pendidikan atau pemerintah. Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, guru yang melanggar kode etik profesi dapat dikenakan
sanksi berupa teguran, peringatan tertulis, penundaan pemberian hak guru,
penurunan pangkat, hingga pemberhentian dengan atau tanpa hormat.
Pemberhentian guru dengan tidak
hormat adalah sanksi yang paling berat dan dapat diterapkan pada guru yang
terbukti melakukan tindak kekerasan ataupun pelecehan seksual. Pemberhentian
ini bertujuan untuk menjaga kredibilitas profesi pendidikan dan menghindari
tindakan serupa tidak terulang kembali.
Efek Jera pada Pelaku Pelecehan
Seksual di Dunia Pendidikan
Penerapan
sanksi pidana yang tegas bagi guru pelaku pencabulan diharapkan dapat
memberikan efek jera, baik bagi pelaku maupun di kalangan pendidik lainnya.
Dengan adanya ancaman pidana yang berat, diharapkan guru dan tenaga pendidik
lainnya akan lebih berhati-hati dalam menjalankan profesinya. Selain itu,
pemidanaan yang tegas dapat memberikan sinyal yang jelas kepada masyarakat
bahwa kejahatan seksual terhadap anak-anak, terutama oleh seorang guru, tidak
akan ditoleransi.
Namun,
sanksi pidana saja tidak cukup untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap
sistem pendidikan. Penegakan hukum harus disertai dengan langkah-langkah
pencegahan yang lebih sistematis dan terstruktur, seperti:
1.
Pelatihan Etika dan Kode Etik
Guru
Pelatihan ini secara khusus
bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai moral dan etika yang kuat kepada para
guru. Melalui pelatihan berkala harapannya bisa memastikan bahwa para guru
memahami tanggung jawab moral dan profesional mereka sebagai seorang pendidik.
2.
Sistem Pengawasan yang Ketat
Untuk memastikan lembaga
pendidikan terbebas dari masalah pelecehan seksual, perlu menyusun sistem
pengawasan yang lebih ketat di sekolah dan lembaga pendidikan. Ini bisa
dilakukan dengan membuat saluran pelaporan yang aman bagi siswa dan melakukan
pemeriksaan latar belakang yang lebih mendalam terhadap tenaga pengajar yang
ada di sekolah.
3.
Pendidikan Tentang Hak Anak dan
Anti-Pelecehan Seksual
Memberikan pendidikan yang lebih
luas kepada siswa tentang hak-hak mereka, termasuk hak untuk merasa aman di
lingkungan pendidikan, serta memberikan pemahaman mengenai tanda-tanda
pelecehan seksual dan bagaimana melaporkannya.
Kesimpulan
Pelecehan
seksual yang dilakukan oleh seorang guru terhadap muridnya merupakan
pelanggaran serius yang dapat dikenai sanksi hukum yang berat, baik dalam
bentuk pidana maupun administratif. Undang-Undang TPKS, KUHP, dan Undang-Undang
Perlindungan Anak memberikan landasan hukum yang jelas bagi penegakan hukum
terhadap pelaku pelecehan seksual. Selain itu, perspektif etika profesi guru
menekankan bahwa guru harus menjaga martabat dan integritas profesi serta
melindungi anak didiknya dari segala bentuk kekerasan seksual.
Pemidanaan yang tegas pada seorang guru pelaku pencabulan itu sangat penting dilakukan untuk memberikan efek jera yang kuat dalam dunia pendidikan. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk memberikan keadilan kepada korban, namun juga untuk melindungi integritas dan reputasi dunia pendidikan secara keseluruhan. Dengan penegakan hukum yang tegas, sistem pendidikan akan dapat terus menjadi tempat yang aman, nyaman, dan mendidik bagi generasi penerus bangsa. Untuk itu, diperlukan upaya bersama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual, serta memastikan perlindungan hak-hak anak di seluruh sektor pendidikan.
Referensi:
Tentang Bocil
Aku hanyalah Kuli tinta yang tak pernah tahu apa itu arti menulis.
Menulis bukanlah sesuatu yang aku sukai namun terkadang orang memang perlu menulis hanya sekedar corat coret mengekspresikan sebuah kata dalam sebuah ungkapan sebagai note atas apa yang sedang terjadi.
Bocil ... Bolang ... semuanya menyapaku begitu.
Sampai aku lupa siapa nama lengkapku 😆
Mungkin aku lebih menyukai alam dari pada menulis dengan tekun dan rapi.
Namun di dalam alampun selalu kutemukan sebuah inspirasi yang patut dicoretkan dalam sebuah fikiran dan tertuang dalam sebuah tulisan.
Keindahan alam yang tak bisa diterjemahkan hanya dengan tulisan.
Kehebohan suatu kejadian pun terkadang tak cukup hanya ditulis dalam sebuah prosa dan essay.
Namun dengan tulisan kita bisa menambah komunikasi tanpa harus banyak bicara.
Memang ajarannya adalah Bacalah ... Namun apa yang dibaca jika tidak ada tulisan.
Teruslah menulis
Karena menulis akan menjadi motivasi bagi orang yang ingin sukses berkarya.
Bisa menciptakan tulisan yang bagus bukan perkara yang gampang dan bagiku memang sulit.
Bahkan, ada yang menyebut menulis bukan bakat, melainkan kebiasaan yang terlatih. Jadi menulis itu sebuah keterampilan yang bisa dipelajari dan dilatih semua orang.
Dengan menulis bisa menyampaikan apa yang ada dalam fikiran menjadi kata- kata.
📝 Kuli Tinta Bocil