Pasang iklan disini

 

Menjaga Marwah Guru di Tengah Arus Zaman

Admin JSN
01 Februari 2025 | 15.17 WIB Last Updated 2025-02-01T08:17:50Z

cr: pinterest

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Kejadian itu berlangsung sekitar enam tahun yang lalu, di sebuah kelas ketika kegiatan pembelajaran sedang berlangsung. Seperti biasa, saya—seorang guru tata tertib—berkeliling kelas memastikan setiap siswa fokus pada pelajaran. Namun, pandangan saya tertuju pada seorang siswi berjilbab. Rambutnya terlihat menjuntai keluar, sesuatu yang sudah beberapa kali saya ingatkan untuk dirapikan agar sesuai dengan aturan berpakaian.

Meski sering diingatkan, siswi tersebut tetap mengabaikan himbauan saya. Hari itu, rasa sabar saya diuji. Peringatan kembali saya sampaikan, tetapi tetap tidak dihiraukan. Emosi saya pun tersulut. Dalam upaya mendisiplinkan, saya memotong rambut siswi tersebut, berpikir ini adalah langkah agar rambutnya tidak lagi terlihat ketika berjilbab.

Namun, tindakan ini ternyata memicu reaksi yang tidak terduga. Beberapa hari kemudian, paman siswi tersebut datang ke sekolah, ditemani oleh ibu siswi. Mereka ingin menemui saya untuk mempertanyakan tindakan tersebut. Situasi menjadi tegang karena paman siswi ini memiliki sifat temperamental dan dikenal sering mengonsumsi minuman keras. Ia bahkan mengancam akan melaporkan saya ke pihak berwajib dengan tuduhan melakukan pelanggaran.

Pihak sekolah, dalam hal ini, berdiri di sisi saya. Mereka berusaha memberikan penjelasan kepada keluarga siswi bahwa niat saya adalah mendidik, bukan untuk merugikan. Meski demikian, paman siswi tetap bersikeras. Situasi ini akhirnya diselesaikan melalui mediasi. Dalam pertemuan tersebut, ayah dan ibu siswi, yang lebih tenang, akhirnya memahami maksud dan tujuan saya. Mereka juga mengakui bahwa anaknya memang bersalah karena tidak mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan.

Mediasi itu berhasil meredam konflik, dan laporan ke polisi pun dibatalkan. Namun, pengalaman ini meninggalkan luka dan pelajaran besar bagi saya sebagai pendidik. Betapa sulitnya menjadi seorang guru di era saat ini. Dulu, profesi guru dihormati sebagai pembimbing moral dan intelektual, tetapi kini wibawa guru kerap kali dipertanyakan.

Seorang guru yang mencoba mendisiplinkan muridnya bisa dengan mudah dianggap melanggar batas dan diseret ke ranah hukum. Jika emosi tak terkendali, guru bukan hanya kehilangan kehormatan, tetapi juga berpotensi kehilangan kebebasan.

Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa menjadi pendidik di era modern membutuhkan lebih dari sekadar ilmu. Kesabaran, pengendalian emosi, dan kemampuan berkomunikasi dengan orang tua siswa menjadi hal yang sangat penting. Meski demikian, saya tetap berharap bahwa penghormatan kepada guru sebagai pendidik bangsa dapat kembali ditanamkan di hati setiap individu.

Semoga kejadian seperti ini tidak lagi terulang di masa depan. Semoga setiap guru diberi kesabaran dan kebijaksanaan untuk mendidik generasi penerus bangsa. Aamiin yaa rabbal 'aalamiin.

----

Biodata Penulis

Mu'ifatul Hayati, S.Ag, lahir di Malang pada tanggal 31 Desember 1972. Saat ini berdomisili di Desa Sumberagung, RT 05 RW 01, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur.Sebagai seorang sarjana agama, Mu'ifatul Hayati dikenal sebagai pribadi yang berdedikasi dan berkontribusi aktif dalam masyarakat sekitar. Keberadaannya di lingkungan ini memberikan dampak positif, baik dalam bidang sosial maupun keagamaan.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Menjaga Marwah Guru di Tengah Arus Zaman

Trending Now