Banner Iklan

Hukum dan Guru: Harapan yang Berujung Kekecewaan

Admin JSN
01 Februari 2025 | 16.24 WIB Last Updated 2025-02-02T04:47:06Z

cr: SINDOnews

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru adalah pendidik profesional yang bertugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. (UU No. 14 Tahun 2005)

Guru mempunyai  tugas mulia untuk membantu murid sebagai fasilitator dalam mencapai cita-citanya dalam kehidupan. Tidak mengajarkan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga melakukan pendidikan moral. Kedua hal itu saling terkait satu sama lain dan agar tercapai kondisi yang seimbang antara kecerdasan dan perilaku yang murid. Guru mengemban Amanah untuk membantu mewujudkan peradaban bangsa yang lebih baik tersebut dilakukan dengan memberikan pengajaran kepada peserta didik sesuai dengan kompetensi yang dimilikki oleh seorang guru.

Profesi guru merupakan satu pekerjaan yang yang mengemban tugas mulia, namun kerap kali dihadapkan pada tantangan berat terkait perlindungan hukum. Meskipun beberapa regulasi telah dirancang dan dibuat oleh pemerintah untuk melindungi guru, namun dalam implementasinya sering kali tidak efektif, bahkan menimbulkan kekecewaan yang mendalam. Tulisan pendek ini akan membahas bagaimana hukum seharusnya menjadi pelindung guru, tetapi dalam praktiknya justru sering kali menjadi beban yang menghambat mereka dalam menjalankan tugas profesional.

Profesi guru memegang peran yang sangat penting dalam membangun karakter dan kecerdasan generasi bangsa. Sebagai pengemban tugas mulia, guru sangat membutuhkan perlindungan hukum agar dapat menjalankan tugasnya dengan rasa aman dan tanpa bayang-bayang takut terjerat kasus hukum. Namun, kenyataannya, seringkali guru yang merasa tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Kriminalisasi terhadap tindakan pendisiplinan siswa menjadi salah satu isu utama yang menimbulkan kekecewaan.

 

Regulasi Perlindungan Hukum untuk Guru

Di Indonesia, perlindungan hukum bagi guru telah diatur dalam beberapa regulasi, antara lain:

1.     UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Pada pasal 40 ayat (2) tercantum hak pendidik dan tenaga kependidikan dalam memperoleh:

a.     penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;

b.     penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja;

c.     pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;

d.     perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan

e.     kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

2.     Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Pada pasal 39 disebutkan bahwa:

1)    Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.

2)    Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) meliputi: perlindungan hukum; perlindungan profesi; perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;

3)    Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 2) mencakup  perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

4)    Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.

5)    Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 2) mencakup  perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran waktu kerja,  bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

3.     Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

a.     Pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 disebutkan: Tindak kekerasan adalah perilaku yang dilakukan secara fisik, psikis, seksual, dalam jaringan (daring), atau melalui buku ajar yang mencerminkan tindakan agresif dan penyerangan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan dan mengakibatkan ketakutan, trauma, kerusakan barang, luka/cedera, cacat, dan atau kematian.

b.     Selanjutnya pada BAB II Maksud Tujuan dan Sasaran pasal 4 disebutkan: Sasaran dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan: a. peserta didik; b. pendidik; c. tenaga kependidikan; d. orang tua/wali; e. komite sekolah; f. masyarakat; g. pemerintah daerah; dan h. Pemerintah.

4.     Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan,

Pada Pasal 2 disebutkan:

a.     Perlindungan merupakan upaya melindungi Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang menghadapi permasalahan terkait pelaksanaan tugas.

b.     Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan: a. hukum; b. profesi; c. keselamatan dan kesehatan kerja; dan/atau d. hak atas kekayaan intelektual.

 

5.     Permendikbud-Ristek 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

Pada bagian menimbang disebutkan bahwa: Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum, sehingga perlu diganti;

Bada Bagian Kedua Pasal 2 disebutkan: Upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dimaksudkan untuk:

a.     melindungi Peserta Didik, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Satuan Pendidikan Lainnya dari Kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan;

b.     mencegah Peserta Didik, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Satuan Pendidikan Lainnya, melakukan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;

c.     melindungi dan mencegah setiap orang dariKekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan;

d.     mengatur mekanisme Pencegahan, Penanganan, dan sanksi terhadap tindakan Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan; dan

e.     membangun lingkungan satuan pendidikan yangramah, aman, inklusif, setara, dan bebas dari tindakan diskriminasi dan intoleransi.

Meskipun regulasi ini telah ada, namun dalam implementasinya sering kali tidak berjalan secara optimal. Banyak guru yang belum tahu atau bahkan tidak tahu cara mengakses bantuan hukum, sementara institusi Pendidikan sebagai Lembaga yang bersentuhan langsung dengan guru tidak selalu memberikan dukungan penuh pada guru.

Adanya produk hukum sebagaoimana disebut diatas patut diapresiasi. Namun di sayangkan, peraturan turunan yang berupa permendikbud, permendikbud-ristek, maupun peraturan dirjen seringkali kurang memiliki kedudukan hukum kuat. Keberadaan mereka justru sering kali tumpul dan tidak berfungsi karena harus bersinggungan dengan KUHP (UU 1/2023) atau UU 35/2014 jo UU 23/2002 yang, walaupun berupa UU, lebih memiliki substansi yang spesifik, komprehensif, dan implementatif tentang perlindungan anak.

 

Kekecewaan Guru terhadap Hukum

Ada beberapa bentuk kekecewaan yang seringkali dirasakan oleh guru terhadap hukum di Indonesia, hal itu meliputi:

1.       Minimnya Pendampingan Hukum

Beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan di Indonesia dikejutkan oleh kasus-kasus di mana guru dituntut secara hukum karena melakukan tindakan mendidik yang dianggap melanggar hak murid. Fenomena ini menggambarkan adanya krisis dalam hubungan antara guru, murid, dan orang tua, di mana tindakan pendisiplinan atau teguran yang menjadi bagian integral dari proses pendidikan sering kali disalahartikan dan dibawa ke ranah hukum. Kondisi ini mengancam martabat profesi guru dan berpotensi menghancurkan fondasi pendidikan moral di negeri ini. (Kumparan.com. 2004)

Kasus kriminalisasi guru ini sering terjadi karena kurangnya pemahaman akan batasan dalam mendisiplinkan siswa. Undang-Undang Perlindungan Anak kerap menjadi dasar pemolisian terhadap guru. Menurut Ruth ”Kita perlu dukungan hukum yang jelas agar tindakan pendisiplinan tidak dianggap sebagai tindak kriminal. Namun, guru juga harus memahami batasan dalam mendisiplinkan siswa, tidak boleh ada kekerasan, baik fisik maupun verbal,” ujarnya. (Kompas.id. 2024)

Asfinawati, Direktur Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI) periode 2017-2021 yang sekarang aktif mengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera menjelaskan, perlindungan hukum bagi guru sebenarnya telah diatur dalam berbagai regulasi, antara lain, UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. undang-undang itu sebenarnya sudah cukup kuat dalam mengatasi potensi kriminalisasi guru. Namun, ia mengakui, implementasinya di lapangan sering tidak berjalan sesuai harapan.  Banyaknya kasus kriminalisasi guru adalah cerminan tidak dilaksanakannya hukum acara pidana secara benar serta kurangnya literasi hukum, baik di kalangan guru maupun masyarakat. (Kompas.id. 2024). Sehingga tidak melaporkan atau mencari bantuan hukum dan tidak meratanya akses bantuan hukum bagi guru, terutama di daerah. 

Dalam kasus-kasus kriminalisasi guru, banyak yang merasa tidak mendapatkan pendampingan hukum yang memadai dari pemerintah atau organisasi profesi. Hal ini membuat mereka merasa terabaikan.

Pengamat pendidikan sekaligus CEO Jurusanku.com, Ina Liem“Sebetulnya kita sudah memiliki kerangka hukum untuk melindungi guru. Contohnya Peraturan Pemerintah 74/2008 pasal 39-42, yang meliputi bantuan hukum atas perkara yang berhubungan dengan tugas profesionalnya, dan menghindarkan guru dari tindakan atau kebijakan yang tidak adil. Masalahnya ada di praktik di lapangan, yang masih menghadapi tantangan,” (media Indonesia.com. 2024).

Lebih lanjut, Liem menyebut bahwa: “Kita belum memiliki asuransi profesi seperti di negara maju. Contoh di Asia, Singapura sudah memberikan asuransi ini (indemnity insurance) ke para guru. Di Indonesia, perlindungan hukum yang ada bergantung pada regulasi, bantuan asosiasi guru, atau perlindungan individu,” (media Indonesia.com. 2024).

Dalam hal upaya perlindungan pada guru secara riil di lapangan, sangat perlu dan mendesak adanya pembentukan paralegal sebagai salah satu langkah advokasi hukum untuk guru. Paralegal itu sendiri merupakan orang yang memiliki keterampilan hukum dan telah mengikuti pelatihan untuk membantu masyarakat yang bermasalah dengan hukum, tetapi bukan pengacara. Paralegal adalah orang yang bukan sarjana hukum, tetapi memiliki pengetahuan dan dasar hukum dan hak asasi manusia dan bekerja untuk komunitas masyarakat tertentu, secara sukarela, dan bertanggung jawab atas komunitasnya. Namun bekerja di bawah bimbingan pengacara atau dengan kemampuan hukum yang dinilai cukup.

dia menambahkan bahwa implementasi di lapangan ini berkaitan dengan kurangnya pemahaman guru tentang hak-hak mereka, sehingga tidak melaporkan atau mencari bantuan hukum dan tidak meratanya akses bantuan hukum bagi guru, terutama di daerah. 

 

2.     Ketidakjelasan dalam Menentukan Batas Tindakan Disiplin

Dalam proses pendidikan, disiplin merupakan bagian yang penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Namun, sering kali ketidakjelasan batas tindakan disiplin dan upaya pendisiplinan menimbulkan berbagai masalah, baik bagi guru, siswa, maupun orang tua. Ketidakjelasan ini tidak hanya menyulitkan para pendidik dalam mengambil keputusan, tetapi juga dapat berujung pada konflik hukum yang merugikan berbagai pihak.

Banyak sekali sekolah yang belum memiliki pedoman khusus yang mengatur tindakan disiplin dan Upaya pendisiplinan yang jelas dan terstandarisasi. Akibatnya guru harus menggunakan pemahaman dan penilaian pribadi mereka untuk menentukan batas-batas tindakan disiplin, yang sehingga batas-batas disiplin ini dapat bervariasi, tergantung pada pemahaman, pengalaman, nilai-nilai pribadi, ataupun budaya setempat dimana sekolah berada.

Di sisi lain, Orang tua, siswa, dan guru sering kali memiliki persepsi yang berbeda mengenai tindakan disiplin. Sebagai contoh, teguran keras oleh guru dapat dianggap sebagai bentuk pembinaan oleh satu pihak, tetapi dinilai sebagai tindakan kasar oleh pihak lainnya.

Batasan yang tidak jelas ini berpotensi besar menyebabkan guru menghadapi ancaman hukum, bahkan saat guru berniat mendisiplinkan siswa secara wajar sekalipun. Yang mana kasus kriminalisasi guru yang disebabkan karena Tindakan dan Upaya penerapan disiplin telah menjadi perhatian publik dalam beberapa tahun terakhir.

 

3.     Proses Hukum yang Cenderung Memojokkan Guru

Beberapa tahun terakhir, kasus hukum yang melibatkan guru di Indonesia makin banyak disorot. Fenomena ini menunjukkan kecenderungan bahwa proses hukum dapat memojokkan guru, meskipun tindakan mereka dimaksudkan untuk mendisiplinkan atau mendidik siswa. Kondisi ini tidak hanya merugikan guru secara pribadi, tetapi juga memengaruhi kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Regulasi yang melindungi guru dari kriminalisasi masih kurang memadai. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memang menyebutkan bahwa guru berhak mendapatkan perlindungan hukum (Pasal 39). Namun, implementasi dari aturan tersebut sering kali tidak berjalan dengan baik, terutama di daerah-daerah yang minim akses terhadap bantuan hukum.

Seringkali guru, terutama di wilayah terpencil, yang kesulitan mendapatkan akses ke layanan hukum. Ketika menghadapi masalah hukum, mereka sering kali tidak mendapatkan bantuan dari sekolah, pemerintah daerah, atau organisasi profesi. Banyak daerah, terutama yang terpencil, tidak memiliki infrastruktur hukum yang memadai. Keberadaan advokat atau layanan hukum sering kali terpusat di kota-kota besar. Menurut Hartono (2020) dalam Jurnal Pendidikan dan Hukum, lebih dari 60% guru di daerah pedesaan tidak memiliki akses ke pendampingan hukum yang berkualitas.

Keadaan minimnya perlindungan hukum terhadap guru ini semakin di perparah oleh peran media masa dan opini publik. sering kali Media massa dan media sosial memperbesar kasus-kasus yang melibatkan guru. Ketidakseimbangan dalam pemberitaan ihi dapat menggiring dan membentuk opini publik semakin menyudutkan guru sebelum proses hukum berjalan secara objektif. Hal ini sejalan dengan studi Sutrisno (2021) dalam Jurnal Pendidikan dan Hukum, yang menyatakan bahwa publikasi media sering kali mengabaikan fakta-fakta pendukung yang dapat meringankan posisi guru.

 

Langkah untuk Memperbaiki Perlindungan Hukum

Untuk mengatasi permasalahan ini, perlindungan hukum bagi guru adalah hal yang mutlak di perlukan dan sangat penting guna menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif. Guru yang merasa terlindungi secara hukum pasti akan lebih nyaman serta mampu menjalankan tugasnya secara maksimal tanpa rasa takut akan risiko hukum yang tidak adil. Di Indonesia, meskipun sudah ada regulasi yang menjamin perlindungan bagi guru, implementasinya masih memerlukan perbaikan. Oleh karena itu, langkah-langkah berikut dapat menjadi solusi untuk memperbaiki perlindungan hukum bagi guru. Langkah-langkah tersenut diantaranya:

1.       Peningkatan Pembaruan Regulasi dan Perlindungan Hukum

Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen memang sudah memuat tentang hak perlindungan kepada guru, namun masih bersifat umum, sehingga banyak celah hukumyang bisa menjerat guru. Perlu ada pembaruan atau penambahan pasal yang lebih jelas terkait dengan perlindungan hukum untuk tindakan disiplin yang dilakukan oleh guru, terutama dalam konteks pendidikan dan pengelolaan kelas.

Pemerintah harus mempertimbangkan revisi undang-undang tersebut, dengan memasukkan ketentuan yang jelas tentang hak-hak guru untuk bertindak sesuai dengan aturan pendidikan tanpa takut dikriminalisasi, selama tindakan tersebut sah dan profesional.

2.     Pendampingan Hukum yang Optimal

Dalam hal ini, guru sangat memerlukan akses mudah ke layanan hukum untuk menghindari potensi kriminalisasi. Pemerintah dapat berkolaborasi dengan lembaga bantuan hukum atau organisasi profesi seperti PGRI untuk menyediakan layanan pendampingan hukum yang dapat diakses oleh guru, baik secara daring maupun luring.

Layanan ini bisa berupa fasilitasi pembentukan paralegal untuk membantu  permasalahan hukum yang dihadapi oleh guru, pembentukan posko hukum, hotline untuk konsultasi hukum, atau aplikasi digital yang menyediakan bantuan hukum bagi guru yang menghadapi masalah.

3.     Penyuluhan kepada Masyarakat tentang Peran Guru dan Batasan Hukum

Dalam upaya untuk mengurangi potensi kriminalisasi dan penghakiman negatif terhadap guru, perlu kiranya ada penyuluhan kepada masyarakat mengenai peran guru dan batasan-batasan tindakan disiplin yang dapat diambil oleh guru. Upaya ini bisa dilakukan melalui media massa, seminar, atau acara-acara yang melibatkan masyarakat, sehingga pemahaman akan peran penting seorang guru dalam pendidikan semakin baik.

 

4.      Kolaborasi Antar Lembaga dan Organisasi Pendidikan

Agar perlindungan hukum pada guru bisa optimal dan efektif maka sangat perlu adanya kerjasama antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi profesi, penegak hukum, dan juga masyarakat. Kolaborasi ini bisa mencakup pendanaan untuk layanan hukum, pelatihan bagi guru, serta pengembangan kebijakan yang memperkuat perlindungan hukum bagi guru. Dengan melibatkan berbagai stakeholder, diharapkan akan tercipta sistem perlindungan yang lebih baik dan dapat menjangkau seluruh guru di Indonesia.

 

Kesimpulan

Hukum seharusnya memberikan perlindungan bagi guru dalam menjalankan tugasnya. Namun, lemahnya implementasi regulasi menyebabkan banyak guru merasa kecewa. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan komitmen yang lebih kuat dari pemerintah, institusi pendidikan, penegak hukum, dan juga masyarakat. Langkah nyata, seperti edukasi hukum, pendampingan, dan revisi regulasi, harus sesegera mungkin dilakukan guna menjamin dan memastikan bahwa guru akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik, aman dan tanpa rasa takut akan adanya jeratan hukum.

-----
Tentang Penulis

Haii ... Aku Baittil 'Izzah. Teman - teman dan keluargaku memanggilku Betty . Memang unik sih darimana dipanggil Betty ? ..

Usiaku udah lebih 40 tahun di Agustus ini namun aku belum punya keahlian dan hasil karya sama sekali.

Aku pernah kuliah di UII Jogja FIAI Syari'ah AS dan aku lanjutkan di Unisma Malang  dengan fakultas dan jurusan yang sama karena suatu hal aku harus transfer pada saat itu.

Aku tidak punya hal yang aku sukai ataupun keahlian khusus yang membuat aku istimewa .

Lulus kuliah aku harus mengajar di salah satu MTs tertua di Kota Batu dengan mata pelajaran yang bukan jurusanku. B Arab 13 THN lho ... Bukan waktu yang pendek untuk bisa dikata dengan tidak suka sih  ....

Karena kewajiban dan aturan aku mengambil Akta 4 salah satu persyaratan untuk mengajar pada saat itu aku ambil di STIT Raden Rahmad yang sekarang biasa dikenal dengan Unira Malang.

13 THN berlalu di Batu aku memutuskan pulang ke kampung suami untuk melaksanakan tugas negara sesuai dengan aturan atas bidangku dan mengabdikan jiwa dan raga ini di SMP Negeri 2 Kasembon Kab Malang.

Aku hidup di dua dunia dua lingkungan yang semuanya aku lakukan atas kehendak Illahi pastinya atas penataan hidupku ini dan pasti inilah yang terbaik. Hingga aku juga berkesempatan mendapat gelar Magister di IAIN Kediri dengan jurusan yang sesuai dengan tugasku sebagai Guru Pendidikan Agama Islam.

 Aku asli Kediri lahir di Kediri tetapi bermukim di Kabupaten Malang kecamatan paling Barat sebagai ibu rumah tangga dengan 3 anak cewek semua.

Menjalani apa yang sudah digariskan oleh Alloh adalah keikhlasan dalam hidupku.

Sedikit kata yang mungkin bisa menjadi peganganku untuk selalu melangkah dengan pasti.

Tetap menjadi yang biasa di mata manusia, menjadi yang terbaik di mata orangtu dan berusaha menjadi yang paling istimewa di mata Alloh ... Aamiin 🌼

____bettyizzaaden___


-----

Referensi

1.     Detik News. (2023). Yurisprudensi MA: Guru Tak Bisa Dipidana karena Mendisiplinkan Siswa. Diakses dari: https://news.detik.com.

2.     Hartono, A. (2020). "Akses Layanan Hukum bagi Guru di Daerah Terpencil". Jurnal Pendidikan dan Hukum, 10(2), 33-47.

3.     Kompas.id. (2024). Perlindungan Hukum Guru Masih Lemah. Diakses dari: https://www.kompas.id.

4.     Kompas.id. 2024. Guru Masih Rentan Terjerat Hukum dalam Mendidik Siswa. Diakses dari https://www.kompas.id/artikel/guru-masih-rentan-terjerat-hukum-dalam-mendidik-siswa

5.     Kumparan.com. 2024. Urgensi Perlindungan Hukum Bagi Guru: STOP Kriminalisasi Pendidikan. Diakses dari https://kumparan.com/akuuu-capcuters/urgensi-perlindungan-hukum-bagi-guru-stop-kriminalisasi-pendidikan-23loG3B03aF/1

6.     Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

7.     Pikiran Rakyat. (2024). Kasus Guru yang Terjerat Hukum karena Mendisiplinkan Siswa. Diakses dari: https://sleman.pikiran-rakyat.com

8.     Sutrisno, A. (2021). "Kriminalisasi Guru dalam Sistem Pendidikan Indonesia". Jurnal Pendidikan dan Hukum, 12(1), 45-56.

9.   Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Hukum dan Guru: Harapan yang Berujung Kekecewaan

Trending Now