![]() |
Gus Isroqunnajah tunjukkan buku Ketahanan Pernikahan dalam Perspektif Hukum Islam dan Psikologi./dok. JSN-ANS |
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM - Wakil Rektor IV UIN Malang, Dr. H. Isroqunnajah, M.Ag., berbagi inspirasi dan literasi tentang pernikahan melalui buku yang ditulisnya.
Bersama Umdatul Khoirot dan Agus Iqbal Hawabi, Dr. Isroqunnajah menulis buku Ketahanan Pernikahan dalam Perspektif Hukum Islam dan Psikologi.
Menanggapi isu pernikahan yang sering menjadi perbincangan masyarakat, pria yang akrab disapa Gus Isroqqunajah ini menganggap bukunya sangat relate dengan isu-isu yang beredar.
"Sesungguhnya pernikahan adalah hal yang sangat biologis, logis, dan sistematis, karena Allah sudah mengeluarkan pernyataan bahwa tiap orang akan menikah dengan lawan jenisnya," buka Gus Isroqunnajah saat ditemui JSN di kantornya, Rabu (12/2).
"Selain itu, Allah memberikan kita (manusia) naluri (gharizah) untuk keberagamaan alias mencari Tuhan. Lalu, naluri untuk survive, yakni tidak ada orang yang ingin mati. Kemudian, naluri hidup berpasang-pasangan. Ketiganya itu ada di dalam diri kita," tuturnya.
Dia menjelaskan, naluri keberagamaan muncul untuk mencari tahu bagaimana bisa seimbang dan berimbas pada tumbuh-kembang manusia.
Jika manusia mencari kejelasan dan kebenaran (tabayyun), Allah kemudian memfasilitasi dengan ritual keagamaan, seperti salat, zakat, dan puasa untuk memenuhi kebutuhan naluri keberagamaan.
Kemudian, untuk naluri survive, Allah memperkenankan manusia untuk makan dan minum yang halal dan sehat serta yang tidak menjerumuskan diri ke hal-hal yang tidak baik.
Lanjut ke naluri berpasang-pasangan, manusia diberi tanggung jawab oleh Allah untuk mengelola ketenangan (sakinah).
"Sakinah itu tidak untuk menuntut tetapi kita yang menciptakan. Sakinah dipengaruhi banyak hal, yang kemudian membuat ketenangan dinamis. Kalau istilah banyak orang adalah harmoni. Tetapi, yang sebenarnya adalah ketenangan dinamis," imbuhnya.
Gus Isro menjelaskan, Allah memiliki pernyataan bahwa 'Ala bidzikrillahi tathmainnul qulub' dari Surat Ar-Ra'd ayat 28 yang berkaitan dengan ketenangan hati. Tetapi, di Indonesia seringkali dimaksud sebagai ketenangan statis, sedangkan yang sebenarnya adalah ketenangan dinamis.
"Ketenangan dinamis ini seperti ketika di awal bulan ada rezeki, berbahagia, lalu kebutuhannya banyak tetapi pendapatan tidak cukup. Ini yang kemudian bisa menjadi masalah. Tetapi, inilah yang saya sebut sebagai ketenangan dinamis yang harus bisa kita kelola dalam situasi apa pun," bebernya.
"Kita harus bisa saling menyayangi dan mencintai dalam situasi apa pun serta dalam kekurangan dan kelebihan apa pun. Inilah yang harus dikelola sebaik mungkin dalam berumah tangga," lanjutnya.
Rumah tangga menurut Gus Isro diibaratkan sebagai pertemuan dua gelas kaca yang harus tidak pecah ketika bergesekan. "Jadi, kita harus berpikir dengan baik agar gelas itu tidak pecah ketika bergesekan," ucapnya.
Karena itu, menurutnya perlu ada ketenangan ketika menghadapi masalah dan ketika dimotivasi untuk bisa mencapai banyak hal dalam hierarki dalam kebutuhannya. "Seperti setelah menikah ingin punya anak, punya kekayaan, aset rumah, aset kendaraan, dan aset lainnya yang dibutuhkan dalam kehidupan berkeluarga," sambungnya.
Itu semua menurut Isro tidak hanya butuh waktu, tetapi juga butuh pemahaman untuk sadar. Kesadaran itu harus muncul pada mereka tentang perkawinan dengan harapannya agar perkawinan itu dapat berjalan jauh lebih baik lagi.
Inilah mengapa, kehadiran agama menjadi penting untuk memfasilitasi dengan bimbingan perkawinan (bimwin) dan bimbingan remaja usia nikah (BRUN). Sebetulnya ini ada di Indonesia tetapi menurut Gus Isro belum masif.
"Sehingga, siapa pun orangnya yang hendak menikah harus ikut bimwin. Sebelum ikut bimwin yang diselenggarakan Kemenag, maka KUA seharusnya tidak boleh melaksanakan perkawinan. Karena, kita harus bisa memiliki persiapan minimal bahwa orang-orang yang akan menikah adalah orang yang betul-betul paham kapasitas sebagai suami dan istri, serta tahu apa hak dan tanggung jawabnya," paparnya.
Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Pengembangan Lembaga ini juga menyebut bahwa almarhum Muhammad Tholcah Hasan yang pernah menjabat Menteri Agama RI (1999-2001), pernah memberi pernyataan bahwa ada banyak perceraian yang disebabkan pernikahan dini.
"Jadi, perkawinan usia dini dapat menyebabkan rusaknya rumah tangga. Sebab, ini ada kaitannya dengan faktor kedua yakni minimnya pengetahuan tentang filosofi dari perkawinan dan syariatnya," beber Gus Isro.
"Jadi, mereka kurang tahu tentang perkawinan itu apa, bagaimana perkawinan itu dilakukan, dan mengapa perkawinan harus dilakukan," sambungnya.
Menurut Pakar Hukum Keluarga Islam ini, masih banyak orang yang menyederhanakan bahwa perkawinan hanya tentang hubungan suami-istri. Jadi, pemahaman banyak orang masih sangat dangkal, karena sebatas aspek biologis saja yang dimengerti. Padahal, perkawinan lebih dari itu.
"Mohon maaf sebelumnya nggih, seandainya perkawinan hanya sebatas untuk pemenuhan hawa nafsu maka di usia-usia yang sudah tidak lagi produktif, mereka akan banyak mengajukan perceraian. Namun, pada kenyataannya tidak," ucapnya.
Dengan indikator tersebut, maka di usia perak hingga usia emas perkawinan masih bisa membuktikan bahwa di usia yang sudah tidak lagi produktif masih bisa untuk membangun keluarga yang harmoni.
Namun, jumlah ini kemudian direduksi oleh kalangan pemuda dan kaum belia yang hanya mengetahui pernikahan hanya sebatas hubungan seksual semata.
Faktor lain penyebab perceraian menurut Gus Isroqunnajah yakni pengaruh lingkungan. Bisa berupa lingkungan pekerjaan dan orang lain, yang kemudian membuat seseorang terjerumus dan bertindak yang tak semestinya.
"Jadi, harus ada contoh-contoh dari orang-orang yang sudah melakukan perkawinan dari usia perak hingga usia emas dalam perkawinan. Kita harus melihat testimoni-testimoni dan mau belajar dari orang lain yang sudah berkeluarga, memiliki anak--apalagi kalau anaknya banyak, dan tentang bagaimana mereka bisa mengelolanya," jelasnya.
"Inilah yang kemudian bisa membuat kita belajar dan termotivasi, hingga mampu berintrospeksi agar kita mendapat pengalaman yang sekiranya serupa dengan para teladan tersebut. Jadi, kita bisa melakukan adopsi dan mengadaptasi dalam konteks berkeluarga," tambahnya.
Gus Isro juga mengibaratkan peraturan dalam pernikahan seperti peraturan lalu-lintas. Aturan lalu-lintas dibuat untuk meminimalkan terjadinya pelanggaran lalu-lintas.
Kalau pengguna jalan tidak tahu aturan, maka probabilitas kecelakaannya akan tinggi. Termasuk, bagi yang tahu aturan lalu-lintas juga tidak menutup kemungkinan akan ada yang melakukan pelanggaran lalu-lintas.
"Sehingga, saya mengajak kepada semuanya untuk mengetahui adanya maksud dan tujuan dari perkawinan yang kemudian juga diatur secara syariat, bahwa perkawinan menjadi bagian dari kehidupan manusia, dan itu tidak hanya butuh waktu tetapi juga butuh adanya pemahaman dari masing-masing tentang perkawinan," urainya.
Gus Isro mengajak semua pihak untuk bersama-sama memberikan sosialisasi kepada masyarakat betapa pentingnya mengetahui rukun-rukun perkawinan dan bagaimana mengelola perkawinan.
"Dulu ketika awal menikah, saya juga diminta ibu saya untuk sowan ke orang-orang sepuh agar dapat cerita dari mereka yang sudah ahli dalam mengelola perkawinannya. Inilah yang membuat saya juga ingin berbagi kepada masyarakat lewat tulisan," ucapnya saat mengenang pengalamannya sebagai manten anyar kala itu.
Dari sini dapat diketahui bahwa Gus Isro mengajak masyarakat untuk melek literasi terkait pernikahan sebelum memutuskan untuk menikah.
Begitu pula kepada orang-orang di sekitarnya untuk senantiasa berkenan memberi pencerahan kepada kaum muda-mudi yang minim edukasi tentang pernikahan. ***
Penulis: YAN