Pasang iklan disini

 

Guru: Pilar Pendidikan yang Bermakna

Admin JSN
02 Februari 2025 | 19.08 WIB Last Updated 2025-02-03T06:31:49Z

 

cr: Berbagi Ilmu

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Pendidikan memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa, termasuk bagi bangsa Indonesia. Dengan pendidikan yang baik, kualitas sumber daya manusia suatu negara dapat ditingkatkan, yang pada gilirannya akan membawa kemajuan bagi bangsa tersebut. Pendidikan bukan hanya tentang peningkatan kualitas individu, tetapi juga tentang membangun karakter yang berakar pada nilai luhur bangsa, semangat nasionalisme, integritas, dan kepribadian yang tangguh. 

Pentingnya pendidikan bagi generasi bangsa Indonesia juga tercermin dalam upaya pemerintah untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik guna mencapai visi Indonesia Maju pada tahun 2045. Salah satu fokus utama APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) adalah pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia) untuk menciptakan SDM unggul. Dukungan APBN terhadap Pendidikan Nasional menjadi kunci dalam mencapai visi tersebut (Putra, 2022).

Guru sebagai ujung tombak untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik guna mencapai visi Indonesia Maju dengan meningkatkan kualitas individu, membangun kepribadian yang tangguh yang didasari nilai luhur bangsa, semangat nasionalisme dan integritas. Guru adalah elemen utama dalam dunia pendidikan yang memegang peran strategis dalam membentuk karakter, keilmuan, dan masa depan generasi penerus. Tanggung jawab seorang guru tidak hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran di kelas, tetapi juga mencakup berbagai aspek yang lebih luas, termasuk moral, sosial, dan emosional.

Dalam menjalankan tugasnya, seorang guru bertindak sebagai pendidik, pembimbing, motivator, dan teladan bagi murid-muridnya. Sebagai pendidik, seorang guru tidak hanya bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan tetapi juga bertanggung jawab untuk membentuk karakter, moral, dan kepribadian siswa. Sebagai pembimbing, seorang guru memberikan bimbingan dan pengarahan membantu siswa berkembang menjadi individu yang baik secara intelektual, emosional, dan sosial. 

Guru sebagai motivator, memberikan dorongan dan semangat kepada muridnya untuk belajar, menumbuhkan minat, serta membantu mereka mengatasi hambatan dalam proses pembelajaran. Dan sebagai teladan, guru memberikan inspirasi, menjadi contoh bagi siswa dalam hal berperilaku, sikap, dan nilai-nilai moral, sehingga dapat diteladani oleh peserta didik.

Sebagai pendidik, seorang guru berhak untuk menegur muridnya yang tidak sejalan dengan nilai-nilai norma yang berlaku. Sebagai pembimbing, seorang guru harus mengarahkan muridnya yang keliru. Guru yang baik adalah guru yang peduli terhadap murid-muridnya. Salah satu kepedulian guru ini tercermin dalam peringatan yang ia berikan kepada muridnya yang keliru, melakukan kesalahan, dan melanggar norma yang berlaku. Peringatan ini berupa teguran secara lisan, hukuman non-fisik dan bahkan hukuman fisik.

Di tahun 2024 kemarin, dunia pendidikan di Indonesia dihebohkan dengan berita guru yang dilaporkan ke pihak kepolisian oleh orang tua siswa atau pihak lain. Sederet kasus-kasus ini membanjiri platform media sosial. Beberapa kasus ini antara lain Sambudi di Sidoarjo (dilaporkan gara-gara mencubit siswanya karena tidak mau shalat berjamaah), Masse di Sulawesi Tenggara (diduga menganiaya muridnya), Zaharman di Bengkulu (matanya diketapel orang tua siswa yang tidak terima anaknya dimarahi karena merokok), Khusnul Khotimah di Jombang (dilaporkan gara-gara dianggap lalai menjaga siswanya saat olahraga hingga cedera), Supriyani di Konawe Selatan (dituduh memukul siswa yang merupakan anak dari seorang anggota polisi) , dan Subhan di Malang (dilaporkan karena mendisiplinkan muridnya yang memakinya dengan kata kotor) (Nanda, 2024; Putri, 2024).

Kasus-kasus seperti ini menunjukkan perubahan budaya di mana orang tua dan siswa semakin mempertanyakan otoritas guru. Di satu sisi, laporan seperti ini dapat berfungsi sebagai pengingat penting bahwa kekerasan dan praktik otoriter dalam pendidikan tidak boleh diterima. Sebaliknya, ada kekhawatiran bahwa guru menjadi terlalu takut untuk menerapkan disiplin, yang pada akhirnya dapat mengurangi kualitas pembelajaran.

Otoritas dan hak guru

Otoritas guru dalam mendisiplinkan murid adalah bagian penting dari peran guru sebagai pendidik dan pembimbing. Otoritas ini berkaitan dengan tanggung jawab dan hak guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, menghormati aturan, serta membantu murid mengembangkan sikap dan perilaku yang baik.

Mengacu pada Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru disebutkan bahwa:

“Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang diterapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya."

Hal inilah yang menjadi dasar bagi seorang guru untuk mendisiplinkan muridnya.

Dalam menjalankan tugasnya seorang guru berhak untuk mendapatkan perlindungan. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 40 ayat (1):

“Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, Organisasi Profesi Guru, dan/atau Masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.”

Kemudian lebih lanjut dijelaskan bahwa pemerintah dan atau masyarakat seyogyanya memberikan rasa aman dan jaminan keselamatan guru dalam menjalankan tugasnya sebagaimana tercantum dalam pasal 40 ayat (2):

“Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Guru melalui perlindungan: a. hukum; b. profesi; dan c. keselamatan dan kesehatan kerja.”

Guru yang merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan tugasnya akan mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Rasa aman ini memungkinkan mereka untuk fokus pada pengajaran tanpa khawatir akan ancaman fisik maupun psikologis. Sama seperti orang tua yang ingin anak-anaknya merasa aman di sekolah, guru juga berhak mendapatkan perlindungan yang sama. Hal ini mencakup perlindungan dari ancaman fisik, verbal, atau perlakuan tidak adil dari siswa maupun orang tua.

Ketika guru merasa tidak aman, hal ini dapat memengaruhi kualitas pengajaran. Sebaliknya, guru yang merasa terlindungi akan lebih bersemangat untuk mengembangkan metode pembelajaran yang inovatif dan mendidik siswa dengan sepenuh hati. Dengan menghormati dan melindungi guru, orang tua memberikan teladan kepada anak-anak mereka tentang pentingnya menghargai orang lain, khususnya mereka yang berkontribusi dalam kehidupan anak-anak. Hal ini yang perlu dipahami oleh setiap elemen masyarakat terutama para orang tua/wali dari peserta didik.

Batasan Otoritas

Guru memiliki peran sentral dalam membentuk karakter dan intelektual siswa. Namun, tantangan yang dihadapi guru dalam mendisiplinkan siswa sering kali berbenturan dengan persepsi orang tua tentang apa yang dianggap sebagai "batas kewajaran". Beberapa kasus yang mencuat di media menunjukkan bahwa tindakan disiplin, seperti memberi hukuman fisik ringan atau teguran keras, dapat dianggap sebagai pelanggaran yang cukup untuk dilaporkan ke polisi.

Kita sepakat bahwa kekerasan dan praktik otoriter dalam pendidikan tidak boleh diterima. Otoritas guru harus dijalankan tanpa menggunakan kekerasan fisik atau verbal. Bentuk hukuman yang melibatkan pelecehan atau penghinaan tidak diperbolehkan. Hukuman yang diberikan harus sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan murid. Pasal 39 ayat (2) (Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, 2008) menyatakan:

“Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan.”

Ketika memberikan hukuman kepada murid, seorang guru perlu memahami kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan sehingga hukuman yang diberikan bersifat mendidik.

Siswa termasuk dalam kelompok anak-anak yang menjadi subjek perlindungan hukum. Dalam pasal 54 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa:

“Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.”

Penting bagi guru untuk memastikan bahwa sanksi yang diberikan proporsional, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan, serta tidak mengandung unsur kekerasan atau diskriminasi. Hal ini untuk menjaga keseimbangan antara penegakan disiplin dan perlindungan hak-hak siswa.

Implikasi

Fenomena guru dilaporkan polisi oleh orang tua siswa membawa dampak serius bagi dunia pendidikan. Guru yang merasa tidak terlindungi secara hukum cenderung mengurangi keterlibatan mereka dalam upaya mendisiplinkan siswa. Guru mungkin menjadi lebih berhati-hati atau bahkan takut untuk mengambil tindakan disiplin terhadap siswa, khawatir akan berujung pada pelaporan hukum. 

Guru yang terus-menerus khawatir akan dampak hukum dari tindakan mereka mungkin merasa tertekan. Tekanan ini dapat membuat guru kehilangan semangat untuk memberikan bimbingan yang tegas dan mengurangi keinginan mereka untuk berpartisipasi aktif dalam pembentukan karakter siswa. Guru mungkin memilih untuk menghindari konfrontasi langsung dengan siswa yang bermasalah, yang dapat mengarah pada pendekatan yang kurang tegas dalam menangani pelanggaran disiplin. 

Kemudian sebagian guru dapat membatasi peran mereka hanya pada pengajaran materi akademik dan mengabaikan aspek pembentukan karakter atau disiplin siswa. Akibatnya, siswa mungkin merasa kurang diawasi atau bahkan merasa kebal terhadap konsekuensi tindakan mereka.

Jika tindakan disiplin guru sering dipermasalahkan, otoritas guru di mata siswa dapat menurun, yang dapat mengakibatkan siswa menjadi kurang disiplin atau tidak menghormati peraturan. Beberapa siswa mungkin merasa bahwa mereka bisa mengabaikan peraturan karena tahu guru tidak memiliki kebebasan untuk mendisiplinkan mereka. 

Mengabaikan peraturan menghambat siswa dalam belajar tentang nilai-nilai penting seperti tanggung jawab, kerjasama, dan rasa hormat. Kebiasaan ini dapat berkembang menjadi sikap apatis terhadap norma sosial dan hukum di luar lingkungan sekolah. Siswa yang tidak memiliki kontrol diri atau kesadaran akan pentingnya aturan berisiko lebih tinggi untuk terlibat dalam perilaku negatif, seperti perkelahian, bullying, atau bahkan pelanggaran hukum di luar sekolah.

Ketidakdisiplinan yang meluas dapat menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi siswa maupun guru. Jika banyak siswa mengabaikan peraturan, suasana sekolah bisa menjadi kacau dan sulit dikendalikan. Guru harus menghabiskan lebih banyak waktu dan energi untuk mengelola perilaku siswa daripada fokus pada pengajaran. Ini bisa mengurangi kualitas pembelajaran secara keseluruhan. Akibatnya, prestasi akademik cenderung menurun.

Refleksi dan Solusi

Untuk mencegah kasus guru dilaporkan polisi oleh orang tua siswa di masa depan, semua pihak harus bekerja sama. Sekolah perlu meningkatkan komunikasi dengan orang tua melalui forum diskusi rutin, sehingga perbedaan persepsi tentang disiplin dapat diminimalkan. Guru juga perlu dilatih dalam manajemen konflik dan metode disiplin yang efektif tetapi tetap humanis.

Di sisi lain, orang tua harus memahami bahwa mendidik anak adalah tanggung jawab bersama. Mempercayai guru sebagai bagian dari komunitas yang membantu membentuk karakter anak sangatlah penting. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi guru, sekaligus memperkuat regulasi terkait hak siswa.

Penutup

Guru adalah landasan utama dalam menciptakan generasi yang cerdas, berakhlak mulia, dan berdaya saing. Melalui dedikasi dan komitmen, guru tidak hanya mengubah kehidupan individu murid, tetapi juga membangun masa depan bangsa. Oleh karena itu, sudah sepatutnya profesi guru mendapatkan penghargaan dan dukungan yang setimpal agar mereka dapat terus memberikan kontribusi terbaiknya dalam dunia pendidikan.

----

Biodata Penulis

Nama saya Agus Adi Purnawan Yela, lahir di Desa Kombutokan, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Saya merupakan guru di SMP Ar-Rohmah Boarding School Malang dengan minat besar di bidang pendidikan, hukum dan manajemen SDM.

Pendidikan formal saya ditempuh di Universitas Islam Malang dengan fokus pada Hukum Keluarga Islam. Saat ini saya sedang menyelesaikan program pendidikan magister di Universitas Negeri Jakarta dengan fokus pada Manajemen SDM. Selama menempuh pendidikan, saya aktif dalam organisasi UKM Resismen Mahasiswa (Menwa) 836/Macan Putih Unisma, yang memberikan saya pengalaman berharga dalam leadership (kepemimpinan) dan kedisiplinan. 

-----

Daftar Pustaka

Nanda, F. P. (2024, December 16). Begini Kisah di Balik Guru asal Kromengan Malang yang Dipolisikan karena Pukul Murid Nakal, Kerap Diteriaki Siswa agar Mengajar Lagi. Jawa Pos Radar Malang. https://radarmalang.jawapos.com/pendidikan/815426321/begini-kisah-di-balik-guru-asal-kromengan-malang-yang-dipolisikan-karena-pukul-murid-nakal-kerap-diteriaki-siswa-agar-mengajar-lagi

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, Pub. L. No. 74, Peraturan Pemerintah (PP) (2008).

Putra, T. S. A. (2022, May 9). Pendidikan Kunci Utama Kemajuan Bangsa. Artikel Direktorat Jendral Kekayaan Negara. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/15010/Pendidikan-Kunci-Utama-Kemajuan-Bangsa.html

Putri, E. A. (2024, October 27). Mirisnya Nasib Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Kita: Mata Buta karena Diketapel hingga Dijebloskan ke Penjara  . Www.Pikiran-Rakyat.Com . https://www.pikiran-rakyat.com/news/pr-018714932/mirisnya-nasib-pahlawan-tanpa-tanda-jasa-kita-mata-buta-karena-diketapel-hingga-dijebloskan-ke-penjara?page=all

Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Pub. L. No. 35, Undang-undang (UU) (2014).
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Guru: Pilar Pendidikan yang Bermakna

Trending Now