cr: Berbagi Ilmu |
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Pendidikan memiliki peran yang sangat penting bagi kemajuan suatu bangsa, termasuk bagi bangsa Indonesia. Dengan pendidikan yang baik, kualitas sumber daya manusia suatu negara dapat ditingkatkan, yang pada gilirannya akan membawa kemajuan bagi bangsa tersebut. Pendidikan bukan hanya tentang peningkatan kualitas individu, tetapi juga tentang membangun karakter yang berakar pada nilai luhur bangsa, semangat nasionalisme, integritas, dan kepribadian yang tangguh.
Pentingnya pendidikan bagi generasi
bangsa Indonesia juga tercermin dalam upaya pemerintah untuk menciptakan sistem
pendidikan yang lebih baik guna mencapai visi Indonesia Maju pada tahun 2045.
Salah satu fokus utama APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) adalah
pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia) untuk menciptakan SDM unggul. Dukungan
APBN terhadap Pendidikan Nasional menjadi kunci dalam mencapai visi tersebut
Guru sebagai ujung tombak
untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih baik guna mencapai visi
Indonesia Maju dengan meningkatkan kualitas individu, membangun kepribadian
yang tangguh yang didasari nilai luhur bangsa, semangat nasionalisme dan
integritas. Guru adalah elemen utama dalam dunia pendidikan yang memegang peran
strategis dalam membentuk karakter, keilmuan, dan masa depan generasi penerus.
Tanggung jawab seorang guru tidak hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran
di kelas, tetapi juga mencakup berbagai aspek yang lebih luas, termasuk moral,
sosial, dan emosional.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang guru bertindak sebagai pendidik, pembimbing, motivator, dan teladan bagi murid-muridnya. Sebagai pendidik, seorang guru tidak hanya bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan tetapi juga bertanggung jawab untuk membentuk karakter, moral, dan kepribadian siswa. Sebagai pembimbing, seorang guru memberikan bimbingan dan pengarahan membantu siswa berkembang menjadi individu yang baik secara intelektual, emosional, dan sosial.
Guru sebagai motivator, memberikan
dorongan dan semangat kepada muridnya untuk belajar, menumbuhkan minat, serta
membantu mereka mengatasi hambatan dalam proses pembelajaran. Dan sebagai
teladan, guru memberikan inspirasi, menjadi contoh bagi siswa dalam hal berperilaku,
sikap, dan nilai-nilai moral, sehingga dapat diteladani oleh peserta didik.
Sebagai pendidik, seorang
guru berhak untuk menegur muridnya yang tidak sejalan dengan nilai-nilai norma
yang berlaku. Sebagai pembimbing, seorang guru harus mengarahkan muridnya yang
keliru. Guru yang baik adalah guru yang peduli terhadap murid-muridnya. Salah
satu kepedulian guru ini tercermin dalam peringatan yang ia berikan kepada
muridnya yang keliru, melakukan kesalahan, dan melanggar norma yang berlaku. Peringatan
ini berupa teguran secara lisan, hukuman non-fisik dan bahkan hukuman fisik.
Di tahun 2024 kemarin,
dunia pendidikan di Indonesia dihebohkan dengan berita guru yang dilaporkan ke
pihak kepolisian oleh orang tua siswa atau pihak lain. Sederet kasus-kasus ini
membanjiri platform media sosial. Beberapa kasus ini antara lain Sambudi di
Sidoarjo (dilaporkan gara-gara mencubit siswanya karena tidak mau shalat
berjamaah), Masse di Sulawesi Tenggara (diduga menganiaya muridnya), Zaharman
di Bengkulu (matanya diketapel orang tua siswa yang tidak terima anaknya
dimarahi karena merokok), Khusnul Khotimah di Jombang (dilaporkan gara-gara
dianggap lalai menjaga siswanya saat olahraga hingga cedera), Supriyani di
Konawe Selatan (dituduh memukul siswa yang merupakan anak dari seorang anggota
polisi) , dan Subhan di Malang (dilaporkan karena mendisiplinkan muridnya yang
memakinya dengan kata kotor)
Kasus-kasus seperti ini
menunjukkan perubahan budaya di mana orang tua dan siswa semakin mempertanyakan
otoritas guru. Di satu sisi, laporan seperti ini dapat berfungsi sebagai
pengingat penting bahwa kekerasan dan praktik otoriter dalam pendidikan tidak
boleh diterima. Sebaliknya, ada kekhawatiran bahwa guru menjadi terlalu takut
untuk menerapkan disiplin, yang pada akhirnya dapat mengurangi kualitas
pembelajaran.
Otoritas dan hak guru
Otoritas guru dalam
mendisiplinkan murid adalah bagian penting dari peran guru sebagai pendidik dan
pembimbing. Otoritas ini berkaitan dengan tanggung jawab dan hak guru untuk
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, menghormati aturan, serta
membantu murid mengembangkan sikap dan perilaku yang baik.
Mengacu pada Pasal 39
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru disebutkan bahwa:
“Guru memiliki kebebasan
memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma
kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang
diterapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan
dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya."
Hal inilah yang menjadi
dasar bagi seorang guru untuk mendisiplinkan muridnya.
Dalam menjalankan
tugasnya seorang guru berhak untuk mendapatkan perlindungan. Sebagaimana disebutkan
dalam pasal 40 ayat (1):
“Guru berhak mendapat
perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan
keselamatan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, Organisasi
Profesi Guru, dan/atau Masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing.”
Kemudian lebih lanjut
dijelaskan bahwa pemerintah dan atau masyarakat seyogyanya memberikan rasa aman
dan jaminan keselamatan guru dalam menjalankan tugasnya sebagaimana tercantum
dalam pasal 40 ayat (2):
“Rasa aman dan jaminan
keselamatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperoleh Guru melalui perlindungan: a. hukum; b. profesi; dan c. keselamatan
dan kesehatan kerja.”
Guru yang merasa aman dan
nyaman dalam melaksanakan tugasnya akan mampu menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif. Rasa aman ini memungkinkan mereka untuk fokus pada pengajaran
tanpa khawatir akan ancaman fisik maupun psikologis. Sama seperti orang tua
yang ingin anak-anaknya merasa aman di sekolah, guru juga berhak mendapatkan
perlindungan yang sama. Hal ini mencakup perlindungan dari ancaman fisik,
verbal, atau perlakuan tidak adil dari siswa maupun orang tua.
Ketika guru merasa tidak
aman, hal ini dapat memengaruhi kualitas pengajaran. Sebaliknya, guru yang
merasa terlindungi akan lebih bersemangat untuk mengembangkan metode
pembelajaran yang inovatif dan mendidik siswa dengan sepenuh hati. Dengan
menghormati dan melindungi guru, orang tua memberikan teladan kepada anak-anak
mereka tentang pentingnya menghargai orang lain, khususnya mereka yang
berkontribusi dalam kehidupan anak-anak. Hal ini yang perlu dipahami oleh
setiap elemen masyarakat terutama para orang tua/wali dari peserta didik.
Batasan Otoritas
Guru memiliki peran
sentral dalam membentuk karakter dan intelektual siswa. Namun, tantangan yang
dihadapi guru dalam mendisiplinkan siswa sering kali berbenturan dengan
persepsi orang tua tentang apa yang dianggap sebagai "batas
kewajaran". Beberapa kasus yang mencuat di media menunjukkan bahwa
tindakan disiplin, seperti memberi hukuman fisik ringan atau teguran keras,
dapat dianggap sebagai pelanggaran yang cukup untuk dilaporkan ke polisi.
Kita sepakat bahwa kekerasan
dan praktik otoriter dalam pendidikan tidak boleh diterima. Otoritas guru harus
dijalankan tanpa menggunakan kekerasan fisik atau verbal. Bentuk hukuman yang
melibatkan pelecehan atau penghinaan tidak diperbolehkan. Hukuman yang
diberikan harus sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan murid. Pasal
39 ayat (2)
“Sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan
maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah
pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan.”
Ketika memberikan hukuman
kepada murid, seorang guru perlu memahami kaidah pendidikan, kode etik guru,
dan peraturan perundang-undangan sehingga hukuman yang diberikan bersifat
mendidik.
Siswa termasuk dalam
kelompok anak-anak yang menjadi subjek perlindungan hukum. Dalam pasal 54 ayat
(1)
“Anak di dalam dan di
lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan
fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh
pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.”
Penting bagi guru untuk
memastikan bahwa sanksi yang diberikan proporsional, adil, dan sesuai dengan
prinsip-prinsip pendidikan, serta tidak mengandung unsur kekerasan atau
diskriminasi. Hal ini untuk menjaga keseimbangan antara penegakan disiplin dan
perlindungan hak-hak siswa.
Implikasi
Fenomena guru dilaporkan polisi oleh orang tua siswa membawa dampak serius bagi dunia pendidikan. Guru yang merasa tidak terlindungi secara hukum cenderung mengurangi keterlibatan mereka dalam upaya mendisiplinkan siswa. Guru mungkin menjadi lebih berhati-hati atau bahkan takut untuk mengambil tindakan disiplin terhadap siswa, khawatir akan berujung pada pelaporan hukum.
Guru yang terus-menerus khawatir akan dampak hukum dari tindakan mereka mungkin merasa tertekan. Tekanan ini dapat membuat guru kehilangan semangat untuk memberikan bimbingan yang tegas dan mengurangi keinginan mereka untuk berpartisipasi aktif dalam pembentukan karakter siswa. Guru mungkin memilih untuk menghindari konfrontasi langsung dengan siswa yang bermasalah, yang dapat mengarah pada pendekatan yang kurang tegas dalam menangani pelanggaran disiplin.
Kemudian sebagian guru dapat
membatasi peran mereka hanya pada pengajaran materi akademik dan mengabaikan
aspek pembentukan karakter atau disiplin siswa. Akibatnya, siswa mungkin merasa
kurang diawasi atau bahkan merasa kebal terhadap konsekuensi tindakan mereka.
Jika tindakan disiplin guru sering dipermasalahkan, otoritas guru di mata siswa dapat menurun, yang dapat mengakibatkan siswa menjadi kurang disiplin atau tidak menghormati peraturan. Beberapa siswa mungkin merasa bahwa mereka bisa mengabaikan peraturan karena tahu guru tidak memiliki kebebasan untuk mendisiplinkan mereka.
Mengabaikan peraturan menghambat siswa dalam belajar tentang
nilai-nilai penting seperti tanggung jawab, kerjasama, dan rasa hormat. Kebiasaan
ini dapat berkembang menjadi sikap apatis terhadap norma sosial dan hukum di
luar lingkungan sekolah. Siswa yang tidak memiliki kontrol diri atau kesadaran
akan pentingnya aturan berisiko lebih tinggi untuk terlibat dalam perilaku
negatif, seperti perkelahian, bullying, atau bahkan pelanggaran hukum di luar
sekolah.
Ketidakdisiplinan yang
meluas dapat menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi siswa maupun guru. Jika
banyak siswa mengabaikan peraturan, suasana sekolah bisa menjadi kacau dan
sulit dikendalikan. Guru harus menghabiskan lebih banyak waktu dan energi untuk
mengelola perilaku siswa daripada fokus pada pengajaran. Ini bisa mengurangi
kualitas pembelajaran secara keseluruhan. Akibatnya, prestasi akademik
cenderung menurun.
Refleksi dan Solusi
Untuk mencegah kasus guru
dilaporkan polisi oleh orang tua siswa di masa depan, semua pihak harus bekerja
sama. Sekolah perlu meningkatkan komunikasi dengan orang tua melalui forum
diskusi rutin, sehingga perbedaan persepsi tentang disiplin dapat diminimalkan.
Guru juga perlu dilatih dalam manajemen konflik dan metode disiplin yang
efektif tetapi tetap humanis.
Di sisi lain, orang tua
harus memahami bahwa mendidik anak adalah tanggung jawab bersama. Mempercayai
guru sebagai bagian dari komunitas yang membantu membentuk karakter anak
sangatlah penting. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk memberikan perlindungan
hukum bagi guru, sekaligus memperkuat regulasi terkait hak siswa.
Penutup
Guru adalah landasan
utama dalam menciptakan generasi yang cerdas, berakhlak mulia, dan berdaya
saing. Melalui dedikasi dan komitmen, guru tidak hanya mengubah kehidupan
individu murid, tetapi juga membangun masa depan bangsa. Oleh karena itu, sudah
sepatutnya profesi guru mendapatkan penghargaan dan dukungan yang setimpal agar
mereka dapat terus memberikan kontribusi terbaiknya dalam dunia pendidikan.
Biodata Penulis
Nama saya Agus Adi
Purnawan Yela, lahir di Desa Kombutokan, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi
Tengah. Saya merupakan guru di SMP Ar-Rohmah Boarding School Malang dengan
minat besar di bidang pendidikan, hukum dan manajemen SDM.
Pendidikan
formal saya ditempuh di Universitas Islam Malang dengan fokus pada Hukum
Keluarga Islam. Saat ini saya sedang menyelesaikan program pendidikan magister
di Universitas Negeri Jakarta dengan fokus pada Manajemen SDM. Selama menempuh
pendidikan, saya aktif dalam organisasi UKM Resismen Mahasiswa (Menwa)
836/Macan Putih Unisma, yang memberikan saya pengalaman berharga dalam leadership
(kepemimpinan) dan kedisiplinan.
Daftar
Pustaka
Nanda, F. P. (2024, December 16). Begini
Kisah di Balik Guru asal Kromengan Malang yang Dipolisikan karena Pukul Murid
Nakal, Kerap Diteriaki Siswa agar Mengajar Lagi. Jawa Pos Radar Malang.
https://radarmalang.jawapos.com/pendidikan/815426321/begini-kisah-di-balik-guru-asal-kromengan-malang-yang-dipolisikan-karena-pukul-murid-nakal-kerap-diteriaki-siswa-agar-mengajar-lagi
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74
Tahun 2008 Tentang Guru, Pub. L. No. 74, Peraturan Pemerintah (PP) (2008).
Putra, T. S. A. (2022, May 9). Pendidikan
Kunci Utama Kemajuan Bangsa. Artikel Direktorat Jendral Kekayaan Negara.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/15010/Pendidikan-Kunci-Utama-Kemajuan-Bangsa.html
Putri, E. A. (2024, October 27). Mirisnya
Nasib Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Kita: Mata Buta karena Diketapel hingga
Dijebloskan ke Penjara . Www.Pikiran-Rakyat.Com .
https://www.pikiran-rakyat.com/news/pr-018714932/mirisnya-nasib-pahlawan-tanpa-tanda-jasa-kita-mata-buta-karena-diketapel-hingga-dijebloskan-ke-penjara?page=all