![]() |
cr: Palempang Pos |
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Dunia
Pendidikan tingkat dasar dan menengah di negeri tercinta Indonesia, saat ini
sedang tidak baik-baik saja. Berbagai masalah menimpa para guru di negeri ini,
mulai dari masalah kurikulum yang membutuhkan pemahaman dan kompetensi guru
untuk melaksanakannya, sampai masalah siswa dan siswi yang terkadang sulit
diarahkan oleh guru-guru mereka. Sudah berbagai workshop dilaksanakan oleh para
guru untuk memajukan pendidikan di Indonesia ini, tetapi selalu ada
permasalahan yang belum bisa diatasi secara tuntas oleh para guru dan para
pengurus pada sebuah lembaga pendidikan.
Di masa generasi digital ini, berbagai permasalahan timbul pada anak didik di hampir semua lembaga pendidikan. Era digital banyak membawa perubahan kepada perilaku dan budi pekerti generasi muda, terutama perilaku dan budi pekerti para pelajar di tingkat dasar dan menengah. Baik perubahan yang baik, maupun yang tidak baik.
Perubahan-perubahan itu banyak menimbulkan berbagai masalah
untuk para pelajar yang kurang perhatian dari orangtua mereka. Penyebab-penyebab
dari berbagai masalah itu sering ditemukan tapi sulit untuk dicari solusi
penyelesaiannya. Hal itu karena belum adanya kesepakatan bersama antara para
siswa, para orangtua siswa, para guru, para pengurus lembaga pendidikan dan masyarakat
untuk menegakkan sebuah aturan dan konsekuensinya jika sebuah aturan dilanggar.
Empat tahun lalu, (sebelum saya mutasi di MTs yang sekarang), saat saya menjadi guru Bahasa Inggris di sebuah MTs Swasta yang terletak di sebuah desa di kaki gunung Semeru, sering merasakan kebimbangan dalam memperlakukan siswa-siswi yang melakukan kenakalan-kenakalan yang tidak seharusnya dilakukan oleh pelajar di sebuah madrasah. Mereka melakukannya dengan meniru tontonan di media sosial yang bebas tayang.
Kenakalan-kenakalan seperti, merokok, berjudi, berkata kotor dan jorok, memakai make up, bersemir rambut dan memanjangkan rambut untuk siswa, bahkan melakukan hubungan pacaran yang belum pantas untuk usia mereka. Saya dan para guru sudah seringkali memberi peringatan kepada mereka secara halus , baik melalui pendekatan psikologis sesuai dengan usia mereka maupun melalui pendekatan agama.
Kami bersyukur jika mereka mematuhi kami. Akan tetapi, terkadang beberapa dari mereka akan mengabaikan peringatan kami, sehingga kami, para guru, melakukan pendekatan yang sedikit keras. Dan hal seperti itu biasanya efektif untuk menghentikan kenakalan mereka, meskipun sebenarnya kami tahu bahwa kami tidak baik melakukan pendekatan atau hukuman keras untuk mereka. Hal tersebut merupakan dilema tersendiri bagi kami, para guru madrasah, terutama bagi saya pribadi, karena di MTs swasta tersebut saya dikenal sebagai guru senior yang keras kepada para siswa-siswi, bahkan sampai ada teman guru yang menakut-nakuti saya, bahwa saya bisa dilaporkan orangtua ke polisi dikarenakan perlakuan keras saya ke para siswa-siswi.
Tapi, alhamdulillah, 25 tahun mengajar di MTs swasta tersebut,
perlakuan keras saya kepada para siswa-siswi tidak membuat para orangtua mereka
marah kepada saya dan tidak melaporkan saya ke pihak yang berwajib. Bahkan
beberapa orangtua siswa berterima kasih kepada saya, karena saya menegur
kesalahan-kesalahan anak mereka, bahkan menghukum mereka. Para orangtua itu
sangat faham, bahwa apa yang saya lakukan kepada anak-anak mereka adalah untuk
mendisiplinkan anak-anak mereka, untuk kebaikan anak-anak mereka.
Dan saat saya membaca berita-berita viral tentang guru-guru yang dilaporkan ke polisi karena berusaha mendisiplinkan anak didiknya, saya sangat heran. Mengapa hal itu bisa terjadi pada bapak-ibu guru yang tulus mengajar dan mendidik anak-anak mereka. Saya yakin, para bapak-ibu guru yang memberikan teguran atau hukuman keras kepada para anak didiknya itu didasari rasa sayang dan rasa tulus untuk memperbaiki akhlaq , budi pekerti, sikap dan karakter anak didik.
Saya yakin, tidak ada rasa benci
kepada anak didik , sekalipun anak didiknya itu nakalnya sangat keterlaluan.
Selain itu, saya yakin bapak-ibu guru selalu mendoakan kebaikan untuk semua
anak didiknya, baik untuk anak didik yang sopan, patuh, maupun untuk anak didik
yang nakal. Saya sangat yakin tentang hal itu, karena saya melakukan hal
tersebut berkali-kali, dengan hati penuh cinta dan tulus.
Wahai
para orangtua dan para penegak hukum. Andai kami , para guru bertindak agak
keras kepada para anak didik, hal itu adalah untuk mendisiplinkan mereka, untuk
membuat mereka menjadi generasi muda yang lebih baik. Tidak ada rasa benci pada
diri kami terhadap anak didik kami. Andai kami dilaporkan karena perlakuan
keras kami, tolong diselidiki terlebih dahulu dengan seadil-adilnya
penyelidikan.
Terakhir, izinkan kami menyuarakan senandung cinta kami kepada para penegak hukum dan orangtua para murid.
ditingkah jerit jengkerik
dan hembusan aroma kembang jagung
pikiran melayang jauh
batin meronta-ronta
netra marah menyalang
keadilan bagi kami, bagai fatamorgana
keadilan bagi kami, jauh menjangkau
Siapa yang memberi ilmu, tiap hari
Siapa yang melatih baca-tulis, tiap hari
Siapa yang mengajarkan angka, tiap hari
Siapa yang menyisipkan sayang , tiap hari
Siapa yang panjatkan doa untuk mereka, tiap hari
Janganlah lupa…
Ridhonya Allah swt untuk anak-anakmu,
Ada di ridhonya guru-guru anakmu.
Salam cinta untuk kita semua
Untuk
Bapak Ibu guru yang diridhoi Allah swt, dimanapun berada. Tetaplah mengajar dan
mendidik dengan penuh cinta dan tulus. Semoga Allah swt selalu merahmati dan
memberkahi kita semua.
Wajak, Malang. 20 Januari 2025
Penulis bernama Dra. Nur Hidayah. Berusia 58 tahun. Beliau adalah
seorang guru PNS Kemenag kab. Malang yang diperbantukan di MTs Tahfidh
Hidayatul Muttaqin Blayu Wajak Malang.
Sebelumnya, beliau berdinas di MTs AL HUDA Klakah Patokpicis Wajak
Malang selama 25 tahun, penulis mutasi
ke MTs Tahfidh dikarenakan kesehatannya yang mulai menurun.