![]() |
cr: detiknews |
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Sejak beredar berita, bahwa guru di tangkap aparat karena laporan dari wali murid bahwa guru melakukan tindakan kekerasan, saya jadi berfikir mengapa sampai terjadi demikian. Apakah abdi masyarakat tersebut salah dalam memilih cara untuk membantu mendidik putra putri wali murid. Atau wali murid yang gagal faham atas maksud dan tindakan dari pihak guru tersebut.
Akankah kita semua lari ke arah
membeda-bedakan era sekarang dan era di jaman dulu ?. seolah kita lari dari
sikap “mencari solusi terbaik dan terbaru bersama-sama”. Karena tanpa kita
bahaspun perbedaan sikap di setiap era pasti akan berbeda. Karena faktor
pendidikan, kesejahteraan, bahkan pola asuh jaman dulu dengan sekarang tentu
berbeda. Jika mau membahas lebih dalam tentang aspek perkembangan anak, kita
akan menemukan dimana letak permasalahannya.
Tidak hanya pada lembaga pendidikan formal
saja terjadi demikian. bahkan pada lembaga informal seperti pondok pesantren
pun baru-baru ini banyak muncul berita
tentang kekerasan baik berkaitan dengan santri maupun pengasuh atau oknum
senior dan pengurus. Tantangan keras untuk abdi masyarakat dalam bidang
pendidikan di era milenial ini tentu membutuhkan solusi. pada anak usia dini
saya menangkap gambaran bahwa setiap anak manusia memiliki keunikan
masing-masing. Dilihat dari pengaruh faktor-faktor yang membersamainya dalam
proses perkembangan, terutama pada masa keemasan atau usia dini. Hak tersebut
berlanjut saat mereka dewasa bertumbuh menjadi pribadi bagaimana.
Pandangan masyarakat terhadap figur seorang guru, ustadz maupun pengasuh adalah sosok manusia yang suci dan berjauhan dengan hal yang berbau kekerasan dan negative. Ekspektasi yang terbangun itu mampu membawa motifasi terhadap figur tersebut. Tapi juga menjadi bomerang saat hal-hal tersebut tidak nyata terlihat oleh masyarakat. Dan pola pikir masyarakat tentang siapakah pendidik sebenarnya? masih sering salah.
Ada
hal yang terjadi/sikap-sikap peserta didik di luar kendalinya yang negatif
seringkali di kait-kaitkan dengan lembaga pendidikan mana dia sekolah. Yang
pada hakikatnya justru pendidik sebenarnya adalah orang tua, dan lembaga
pendidikan sifatnya melengkapi dan membantu secara teori. Tapi di saat peserta
didik tersebut memiliki prestasi luarbiasa maka pihak orangtua langsung
mengklaim keterlibatan pengasuhan terhadap anak tersebut adalah dominan.
Tetapi ada hal yang patut kita syukuri,
yaitu adanya wali murid yang faham betul hakikat keorangtuaan. Dan mampu
menjalin komunikasi sangat baik bahkan dengan tenaga pendidik di sekolah. Tidak
semua orang tua wali murid memiliki sifat menuntut dan minim intropeksi diri.
Wali murid yang mengerti dan memiliki pengetahuan yang cukup atas hak dan
kewajibannya akan sangat membantu dalam proses perkembangan calon penerus
bangsa. Dan juga tenaga pendidik seperti kita akan terbantu dalam memecahkan
sebuah permasalahan serta mampu memberikan tambahan ilmu untuk meningkatkan
penyempurnaan pelayanan terhadap masyarakat kedepannya.
Dari kejadian tersebut, sebagai tenaga
pendidik kita harus mampu memperbarui atau membekali diri kita dengan tambahan
ilmu tentang melayani masyarakat era baru dengan ilmu baru berdasarkan kasus
yang ada. Supaya kedepannya kita tidak lagi mendengar kisah serupa. Mari kita
bangun kedekatan dengan wali muri, tidak hanya mendidik murid saja, tapi juga
mentransfer ilmu keorangtuaan kepada wali murid. Agar tujuan mulia kita dan
tujuan mulia wali murid untuk mencerdaskan
anak bangsa dan memerangi kebodohan bisa terlaksana dengan sebaik-baiknya.
Saya ucapkan SEMANGAT ! kepada seluruh
dewan guru di manapun kalian berada. Tidak akan ada presiden tanpa ada guru,
tidak akan ada mentri jika tanpa guru, tidak akan ada guru itu sendiri jika
tanpa bimbingan guru, guru adalah simbol kemulyaan. Guru adalah tubuh dan murid
adalah bayangan yang mengikuti. Semoga sedikit kata dari saya bisa sedikit
memberikan percikan semangat guru dalam menjalankan tugas yang mulia ini.