Pasang iklan disini

 

Dilema Guru di Era Modern: Antara Mendidik dan Takut Dilaporkan

Admin JSN
01 Februari 2025 | 15.09 WIB Last Updated 2025-02-02T04:40:58Z

 

cr: republika

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Masih hangat dalam ingatan. Sebagai sesama guru kabar yang sontak membuat hati saya miris.

Saya tak mampu berkata-kata saat melihat tayangan berita di televisi tentang kasus beberapa guru yang di duga melakukan penganiyaan terhadap siswanya sampai berujung di laporkan ke pihak kepolisian oleh keluarga siswa.

Seketika rasanya geram namun, hati dan pikiran masih mencoba mencerna apa sebenarnya yang terjadi dalam dunia pendidikan saat ini?

Terlintas dalam ingatan saya, masa-masa di tahun 90-an ketika itu saya masih berusia, 7 tahun tepatnya kelas satu SD. Sekolah merupakan tempat yang paling di rindukan dan sekaligus kebanggaan. Belajar bersama teman di bimbing bapak, dan ibu guru yang tegas, berwibawa dan ramah. Begitulah sosok guru di mata saya kala itu.

Tidak ada siswa yang berani berbicara lebih keras dari guru apalagi menatapnya namun, saya sangat senang dan nyaman belajar, bahkan punya guru idola.

Mungkin jaman sudah berubah namun, menurut saya sudah semestinya akhlak lebih utama di banding apapun.

Apakah jaman dulu tidak ada namanya hukuman untuk siswa yang melanggar aturan sekolah? tentu ada, bedanya di jaman saya sekolah jika ada siswa membangkang atau melanggar lalu di kenakan hukuman baik itu di pukul jarinya dengan penggaris kayu karena lupa potong kuku, di pukul betis sampai merah karena telat ikut jama'ah sholat atau di lempar kapur tulis karena rame saat belajar, dan banyak lagi hukuman lainnya namun, semua paham itu semua bukan untuk menyakiti apalagi menyiksa akan tetapi guna membentuk pribadi yang disiplin, dan bertanggung jawab, serta mandiri. Tidak pernah ada orang tua murid yang melapor atau gak terima anaknya di hukum.

Saya, masih ingat saat kelas empat SD pernah di hukum karena telat ikut sholat berjamaah duhur, betis kiri saya di pukul rotan oleh guru sampai merah sakit rasanya namun, sejak itu tidak pernah lagi terlambat dan ketika pulang saat ibu saya tahu betis merah bekas pukulan, bukan di belain tapi malah di tambahin di pukul, dan di marahin. Itulah bedanya orangtua jaman dulu. Bagi ibuku guru adalah tauladan, mereka yakin dan percaya guru mampu merubah anaknya menjadi pribadi lebih baik bermoral berakhlak dan cerdas.

Akan tetapi apa yang terjadi di masa sekarang ini?

Supriyani, guru honor SDN 4 Baito Desa Wonua Raya kecamatan Baito Konawe Selatan yang di laporkan karena di tuduh menganiaya muridnya.

Masse, guru SD di Bombana di laporkan ke polisi karena di duga salah pukul siswanya yang tidak mau membuang sampah.

Zaharman, guru SMA di Bengkulu yang di laporkan dengan tuduhan serupa karena menegur siswanya yang merokok di kantin, bahkan dia di katepel hingga matanya jadi buta. dan masih banyak guru lainnya yang nasibnya sungguh miris. Mereka sama-sama di laporkan ke polisi bahkan ada yang sempat di penjara seperti Supriyani walaupun pada akhirnya dengan bantuan PGRI bisa di tangguhkan.

Apa sebenarnya yang salah dari deretan peristiwa di atas?

Saya memandang ini sangat serius. Sebagai sesama guru bukan saya membenarkan atas tindakan rekan-rekan guru namun, tidak pula membenarkan atau menyalahkan orangtua yang melaporkannya. Saya hanya ingin mencoba mengevaluasi diri saya pribadi dan semoga berguna bagi semuanya. Saya sebagai seorang guru dan sekaligus sebagai wali murid karena saya juga punya anak yang usia sekolah.

Pertama sebagai seorang guru. Saya mendedikasikan diri dan ilmu untuk membangun anak bangsa ini, guru adalah orang pertama setelah orang tua yang akan merasa bangga dan bahagia ketika siswanya berhasil sukses dan bermartabat. Dengan itu sangat tidak mungkin bagi guru mengajarkan siswanya hal buruk, dan  sangat tidak pantas jika seorang guru membiarakan prilaku buruk siswanya. Dan untuk mencapai keberhasilan siswa tentu di butuhkan aturan dan pendisiplinan siswa agar bukan hanya cerdas, namun siswa itu pun bermoral, berakhlak sehingga kelak menjadi manusia yang bisa memanusiakan manusia. 

Bercermin dari tujuan itu maka hal wajar ketika guru menegur, menghukum muridnya yang melakukan kesalahan, tentunya dengan hukuman yang wajar, dan dari peristiwa guru-guru di atas yang dilaporkan, menurut saya mereka masih wajar saat memberi hukuman baik secara spontanitas atau ‘tak sengaja. Sayangnya tidak ada kesinambungan antara aturan di sekolah dengan di rumah, sehingga terjadi miskomunikasi, atau salah pemahaman dari pihak orang tua dalam menerima aduan sang anak ketika mereka kena hukum.

Ada dua kemungkinan terjadi kesalah pahaman anatara guru dan orang tua.

Pertama karena informasi yang salah dari anak atau sengaja anak berbohong agar di perhatikan, dan enggan di salahkan orang tuanya. Kedua karena kurangnya pemahaman orangtua akan tujuan, dan hakikat pendidikan sebenarnya.

Sebagai guru dan orang tua sudah seharusnya memahami tujuan dari pendidikan anak-anak kita.

Pendidikan di sekolah bukan hanya sekedar agar siswa mendapat nilai seratus atau dapat juara satu, sehingga bisa menjadi sarjana dan mudah menjadi pegawai karena nilai bagus. Jauh lebih penting dari semua itu, pendidikan adalah untuk membentuk pribadi siswa yang kuat, mandiri, bertanggungjawab, disiplin, bermoral, berakhlakul Karimah bermartabat, dan mampu membedakan mana yang baik dan buruk sehingga kelak saat mereka terjun ke masyarakat luas mereka tangguh dan tidak mudah menyerah serta taat pada aturan baik aturan negara maupun agamanya masing-masing, sehingga tidak menghalalkan segala cara untuk menuju mimpinya, seperti yang marak saat ini yaitu korupsi dan lain-lain.

Selanjutnya tidak kalah pentingnya yaitu pengawasan dan perlindungan dari pihak berwenang dalam hal ini tentunya pemerintah agar dapat menjadi pelindung bagi setiap guru di Indonesia untuk hidup sejahtera, dan bebas dalam mengajarkan ilmu yang berguna bagi siswanya, tanpa di hantui rasa takut karena salah saat memberi pengajaran terutama dalam mendisiplinkan siswa, karena jujur, sejak maraknya kasus guru di laporkan ke polisi, bagi saya seorang guru merasa bingung saat ada siswa yang memang melanggar aturan, tidak sopan, dan banyak lagi prilaku siswa yang seharusnya di luruskan. Jangan sampai karena takut guru menjadi abai terhadap penanaman moral dan pendisiplinan siswa, sehingga hanya memberi pembelajaran secara tertulis sesuai mata pelajaran saja. Sedangkan mendidik akhlak, sikap moral, dan yang berhubungan dengan sosial emosional menjadi terabaikan.

Saya, sangat berharap pemerintah memiliki kebijakan yang jelas terkait perlindungan bagi tenaga pendidik atau guru baik di sekolah formal maupun non formal. Sehingga tidak terjadi lagi seorang guru dipenjara gara-gara memberi teguran atau hukuman dengan catatan tentu hukuman yang wajar yang tidak mengancam jiwa ( nyawa).

Kesimpulan: Guru adalah orang yang tulus ikhlas menjadi dirinya sendiri tanpa mengharapkan imbalan, untuk menjadikan siswanya berhasil.

Guru adalah orang tua kedua yang doanya juga Allah dengar dan kabulkan. Maka tidak heran adab pada guru merupakan salah satu syarat agar ilmu yang di dapat siswa bisa bermanfaat dan menjadi berkah.

Guru adalah orang yang tetap di tempatnya meskipun waktu berubah bahkan ada siswanya yang lebih sukses darinya, guru tetap sama ia akan tetap di tempatnya sampai akhir nafasnya.

Guru adalah orang yang patut di harga baik dia guru honor, guru ngaji, maupun sudah PNS, guru perlu di lindungi keberadaannya, karena tanpa guru bangsa ini buta, buta huruf, buta aksara, buta agama.

----

BIONARASI

Malang, 6 Januari 2025
Bionarasai Penulis :Nama Marni Sumarni S.PdI.  Guru honor di salah satu instansi pendidikan yaitu TK Nurul Jadid Singosari kabupaten Malang.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dilema Guru di Era Modern: Antara Mendidik dan Takut Dilaporkan

Trending Now