Bagaimana mungkin surat penetapan waris bisa diterbitkan tanpa kelengkapan dokumen dan persetujuan semua ahli waris?
SIDOARJO|JATIMSATUNEWS.COM – Sebuah indikasi adanya penyimpangan dalam penerbitan Surat Penetapan Waris mencuat ke permukaan. Institusi yang bertanggung jawab disebut-sebut menerbitkan surat penetapan waris meski persyaratan pengajuan diduga belum semua terpenuhi. Perkara ini memicu pertanyaan serius tentang transparansi dan integritas lembaga hukum yang bersangkutan.
Salah satu anggota keluarga dari anak ahli waris yang dirugikan, mengungkapkan bahwa ia pernah menanyakan kelengkapan syarat pengajuan penetapan ahli waris kepada pihak terkait. Dalam jawabannya, lembaga tersebut menegaskan bahwa semua persyaratan harus dilengkapi tanpa terkecuali, seperti:
a. KTP dan KSK seluruh pemohon.
b. Buku nikah (jika almarhum merupakan suami/istri).
c. Akta kelahiran seluruh ahli waris.
d. Akta kematian atau surat keterangan kematian.
e. Surat keterangan waris dari kelurahan/desa yang diketahui oleh camat.
f. Bukti hak milik dari pewaris.
Namun, fakta di lapangan berkata lain. Ia mendapati bahwa surat penetapan waris dapat diterbitkan tanpa tanda tangan dan persetujuan dari semua ahli waris. “Kenapa ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin surat penetapan waris bisa diterbitkan tanpa kelengkapan dokumen dan persetujuan semua ahli waris?” tanyanya, mempertanyakan integritas lembaga tersebut.
Salah seorang advokat bernama Hameed, S.H., M.H. melalui postingan video di akun TikToknya https://vt.tiktok.com/ZS6DWxVYG/ memberikan pandangannya terkait perkara serupa ini. Ia menjelaskan bahwa tindakan memalsukan dokumen keterangan ahli waris dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP lama atau Pasal 391 UU 1/2023 tentang KUHP baru. Dalam kedua aturan tersebut, ancaman pidana mencapai enam tahun penjara atau denda hingga Rp2 miliar.
“Biasanya, pelaku mengaku sebagai satu-satunya ahli waris demi memuluskan rencana penjualan warisan tanpa persetujuan ahli waris lain,” jelasnya. Ia juga menyarankan langkah hukum berupa:
1. Melaporkan Pemalsuan Surat: Tindakan ini dapat memberikan efek jera kepada pelaku yang memanfaatkan dokumen palsu untuk kepentingan pribadi.
2. Menggugat Pembatalan Jual Beli: Jika warisan telah dijual, ahli waris yang dirugikan bisa menggugat pembatalan jual beli dengan dalil melawan hukum, sekaligus menuntut ganti rugi puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Pasal 263 KUHP menyatakan bahwa siapa saja yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak atau kerugian akan dikenakan pidana hingga enam tahun penjara. Sementara itu, Pasal 391 UU 1/2023 menambahkan ancaman pidana berupa denda hingga Rp2 miliar untuk kasus yang sama.
Perkara ini memicu spekulasi adanya dugaan permainan oknum dalam proses penerbitan surat penetapan waris yang cacat prosedur. Jika terbukti, hal ini dapat mencoreng kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran.
Perkara ini menjadi peringatan serius bagi semua pihak untuk lebih berhati-hati dalam mengelola dokumen waris. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas sebuah lembaga hukum harus terus dipantau agar tidak terjadi pelanggaran serupa di masa depan.
Perkara ini sudah ditangani Unit Tipidek Satreskrim Polresta Sidoarjo.