Pasang iklan disini

 

Suara Hati Guru

Admin JSN
31 Januari 2025 | 21.19 WIB Last Updated 2025-01-31T14:22:45Z

 

cr: mojok.co

ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM 

1. Mencintai guru, berkah Ilmuku

Pertama kali mendengar ketika ada berita seorang Guru Pendidikan Agama Islam di daerah Dampit, tepatnya dari SMP Diponegoro Dampit  yang dilaporkan ke polisi karena mendisiplinkan serta menegur siswanya masalah sholat. Apa yang kita rasakan sebagai sesama guru? Terutama sebagai Guru Pendidikan Agama? Miris?? Iya. Sedih?? Tentu saja. Marah?? Terselip juga.  Tidak bisa kita pungkiri, sangat manusiawi jika kita juga ikut merasakan apa yang Pak Rupian rasakan kala itu, yakni menjadi tersangka hanya karena menjalankan tugas sebagai  pendidik anak bangsa.

Di zaman yang serba modern seperti sekarang ini, akhlak  serta karakter seakan tertindas perannya, sehingga banyak akibat negatif yang ditimbulkan khususnya dalam dunia Pendidikan, sehingga lahirlah kebijakan Pemerintah tentang “Penguatan Karakter Siswa”.   Hal ini juga berakibat pada perilaku siswa serta orang tua terhadap guru di sekolah. Tidak sedikit siswa maupun orang tua yang tidak menghargai guru sebagai pendidik yang notabene berkewajiban mendidik siswa.  Bahkan, kadang mereka sampai ada yang menyalahkan tindakan seorang guru dalam mendisiplinkan siswanya. Tak jarang dari beberapa guru ada yang sampai dilaporkan ke pihak yang berwajib dengan dalih “tindakan kekerasan”. Tentu saja hal ini sangat meresahkan bagi para guru. Mereka menjadi dilema, antara menjalankan tugas dan kewajiban sebagai pendidik atau hanya sekedar sebagai pengajar agar tetap aman.

Dalam konteks ini, saya sebagai seorang guru agama, sebenarnya sangat prihatin dengan tindakan serta perilaku siswa zaman sekarang yang notabene krisis akhlak/tata krama. Bahkan anak seusia SMA/K tidak bisa berbicara halus kepada guru atau orang yang lebih tua, kadang saya mengajari mereka tata cara berbicara yang baik dan sopan khususnya kepada guru-guru di sekolah. Hal ini kelihatan sepele, akan tetapi mempunyai pengaruh serta dampak yang besar terhadap pembentukan karakter siswa. Jika mereka terbiasa berbicara kasar, tentu akan mudah menyulut emosi bagi yang mendengarnya, bahkan tidak sedikit seorang guru yang berusaha mengingatkan dengan caranya masing-masing dengan tujuan agar sikap siswa menjadi baik. Namun hal ini, yang terkadang memicu permasalahan antara guru dan orang tua. Sehingga muncul beberapa kasus di berbagai daerah di Indonesia, guru ditegur dengan tidak semestinya, bahkan dilaporkan ke pihak yang berwenang. Sehingga peran “adab/tata krama” sangat penting bagi siswa khususnya di era yang semakin modern seperti sekarang ini yang sering kita dengar dengan sebutan “Gen Z”.

 Mengapa adab atau tata krama sangat diperlukan dan penting? Karena adab merupakan pembeda antara manusia dengan hewan. Bahkan adab lebih tinggi   daripada ilmu, karena orang yang beradab pasti akan berbuat baik, akan tetapi kalo orang yang berilmu saja tetapi tidak beradab, bisa melakukan hal-hal yang tidak baik. Itulah pentingnya tata krama dalam kehidupan manusia, sehingga siswa perlu di perkuat karakter nya agar menjadi manusia yang berilmu dan berakhlak mulia.

Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,  تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم, yang mempunya arti : “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,  بالأدب تفهم العلم  , yang artinya : “Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”

Dan Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”

Dari beberapa paparan diatas, peran adab sangat diperlukan dalam bermasyarakat serta bersosialisasi di dunia ini, sehingga sudah tepat kiranya jika Pemerintah juga berusaha mewujudkan “peran adab” dalam dunia Pendidikan dengan lebih mengedepankan nilai sikap siswa daripada nilai sumatif maupun formatif.

Dalam mewujudkan program Pemerintah tentang “penguatan karakter” yang dituangkan dalam berbagai cara, salah satunya yang saat ini  kita kenal dengan “ Penguatan Profil Pelajar Pancasila” yang mengedepankan karakter siswa dalam setiap pembelajaran yang diperoleh siswa di sekolah. Hal ini mengharuskan sekolah mempunyai program  yang dapat menunjang hal tersebut. Sekolah harus mampu berinovasi dalam mewujudkan siswa yang tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan akan tetapi juga dalam hal akhlak dan agamanya.

Sekolah-sekolah berlomba-lomba mewujudkan hal tersebut dengan berbagai cara, salah satunya yang ada disekolah saya adalah adanya pembiasaan-pembiasaan yang bersifat religius. Pembiasaan itu adalah sholat dhuha dan dhuhur berjamaah di sekolah, membaca yasin, istighosah serta menunjukkan sikap sopan dan santun Ketika bertemu guru di sekolah maupun di luar sekolah. Hal ini dilakukan karena karakter tidak  bisa terbentuk secara instan, perlu proses serta pembiasaan.

Salah satu program yang saya lakukan di sekolah juga membuat jurnal sholat untuk semua siswa yang beragama Islam. Hal ini dilakukan untuk mengontrol sholat siswa di rumah. Karena banyak siswa yang hanya melaksanakan sholat di sekolah, sehingga dengan adanya jurnal sholat, sedikit demi sedikit para siswa mau melaksanakan sholat di rumah.

Hal ini juga sangat butuh dukungan dari berbagai pihak, khususnya orang tua sebagai agen of control anak-anak di rumah. Bahkan ada orang tua yang memang tidak melakukan sholat di rumah, sehingga siswa tidak termotivasi untuk melakukan sholat. Hal ini mungkin hampir sama dengan yang dilakukan pak Rufian (guru yang dilaporkan orang tua karena dianggap melakukan kekerasan Ketika mengingatkan sholat). Seorang pendidik/guru tidak akan mungkin melakukan hal-hal yang melanggar norma jika tidak ada sebab. Seorang guru tidak akan mungkin membiarkan siswa yang melakukan tindakan yang dilarang. Dalam hal ini, memang di butuhkan parenting bagi orang tua agar lebih memahami tugas guru di sekolah. Tugas guru tidak hanya sekedar mentransfer ilmu, akan tetapi juga harus mendidik siswa menjadi anak yang siap dalam menghadapi dunia yang keras dengan perilaku yang baik dan santun. Seorang siswa juga harus mematuhi semua peraturan yang ditetapkan oleh sekolah agar memperoleh ilmu yang bermanfaat.

Terkait syarat agar ilmu yang kita peroleh bermanfaat, ada beberapa syarat seperti yang disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, KH Moh Zuhri Zaini menjelaskan, bahwa ada empat syarat agar ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi orang lain. Penegasan tersebut disampaikan saat Halal Bihalal di masjid pondok pesantren setempat, Rabu (18/05/2022).

Pertama, adalah ikhlas dalam menuntut ilmu. Yakni, menuntut ilmu dengan niatan untuk menghilangkan kebodohan, bukan sebab yang lain. Sebab menurut Kiai Zuhri, menuntut ilmu itu hukumnya wajib.

Kedua, adalah menghargai ilmu. Sebab, bila tidak menghargai ilmu maka ilmu tersebut tidak akan menjadi bermanfaat. Di antara cara menghargai ilmu tersebut adalah menghargai kitab, menghormati guru, dan menghormati teman belajar. Mengingat, tiga hal tersebut memiliki keterkaitan yang erat dengan ilmu.

“Jika kita ingin mendapatkan ilmu yang bermanfaat, maka hormati gurumu, teman-temanmu, dan hargai kitabmu,” kata putra KH Zaini Mun’im tersebut.

Ketiga, adalah riyadhah dan mujahadah atau melakukan tirakat. Yakni, dengan melawan keinginan nafsu yang tidak semisal melawan rasa malas pada saat menuntut ilmu. 

Keempat, adalah taat peraturan sekolah dan taat atas perkataan guru. Bilamana tidak mentaati peraturan sekolah dan perkataan guru, maka nantinya akan memiliki keberanian untuk melanggar terhadap peraturan yang lebih besar.

“Taat kepada peraturan dan guru merupakan kunci dari kemanfaatan ilmu kita,” ujar alumni Pondok Pesantren Sidogiri tersebut.

Dari uraian KH Moh Zuhri Zaini diatas jelas bahwa keempat syarat tersebut tidak dapat dipisahkan dan bergantung satu dengan yang lainnya. Sehingga peran guru, orang tua serta siswa harus berkesinambungan dan saling bertautan. Orang tua juga harus mendukung semua program serta peraturan sekolah sehingga memudahkan putra dan putrinya dalam menuntut ilmu dan memperoleh ilmu yang bermanfaat.

Jika semua orang tua melakukan hal tersebut, kita sebagai seorang pendidik khususnya guru Pendidikan Agama Islam, merasa tenang dan nyaman dalam menjalankan kewajiban dalam mendidik serta membentuk karakter siswa tanpa dihantui dengan bayang-bayang pelaporan orang tua siswa ke pihak yang berwajib.

 

2. Guru dan Hukum

Berbagai kasus kekerasan hingga kriminalisasi yang dialami guru, khususnya dalam konteks pengajaran dan pendisiplinan siswa, menunjukkan betapa rentannya tenaga pendidik terhadap jeratan hukum saat menjalankan tugasnya. Karena itu, perbaikan sistem perlindungan hukum untuk mendukung guru dalam melaksanakan tugasnya dengan aman dan nyaman sangat dibutuhkan saat ini. 

Kasus kriminalisasi seorang guru sering terjadi karena kurangnya pemahaman akan batasan-batasan dalam hal mendisiplinkan siswa. Seringkali Undang-Undang Perlindungan Anak menjadi dasar pelaporan terhadap seorang guru. Maka dari itu, kita butuh dukungan hukum yang jelas agar tindakan pendisiplinan siswa tidak dianggap sebagai tindak kriminal. Akan tetapi, guru juga harus memahami batasan dalam hal mendisiplinkan siswa, tidak boleh ada kekerasan, baik fisik maupun verbal. Sehingga guru harus lebih bijak dalam hal memberikan sanksi atau hukuman terhadap siswa dalam hal kedisiplinan sehingga tidak terjerumus ke dalam lubang hukum.

Disebutkan  dalam UU Guru dan Dosen yakni memberikan perlindungan hukum bagi guru untuk menjalankan tugas profesionalnya dengan memberikan hak untuk memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan dan memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.

 Meskipun demikian, ditegaskan pula bahwa dalam menjalankan tugas keprofesionalannya, guru berkewajiban, salah satunya, untuk bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran dan juga  menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika.

 Dengan demikian, kebebasan yang diberikan kepada guru dalam memberikan sanksi kepada siswa haruslah sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan. Sebuah kewajiban bagi guru dalam melaksanakan haknya untuk bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi siswa dalam pembelajaran serta menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika.

 Ketika hak dan kewajiban guru telah dilaksanakan dengan seimbang dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan UU Guru dan Dosen diharapkan tidak akan terjadi permasalahan yang berujung pada pelaporan pelanggaran administratif, kode etik guru, hingga laporan kasus hukum pidana atau bahkan terancam sanksi yang menjadi konsekuensinya jika terbukti.

UU Guru dan Dosen juga mengatur mengenai hak guru untuk mendapatkan bantuan hukum dan perlindungan profesi guru dari organisasi profesinya.

 Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU Guru dan Dosen yang mengatur bahwa organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:

  1. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
  2. memberikan bantuan hukum kepada guru;
  3. memberikan perlindungan profesi guru;
  4. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
  5. memajukan pendidikan nasional.

 Ketentuan tersebut menjelaskan secara khusus peran penting organisasi profesi guru untuk memberikan perlindungan hak bagi guru yang menghadapi permasalahan hukum dengan memberikan bantuan hukum dan perlindungan terhadap profesi guru.

Mudah-mudahan semua amal yang kita lakukan dalam mencerdaskan anak bangsa mendapat Ridho dari Allah Swt dan menjadi ladang pahala jariyah kita ilaa yaumil qiyamah. Dan semoga kita dijauhkan dari hal-hal yang dapat menghapus amal serta keihkhlasan kita,  Aamiin

Wallahu a’lam bissowab….

----

  

        Tentang Penulis

Dewi Khusniah,S.Si, M.Pd lahir di Pasuruan pada tanggal 29 Oktober 1981. MTs dan MA di tempuh di PPP KHA Wahid Hasyim Bangil. Lanjut S1 di Fakultas Saintek Jurusan Matematika di Universitas Maulana Malik Ibrahim (UIN) Malang tahun 2000-2004. Pada tahun 2013 ambil S2 Jurusan Magister Pendidikan Agama Islam di Universitas Islam Malang.

Penulis asli Pasuruan, namun saat ini menetap di Kabupaten Malang bagian Barat daerah pegunungan ikut suami.

Mulai mengajar di SMK A.Yani Ngantang  pada Januari 2005 yang awalnya sebagai Guru Matematika kemudian juga merangkap sebagai Guru Pendidikan Agama Islam sampai sekarang.   

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Suara Hati Guru

Trending Now