Putri Aidillah ungkap kegalauannya usai mendengar kasus Ketua RW mencabuli pelajar sesama jenis./dokpri untuk JSN |
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM - Putri Aidillah, Anggota Komisi D DPRD Kota Malang galau berat usai mendengar kabar tokoh masyarakat mencabuli pelajar.
Politisi Fraksi PKB ini sangat sedih dan prihatin karena di Kota Malang masih ada tindak kekerasan seksual terhadap pelajar bahkan korbannya masih di bawah umur.
Menurut informasi yang diterima JSN, ada kakek berinisial PBS (63 tahun) dan berstatus ketua RW yang melakukan pencabulan terhadap anak sesama jenis.
Warga Lowokwaru ini kemudian berhasil ditangkap jajaran Satreskrim Polresta Malang Kota pada Jumat (3/1/2025) lalu pukul 23.00 WIB.
Tentu, penangkapan ini atas dasar laporan dugaan pencabulan yang dilakukannya kepada beberapa anak di bawah umur.
"Miris, sedih, dan kecewa ketika seorang yang memiliki jabatan sebagai RW atau apa pun itu, yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat tapi malah melakukan perbuatan yang sangat tidak manusiawi--sodomi pada anak--dan merusak masa depan anak bangsa dan calon pemimpin negara ini, yang seharusnya kita jaga dan perjuangkan apalagi sebagai tokoh masyarakat," ujar Putri, seperti yang diterima JSN.
Dia sedih ketika membayangkan bagaimana masa depan para korban yang sementara ini yang terkuak masih delapan anak di bawah umur.
Jumlah korban diduga bisa bertambah, karena dikabarkan tindakan menyimpang nan kriminal dari PBS ini sudah berlangsung lama.
Bahkan, beberapa korban sudah tampak perubahan perilakunya yang mulai mengarah pada disorientasi seksual.
Dampak inilah yang menurut Putri akan sangat mengkhawatirkan, karena korban berpeluang akan menjadi pelaku dan menyambung rantai perilaku menyimpang tersebut.
Jika tak segera dideteksi, dampak ini akan menjadi bola salju yang dapat membesar dan akan merusak generasi masa depan Indonesia.
"Maka dari itu, saya selaku DPRD Komisi D mengimbau untuk semua pihak yang terkait, baik dari sisi pemerintah, dinas terkait, dan masyarakat pada umumnya termasuk di dalamnya Komnas Perlindungan Anak Kota Malang untuk bersama-sama mengambil tanggung jawab dalam pencegahan dan penanggulangan terhadap bahaya LGBT, kekerasan seksual, bullying (perundungan), dan segala hal yang merusak generasi bangsa ke depan," serunya.
"Mari kita bersama-sama menyosialisasikan secara masif ke seluruh lapisan masyarakat Kota Malang tentang bahaya kekerasan dan pelecehan terhadap anak, dan aktifkan kepedulian masyarakat untuk bersama memberikan penanggulangan atau advokasi terhadap korban sehingga terbebas dari trauma dan dampak buruk lainnya," imbuhnya.
Putri pun mengharapkan semua pihak dari pemangku jabatan hingga masyarakat dapat bahu-membahu untuk mewujudkan Kota Malang sebagai Kota Layak Anak Utama, alias naik kelas dari status saat ini yaitu Nindya.
Perlu diketahui, bahwa ada empat kategori kota layak anak (KLA), yakni Pratama, Madya, Nindya, dan Utama.
Sebelumnya, korban pencabulan PBS (63) masih terlapor tujuh orang pada Senin (6/1) kemarin. "Ada 7 korban yang lapor dan kami kembangkan," ungkap Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Nanang Haryono.
Ketujuh korban tersebut, empat di antaranya merupakan satu lingkungan dengan tempat tinggal tersangka PBS. Sisanya, di luar lingkungan rumah tersangka.
Mereka tidak ada ikatan kekerabatan tetapi memang diantaranya merupakan tetangga.
"Tidak ada (ikatan saudara), tetangga saja. Ada 4 korban tetangga tersangka dan sisanya di luar lingkungannya," imbuh Nanang.
Merujuk hasil pemeriksaan, tersangka PBS mengaku melakukan tindakan pencabulan ini sudah cukup lama dan dilakukan secara berkala kepada 7 korban.
"Pelaku menyampaikan sudah lama melakukan dan masih kami gali lagi," lanjutnya.
Modus yang dilakukan tersangka kepada 7 korban, rata-rata sama. Yakni, korban diiming-imingi dibelikan pakaian baru atau pemberian uang.
"Semua modus sama dengan iming-iming dibelanjakan pakaian atau diberi uang," bebernya.
Kini, para korban terus diberikan pendampingan psikologi. Para korban seluruhnya pelajar laki-laki, mulai sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah atas (SMA).
"Kami koordinasi juga dengan jajaran Pemkot Malang melalui Dinas Sosial untuk melakukan pendampingan. Karena, korban ini masih di bawah umur, bahkan masih ada yang kelas 5 SD," tuturnya.
Kronologis pengungkapan kasus ini bermula ketika aksi bejat tersangka PBS diketahui keluarga dua korban, AR (11) dan AA (17).
Momennya ketika tersangka PBS melakukan aksi bejat pertama kepada korban AR. Dia mengajak AR ke toko pakaian untuk dibelikan baju.
PBS kemudian beraksi saat korban mencoba pakaian di ruang ganti. Pelecehan PBS tak berhenti di tempat tersebut, karena AR dibawa PBS ke kantor tempatnya bekerja dan dicabuli. Korban AR kembali dilecehkan PBS saat bermain bulutangkis di gedung serbaguna.
Aksi berikutnya, PBS mencabuli korban AA saat melintas di depan rumah tersangka. Seketika, PBS mengajak korban masuk ke rumah dan dicabuli.
Imbas dari perbuatan bejatnya, PBS dikenakan pasal 82 UU RI No 17 Tahun 2016 dengan ancaman pidana 15 tahun penjara. ***
Editor: YAN