Polresta Sidoarjo berhasil bongkar sindikat pengiriman PMI ilegal. 22 korban diselamatkan, 6 tersangka diamankan. Bersama kita lawan perdagangan manusia! Laporkan praktik serupa ke pihak berwajib. |
SIDOARJO | JATIMSATUNEWS.COM
Satreskrim Polresta Sidoarjo berhasil membongkar sindikat penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal . Dalam kasus ini, sebanyak 22 korban telah diperiksa, dan jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah seiring pendalaman kasus.
Sementara itu dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (13/1/2025) di Mapolresta Sidoarjo, Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol. Christian Tobing menyampaikan bahwa pengungkapan ini merupakan bagian dari implementasi program Asta Cita Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Selain itu, kasus ini juga menjadi perhatian khusus pimpinan Polri dalam memberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus pengiriman PMI secara ilegal.
Konferensi pers Dengan Media |
Polresta Sidoarjo berhasil mengungkap tiga lokasi penampungan calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang akan diberangkatkan secara ilegal. Para korban diketahui berasal dari wilayah Madura dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kapolresta Sidoarjo, Kombes Pol. Christian Tobing mengungkapkan bahwa para korban ditampung di tiga lokasi berbeda. “Di Jalan Raya Sedati, kami menemukan lima korban. Kemudian, di wilayah Krembung, tepatnya di Desa Wangkal, terdapat tujuh korban, dan di Desa Tambakrejo ditemukan sepuluh korban,” jelasnya.
Modus dan Penanganan Kasus Para tersangka merekrut korban dengan iming-iming pekerjaan di luar negeri dengan gaji tinggi, tanpa melalui prosedur resmi. Mereka ditampung sementara di lokasi-lokasi tersebut sambil menunggu keberangkatan ke negara tujuan, seperti Malaysia dan Singapura.
Kapolresta menegaskan bahwa tindakan para pelaku melanggar hukum, khususnya terkait Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. “Kami akan terus melakukan pendalaman kasus ini, termasuk menelusuri kemungkinan adanya korban lain dan jaringan pelaku yang lebih luas,” tambahnya.
Sebanyak 22 korban yang ditemukan kini berada di bawah perlindungan Polresta Sidoarjo dan akan mendapatkan pendampingan hukum serta psikologis. “Kami memastikan semua korban aman dan mendapat haknya sesuai aturan yang berlaku,” ujar Kombes Pol. Christian Tobing.
Himbauan kepada Masyarakat Polresta Sidoarjo mengimbau masyarakat untuk berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan ke luar negeri yang tidak resmi. “Apabila mengetahui praktik serupa, segera laporkan kepada pihak berwajib agar tidak ada lagi korban perdagangan manusia,” tutupnya.
Pengungkapan ini menjadi bukti keseriusan Polri dalam memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan melindungi hak-hak pekerja migran Indonesia.
Tersangka masing-masing berinisial MM, AS, JL, RA, EA, dan YK. Mereka diduga terlibat dalam praktik perekrutan, penampungan, hingga pemberangkatan PMI ilegal ke luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia.
Sindikat ini mengumpulkan calon pekerja dari berbagai daerah, termasuk Madura dan Nusa Tenggara. Mereka kemudian ditampung dan diproses administrasinya tanpa izin resmi. Setelah itu, para korban diberangkatkan dengan menggunakan kontak dari agen di luar negeri. Para tersangka diduga menerima komisi sebesar 2.000 dolar Singapura (setara Rp23 juta - Rp25 juta) untuk setiap pekerja yang berhasil diberangkatkan.
Barang Bukti yang Disita Polisi menyita sejumlah barang bukti, di antaranya beberapa unit telepon genggam, uang tunai, paspor milik calon pekerja, satu kendaraan yang digunakan untuk mengangkut para korban.
Para tersangka dijerat dengan pasal 81 dan 89 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta pasal 83 dan 85 dari undang-undang yang sama. Ancaman hukumannya adalah pidana maksimal sesuai ketentuan yang berlaku.
Kepolisian mengimbau masyarakat untuk melaporkan praktik serupa apabila mengetahui informasi terkait. Kasus ini menjadi perhatian serius, sesuai arahan Presiden dan Kapolri, guna memberantas sindikat ilegal yang merugikan pekerja migran Indonesia.
Kasus ini telah berlangsung selama lebih dari empat tahun, dan diperkirakan banyak korban lainnya.(zeera)