Pasang iklan disini

 

Dosen IAIN Pontianak Syamsul Hidayat Sebut Diplomasi Kuliner Bisa Rukunkan Perbedaan Budaya dan Agama

Admin JSN
16 Januari 2025 | 12.16 WIB Last Updated 2025-01-16T10:59:13Z

Dosen Prodi Agama-agama IAIN Pontianak, Syamsul Hidayat berfoto dengan Totok Brambara yang mewakili Ketua FPK Kabupaten Pasuruan Gus Bayhaqi Kadmi./dok. JSN-ANS

PONTIANAK | JATIMSATUNEWS.COM - Salah seorang dosen IAIN Pontianak, Syamsul Hidayat mengatakan bahwa 'diplomasi kuliner' dapat merukunkan perbedaan budaya dan agama.

Pernyataan ini disampaikan Syamsul Hidayat ketika turut hadir dalam Studi Tiru Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kabupaten Pasuruan di Pontianak pada Selasa (14/1) lalu.

Pertemuan FPK Kabupaten Pasuruan dengan FPK dan Kesbangpol Kota Pontianak berlangsung di Ruang Rapat Rektor IAIN Pontianak.

Inilah mengapa, Dosen Program Studi Agama-agama Syamsul Hidayat turut menyempatkan hadir.

Kehadiran Hidayat turut menambah informasi terkait bagaimana keberagaman suku, budaya, hingga agama dapat bersatu di Kalimantan Barat terutama di Pontianak.

Sebab, menurut Hidayat, ada andil juga dari adopsi cara Kota Singkawang dalam merukunkan warga Melayu, Tionghoa, dan Dayak, yang notabene menjadi suku mayoritas pula di Pontianak.

Salah satu cara terbaik dalam merukunkan mereka menurut beberapa penelitian Syamsul Hidayat di Singkawang adalah diplomasi kuliner.

"Kebetulan riset saya banyak yang terkait dengan Tionghoa, karena secara spesifik saya juga berasal dari Singkawang maka banyak riset saya yang terkait dengan kearifan lokal masyarakat Singkawang. Khususnya, bagaimana warisan leluhur masyarakat Singkawang dalam aspek makanannya dapat menjadi perekat kerukunan umat beragama di sana," ujar Syamsul Hidayat kepada JSN yang juga berada di lokasi agenda.

Dosen Prodi Agama-agama IAIN Pontianak, Syamsul Hidayat./dok. JSN-ANS

"Bisa dilihat dari perpaduannya, akomodasi, modifikasi, dan beberapa kearifan lokal di sana yang berangkat dari kemauan masyarakatnya untuk bahu-membahu menyatukan perbedaan. Dari makanan, bahasa, hingga etnis yang berbeda. Di sana, mayoritas Tionghoa, Dayak, dan Melayu. Mereka berpadu menjadi satu entitas yang diakui banyak orang sebagai soft power--kekuatan lunak," jelas Hidayat.

Dia pun mengatakan, bahwa masyarakat Singkawang hingga saat ini mampu merawat dan memelihara kerukunan antarumat beragama.

"Dalam teori saya, saya menyebutnya sebagai 'diplomasi kuliner' untuk beberapa topik riset saya. Diantaranya yakni 'Makanan Halal di Rumah Naga', 'Food and Religion', dan 'Diplomasi Kuliner'. Semua berangkat dari bagaimana praktik-praktik kearifan lokal masyarakat Tionghoa dan Melayu yang terelaborasi dalam tradisi keagamaan di sana," imbuhnya.

Bukti kerukunan yang berawal dari makanan adalah makanan khas Tionghoa dikonsumsi orang Melayu dan sebaliknya, makanan khas Melayu diproduksi dan dikonsumsi orang Tionghoa.

"Jadi, di sana kue keranjang dan kue bulan yang merupakan makanan khas Tionghoa dapat menjadi favorit orang Melayu. Begitu pula dengan orang Tionghoa yang berkenan untuk memproduksi makanan-makanan khas Melayu dan bersertifikat halal. Dan, ini bukan hanya karena kepentingan bisnis tapi memang sudah lama menjadi warisan kerukunan masyarakat di Singkawang, sekaligus membuktikan bahwa 'kita bisa hidup berdampingan'," beber Hidayat.

Sebagai akademisi, Hidayat mengaku perlu untuk ikut terlibat dalam upaya kerukunan antaretnis hingga antarumat beragama. Apalagi, dirinya datang dari Singkawang yang sudah terbiasa hidup berdampingan dalam perbedaan.

Dia pun menyebut bahwa kini Pontianak juga berusaha untuk melakukan hal serupa lewat visi-misi Wali Kota Pontianak, Edy Rusdi Kamtono. Lalu, dikerjakan Kesbangpol bersama FPK Kota Pontianak dan forum terkait lainnya.

"Sebagai akademisi, kami berusaha memastikan warisan leluhur masyarakat Kalbar terus lestari. Dan, FPK sebagai salah satu forum strategis di Kalbar selama ini kami lihat sangat berkontribusi dalam mengawal dan merawat potensi rukun dengan menghindari persoalan dan cerita-cerita konflik yang mungkin muncul di daerah kami--Pontianak dan Kalbar," tegas Hidayat.

FPK Kabupaten Pasuruan kunjungi salah satu toko oleh-oleh makanan khas Pontianak saat studi tiru ke FPK dan Kesbangpol Kota Pontianak./dok. JSN-ANS

FPK Kabupaten Pasuruan pun sempat berkunjung ke salah satu toko oleh-oleh Pontianak yang menyediakan aneka makanan dan jajanan khas beragam etnis di kota tersebut.

Ini menunjukkan bahwa diplomasi kuliner yang sudah mengakar kuat di Singkawang juga terimplementasi di Pontianak.

Adapun kunjungan studi tiru FPK Kabupaten Pasuruan ini dilaksanakan oleh Angga Syarifudin, Anis Hidayatie, dan Totok Brambara.

Mereka mewakili Ketua FPK Kabupaten Pasuruan, Gus Bayhaqi Kadmi yang berhalangan hadir langsung di Pontianak. Namun, sempat melakukan panggilan video dengan forum melalui Anis Hidayatie di tengah diskusi di ruang rapat rektor IAIN Pontianak. ***

Penulis: YAN

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Dosen IAIN Pontianak Syamsul Hidayat Sebut Diplomasi Kuliner Bisa Rukunkan Perbedaan Budaya dan Agama

Trending Now