Vicky Arief bersama Sam Wes dalam acara Rembuk Kebudayaan Kota Malang di Sekolah Budaya Tunggulwulung. |
KOTA MALANG | JATIMSATUNEWS.COM -
Para budayawan yang tergabung dalam Komite Kebudayaan Kota Malang akhirnya memutuskan 12 poin penting rumusan isu dan tantangan yang didiskusikan bersama dalam acara Rembuk Kebudayaan Kota Malang. Acara dilaksanakan di Sekolah Budaya Tunggulwulung, Jalan Sasando No 9 Kota Malang. Jumat (3/1/2025).
12 Diplomasi Kebudayaan Kota Malang tersebut meliputi :
1. Semakin Memudarnya Adat Istiadat di Kota Malang;
2. Kurang Kuatnya Kesadaran untuk Berkolaborasi dalam Berkebudayaan;
3. Pola Pikir Berkebudayaan di Lingkungan Pendidikan mulai TK, SD dan seterusnya;
4. Penguatan Kesadaran Ekologis Melalui Simbol Kearifan Lokal;
5. Penguatan dan Penyebaran Literasi Nilai-Nilai Keluhuran Budaya;
6. Harmonisasi Hubungan Budayawan dengan Pemerintah Daerah;
7. Kesadaran Berkebudayaan di Lingkungan Pemerintah Kota Malang;
8. Penguatan Dukungan Implementasi Peraturan dan Undang-Undang Kebudayaan di Kota Malang;
9. Penguatan Wahana Asimilasi Kebudayaan;
10. Pemetaan Budaya (Akar, Sejarah, Dinamika dan Potensinya);
11. Keterbukaan Informasi Perihal Pengembangan dan Pergerakan Kebudayaan;
12. Pengembangan Ekosistem Industri Kebudayaan
Penggagas Sekolah Budaya Tunggulwulung, Kholik Nuriadi saat memberikan saran dalam acara Rembuk Kebudayaan Kota Malang |
Wahyu Eko Setiawan selaku moderator dalam kegiatan tersebut menyampaikan bahwa 12 Diplomasi Kebudayaan Kota Malang nantinya disusun peta jalan. "Langkah kita mau kemana yang akan diturunkan menjadi program. Dari isu permasalahan kita menyusun _roadmap_ , menyusun navigasi atau rencana aksi yang terangkum dalam Diplomasi Budaya. Kita akan agendakan pertemuan lagi. Setelah itu kita presentasi kepada Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) atau Walikota terpilih mengenai apa yang kita putuskan," tutur Sam Wes sapaan akrabnya.
Dikatakannya, bahwa
semua yang tersusun itu nanti turunannya adalah regulasi atau peraturan, yang notabene hubungannya dengan pemerintah. "Misalkan ada Workshop Sertifikasi Budayawan. Bukan kita yang melaksanakan, tapi Pemerintah Kota Malang. Maka, perlu harmonisasi, sinergi dan kolaborasi antara budayawan dan Pemerintah Kota Malang," tegasnya.
Di tempat yang sama, Wakil Komite Ekonomi Kreatif (KEK) Kota Malang Vicky Arief mengapresiasi apa yang menjadi hasil rembuk tersebut. Menurutnya, 12 Diplomasi Kebudayaan Kota Malang itu merupakan rencana aksi yang mengidentifikasi suatu permasalahan dan tantangan.
"Saya rasa 12 poin itu harus menjadi indikator atau awal Komite Kebudayaan itu akan melakukan apa. Ini sebagai awalan mana yang akan diperjuangkan. Yang akan dikejar apa dan yang akan ditargetkan apa," bebernya.
Dirinya menyebut, 12 Diplomasi Kebudayaan Kota Malang yang disusun merupakan elemen penting dalam mewujudkan pembangunan Kota Malang karena dalam pembangunan tidak cukup untuk bicara inovasi, teknologi dan media saja. "Tetapi, ada komponen penting yaitu seni dan budaya. Untuk itu, kami pun menyambut positif hadirnya Komite Kebudayaan Kota Malang. Pada dasarnya, kita perlu kolaborasi bersama para budayawan untuk menguatkan Malang sebagai Kota Kreatif," jelasnya.
Vicky menambahkan, KEK sedang mendorong bagaimana Malang menjadi Kota Kreatif. Dan memasuki sembilan tahun perjalanan KEK. Kota Malang masuk di level tahap internasional melalui UNESCO sebagai kota kreatif dunia. "Dalam konteks UNESCO kita mengenal beberapa poin. Salah satunya adalah Mondiacult, dimana dalam konteks Mondiacult sendiri, adalah Konferensi Dunia yang terdiri dari ratusan negara-negara yang berkembang yang tergabung dalam PBB itu bersepakat memiliki yang namanya navigasi pembangunan negara melalui budaya," ujar Vicky.
"Dalam konteks tersebut apa yang dilakukan hari ini itu akan menjadi legasi dan kesadaran penting bagaimana sebuah budaya itu menjadi dasar pembangunan Kota Malang. Kami menyebutnya navigasi Kebudayaan Kota Malang," imbuhnya.
Hal senada disampaikan Kolik Nuriadi selaku Penggagas Sekolah Budaya Tunggulwulung. Baginya, 12 Diplomasi Kebudayaan Kota Malang yang dipetakan, perlu diharmonisasikan secara terperinci. "Kebetulan ada KEK yang memiliki gambaran jelas. Para pelaku kebudayaan dapat meniru dan mengikuti. Antara kebudayaan dan KEK adalah mitra karena pada prinsipnya semua berasal dari kebudayaan. Tata tertib, aturan sumbernya dari kebudayaan. Jika kita sudah memiliki karakter kebudayaan ditinjau dari sudut apapun. Itu yang perlu kita gali lebih dalam," ucapnya.
Ia pun menegaskan bahwa untuk menghadapi tantangan. Hal yang harus dilakukan adalah menyatukan persepsi dulu. "Mengidentifikasi permasalahannya kemudian kita rembuk atau diskusi dan mengambil kesimpulan baru kita kolaborasikan dengan Pemerintah Daerah," tuturnya.
Saat disinggung mengenai Komite Kebudayaan Kota Malang, dirinya menjelaskan bahwa keberadaan Komite Kebudayaan adalah hasil rembuk dan sebagai wadah untuk menjawab satu tantangan yang ada di Kota Malang.
"Kami berinisiatif saja, masih rembuk belum menjadi satu keputusan yang luas. Belum ada Surat Keputusan (SK). Namun kita memantik, supaya ada kolaborasi, harmonisasi dan kesadaran. Dimulai dari bawah. Kami sepakat jika awalnya untuk memprakarsai supaya hasil rembuk itu ada _endingnya_," terang Kholik.
Kemudian, Isa Wahyudi selaku Penggagas Kampung Budaya Polowijen mengatakan untuk isu dan tantangan yang pada akhirnya menjadi Diplomasi Kebudayaan Kota Malang. Berdasarkan peraturan perundang-undangan nanti akan ada langkah bagaimana kita melindungi semua ini.
"Mulai dari adat-istiadat. Setelah itu dilestarikan, pemanfaatan dan akhirnya dilakukan pembinaan. Dan ternyata kebudayaan menjadi bagian dari pengembangan ekonomi kreatif," pungkasnya. (Yani)