Pasang iklan disini

 

#PajakMencekik: Beban Baru bagi Rakyat Kecil?

Admin JSN
30 Desember 2024 | 22.58 WIB Last Updated 2024-12-30T16:06:00Z
Source: Twitter @BTSStreamingID

PPN naik jadi 12% di 2025. Beban rakyat kecil makin berat, suara mereka semakin terabaikan. Pajak untuk stabilitas negara, tapi apakah kesejahteraan rakyat sudah terjamin?

OPINI | JATIMSATUNEWS.COM - Pajak, sebuah istilah yang tidak asing di telinga kita, adalah kontribusi wajib yang dibayarkan oleh rakyat kepada negara. Dalam kehidupan sehari-hari, rakyat berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, salah satunya melalui transaksi antarwarga negara. Dalam setiap transaksi ini, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut Wikipedia, PPN adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi barang maupun jasa. Seperti yang kita tahu, persentase PPN berada di angka 11%. Namun, pada tahun 2025 mendatang, pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12%. Kebijakan ini berpotensi memberikan dampak signifikan, khususnya bagi masyarakat golongan menengah ke bawah.

Mengapa seperti itu? Kebijakan pemerintah yang semula memberlakukan PPN 12% pada barang-barang mewah akan berlaku juga terhadap bahan-bahan pokok. Para pekerja yang sudah berjuang keras demi mencukupi kebutuhan keluarga kini harus menghadapi kenyataan bahwa gaji mereka akan terpotong pajak penghasilan (PPh), sementara sisa gaji tersebut kembali tergerus oleh PPN 12%. Walaupun gaji diproyeksikan meningkat sebesar 6,5%, kenaikan harga barang dan jasa akibat tarif PPN yang lebih tinggi tetap akan lebih besar. Akibatnya, daya beli masyarakat menjadi semakin tertekan. 

Selain itu, dampak kebijakan ini juga akan dirasakan oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan meningkatnya harga bahan baku akibat tarif PPN 12%, biaya produksi mereka akan naik. Hal ini mempersulit UMKM untuk bersaing, bahkan berisiko kehilangan pasar karena daya beli masyarakat yang menurun. Dalam jangka panjang, situasi ini bisa memicu penurunan aktivitas sektor ekonomi yang menjadi tulang punggung perekonomian rakyat kecil.

Jika dilihat sekilas, kenaikan dari 11% menjadi 12% mungkin terasa kecil, hanya 1%. Namun, dampaknya cukup signifikan. Misalnya, untuk pembelian barang senilai Rp100.000, PPN 12% akan membuat harga menjadi Rp112.000. Dalam satu bulan, tambahan ini bisa mencapai puluhan ribu rupiah, dan dalam setahun, totalnya bisa mencapai jutaan rupiah. Sementara itu, upah masyarakat tetap stagnan. Kebijakan ini semakin menunjukkan bahwa beban pajak lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Pemerintah seharusnya mempertimbangkan kebijakan pajak yang lebih adil, misalnya dengan meningkatkan pajak kepada konglomerat dan perusahaan besar daripada membebankan kenaikan pajak kepada masyarakat kecil. Faktanya, rakyat kecil berkontribusi besar untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun manfaatnya belum dirasakan secara merata oleh semua lapisan masyarakat.

Dalam diskusi “Bedah Pasal 23A UUD NRI 1945” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Siti Rahma menyampaikan bahwa pemungutan pajak dalam Pasal 23A harus berlandaskan prinsip “no taxation without representation.” Artinya, aturan pemungutan pajak harus merepresentasikan kepentingan masyarakat. Namun, jika aturan tarif PPN 12% ini diterapkan, apakah aspirasi masyarakat kecil sudah benar-benar diwakili?

Rakyat kecil berharap kebijakan ini ditinjau ulang agar tidak menjadi beban tambahan yang kian menjerat. Pada akhirnya, mereka tetap membayar kontribusi demi stabilitas negara, dengan harapan bahwa negara mampu menjamin kehidupan yang lebih baik bagi rakyatnya.

---
Andhiny Prasetyani
Mahasiswa Universitas Airlangga

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • #PajakMencekik: Beban Baru bagi Rakyat Kecil?

Trending Now