Lugunya Pak Guru Rufian, tidak mengetahui bahwa statusnya sudah tersangka wajib lapor, disangkanya absen biasa.
MALANG|JATIMSATUNEWS.COM: Kasus laporan dugaan penganiayaan terhadap siswi telah menimpa seorang guru bernama Rufi'an atau biasa dipanggil Pak Rupian, seorang guru pendidikan agama Islam SMP Diponegoro Dampit Kabupaten Malang.
Dari kejadian pertama tanggal 27 September 2024 dan mendapatkan surat dimulainya penyidikan karena dilaporkan esok harinya 28/11/9/2024 ke Polres Kabupaten Malang status Pak Rufi'an kini telah naik menjadi tersangka, Rabu 4/12/2024.
Sebuah status yang mempunyai potensi penahanan untuk guru swasta dengan tambahan penghasilan penjual gorengan jemblem itu. Tak pernah menyangka akan dilaporkan siswa inisial D lewat ibu siswa inisial J karena perbuatannya menampar ringan (napuk) sebab mengingatkan perkara sholat, Pak Rufi'an ternyata tidak mengetahui status yang sedang dia sandang saat ini padahal tiap satu Minggu, dua kali dirinya harus melakukan wajib lapor.
"Saya tidak tahu status itu apa, yang jelas dari pertama saya dipanggil itu saya ditanya-tanya oleh penyidik Bu Leha. Sesudah itu sejak memenuhi panggilan pertengahan Oktober saya diminta absen tiap seminggu dua kali," ucapnya lugu di hadapan Ketua MGMP PAI SMP Kabupaten Malang, Asrori, dan pengurus yang mendampingi, Munif, M. Yahya dan Anis, serta Plt. Kasi PAIS Kankemenag Kabupaten Malang, Su'ib didampingi Tim hukum Kanwil Kemenag Prov. Jatim Adib, dan Nora, Selasa malam 3/12/2024.
Sedikit menahan senyum lelaki bernama Eko, wali kelas anak pelapor yang ditugaskan Kepala Sekolah SMP Diponegoro Maghfur untuk mendampingi Rufi'an menemui para rombongan tamu, menyatakan memang tidak memberitahu hal tersebut pada Rufi'an.
"Dari surat tertanggal 28 September lalu penetapan sebagai terlapor 1 Oktober hingga naik menjadi tersangka tanggal 11 Oktober saya memang tidak menjelaskan keadaan ini kepada Pak Rufi'an. Khawatir beliau syok. Saya hanya bilang gak popo ditekani ae lek dipanggil, dikongkon absen yo absen. Sebab sejak kejadian dipanggil polisi itu Pak Rufi'an terlihat sangat terpukul. Hari-harinya diliputi kesedihan," ucap guru Eko di hadapan para tamu diantaranya tokoh masyarakat dari unsur NU dan Kabid PAI Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur yang datang silaturahmi dan mendengar langsung kronologi kejadian dari Rufi'an.
Atas kejadian ini Rufi'an yang sehari-harinya juga seseorang yang menambah penghasilan sebagai penjual gorengan jemblem mengaku sangat terpukul hingga tidak lagi menjual jemblem.
"Saya sedih sampai-sampai tidak bersemangat lagi membuat jemblem. Absen ke Kepanjen itu jauh, khawatir terpotong waktu ngajar saya. Jadi saya itu kalau absen setengah 7 sudah di sana, terus keburu pulang untuk langsung ngajar," ucap guru Ruf'ian.
Diketahui, perjalanan dari rumahnya ke Polres Kepanjen memakan waktu sekitar 30 menit an. Rufi'an memilih wajib lapor pagi agar bisa segera kembali ke sekolah yang dekat dengan rumahnya untuk mengajar. Padahal waktu yang digunakan untuk wajib lapor itulah yang biasanya digunakan untuk produksi dan jualan jemblem bersama istrinya.
Menyimak dengan seksama setiap penuturan guru Ruf'ian, Kabid PAI Amak Burhanudin memberikan arahan untuk penyelesaian kasus ini.
Amak berharap agar kasus itu segera berhenti dan dicari solusi yang terbaik bagi Pak Rufi'an dan siswi bersangkutan karena bagaimanapun yang dihadapi adalah anak bangsa.
"Kita upayakan damai ya, saling memaafkan antara guru dan siswa. Saya mengerti bahwa terkadang siswi yang demikian bisa memicu guru bertindak di luar kehendak, seperti kata Pak Rufi'an, yang baru kali ini napuk anak. Beda dengan zaman dahulu, saya dijewer guru orang tua ikhlas saja. Akan tetapi jaman sekarang orang tua ada yang tidak terima, ujungnya lapor polisi. Sehingga jadi masalah seperti sekarang ini," ujar Kabid Amak.
Mendapat wejangan seperti itu Guru Rufi'an menyatakan kesanggupannya untuk menjadi guru yang terbaik, dan menyadari sekarang menjadi guru yang kurang baik karena bermasalah. Lalu Rufi'an, bercerita bahwa dirinya sebetulnya sudah minta maaf beberapa kali mendatangi rumah siswa, namun ditolak karena kata orang tua D sudah terlanjur menghubungi polisi.
Kenyataannya, Guru Rufi'an kemudian dipanggil penyidik untuk mediasi diminta membayar 70 juta, ini yang dia tidak mampu.
"Waktu itu saya tawar 2 juta sesudah rundingan dengan keluarga saya yang mau membantu, tapi orang tua D tidak mau," ucapnya sambil menahan tangis saat menceritakan kejadian.
Perkembangan terkini sesudah Rufi'an menghadap Kabid SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Malang Nurul Sri Utami, diperoleh informasi bahwa tuntutan sudah turun, tidak lagi 70 juta tetapi menjadi 10 juta. Hal yang juga disampaikan Kabid PAI Kanwil Kemenag Provinsi, Amak Burhanudin.
"Kami sudah mendapatkan laporan dari dinas pendidikan bahwa tuntutan sudah turun ke angka 10 juta. Yah, ini perkembangan yang bagus. Mudah mudahan pihak siswa semakin sadar sehingga tidak perlu ada tuntutan dan terjadi perdamaian," ucap Kabid Amak.
Mewakili Guru Agama, Asrori menjelaskan perkembangan kasus dan sikap yang sudah diambil oleh MGMP PAI SMP.
"Untuk Pak Rufi'an insyaallah kami siap membantu menopang kehidupannya selama menjalani proses hukum. Kami sudah menggalang dana iuran sepuluh ribuan, untuk meringankan biaya transportasi dan urusan hukum, pagi tadi Pak Rupian juga sudah dibantu tim kuasa hukum dengan biaya 0 rupiah. Bukan hanya 1, beberapa pengacara dari berbagai unsur, LBHNU, Dewan Pendidikan, Komnas Pendidikan siap pula turun tangan. Untuk itu kami berharap ada mediasi sekali lagi dengan harapan 0 rupiah juga, sehingga kasus ini bisa SP3. Berhenti tanpa kelanjutan apalagi sampai sidang," ucap Asrori.
Menyetujui, Kabid Amak menyampaikan untuk diberitahu terus perkembangan kasus ini sehingga bisa memberikan advus dan advokasi yang terbaik untuk kasus Guru Rupian.
"Tolong kami dilapori terus ya. Ini ada tim Hukum Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur," ucap Kabid Amak.
Silaturahmi berlangsung hingga usai shalat Maghrib dan baru sepi ketika adzan Isyak dari mushola di depan rumah Pak Guru Rufi'an berkumandang. Ans