JAKARTA | JATIMSATUNEWS.COM
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, secara resmi mengumumkan status tersangka terhadap Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto (HK), dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Rabu (25/12). HK diduga terlibat dalam kasus suap yang melibatkan Harun Masiku (HM), Wahyu Setyawan, dan sejumlah pihak lainnya terkait penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024.
“Kami menemukan bukti keterlibatan saudara HK, selaku Sekjen PDIP, dan saudara BPE, orang kepercayaannya, dalam dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji kepada Wahyu Setyawan, anggota KPU RI 2017-2022,” ujar Setyo.
Kasus ini bermula dari pengungkapan pada 8 Januari 2020, ketika KPK menetapkan empat tersangka, yaitu Harun Masiku, Saiful Bahri, Wahyu Setyawan, dan Agustiani Tio Fridelina. Dalam pengembangan penyidikan, KPK menemukan indikasi kuat keterlibatan HK.
Setyo menjelaskan bahwa HK memiliki peran penting dalam upaya memenangkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih, meskipun perolehan suara HM jauh lebih rendah dibandingkan Rizki Aprilia, calon yang seharusnya menduduki kursi tersebut. Beberapa upaya yang dilakukan HK untuk memenangkan HM, di antaranya:
1. Penempatan HM di Dapil 1 Sumatera Selatan, meski HM berasal dari Sulawesi Selatan (Toraja).
2. Mengajukan yudisial review ke Mahkamah Agung (MA) demi mendukung posisi HM.
3. Mengirim surat permohonan kepada KPU dan MA terkait pelaksanaan putusan yudisial review.
4. Menekan Rizki Aprilia agar mengundurkan diri, termasuk melalui pertemuan di Singapura yang dilakukan oleh Saiful Bahri. Namun, Rizki menolak semua upaya tersebut.
Ketika semua langkah gagal, HK diduga bekerja sama dengan Harun Masiku, Saiful Bahri, dan BPE untuk menyuap Wahyu Setyawan dan Agustiani Tio Fridelina. KPK menemukan bukti bahwa sebagian uang suap berasal dari HK, yang juga aktif mengarahkan dan mengendalikan pelaksanaan suap tersebut.
Selain dugaan suap, HK juga diduga melakukan tindakan yang bertujuan menghalangi penyidikan. Pada 8 Januari 2020, HK memerintahkan seorang pegawai untuk menginstruksikan Harun Masiku merendam ponselnya ke dalam air dan segera melarikan diri. Hal serupa terjadi pada 6 Juni 2024, ketika HK meminta seorang pegawai menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan oleh KPK.
Tidak hanya itu, HK juga diduga memberikan tekanan kepada saksi-saksi agar tidak memberikan keterangan yang memberatkan dirinya.
KPK telah menerbitkan tiga surat perintah penyidikan (Sprindik) terkait kasus ini:
1. Sprindik No. 153/dik.0001122024 tanggal 12 Desember 2024 untuk dugaan suap oleh HK bersama Harun Masiku, Saiful Bahri, dan BPE.
2. Sprindik No. 154/dik.0001122024 tanggal 23 Desember 2024 terkait peran BPE dalam kasus yang sama.
3. Sprindik No. 152/dik.0001122024 tanggal 23 Desember 2024 untuk dugaan tindakan menghalangi penyidikan oleh HK.
Pasal yang disangkakan kepada HK mencakup:
Pasal 5 Ayat 1 Huruf A atau B dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang tindakan menghalangi penyidikan.
Ketua KPK menegaskan bahwa lembaga antirasuah ini akan terus bekerja profesional dan transparan untuk menyelesaikan kasus ini. “Kami telah berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk penegak hukum lainnya, untuk memastikan proses hukum berjalan tanpa hambatan,” ujar Setyo.
Kasus ini menjadi perhatian publik, mengingat posisi Hasto Kristiyanto sebagai salah satu tokoh penting di partai politik besar. Proses hukum yang dilakukan KPK diharapkan mampu memberikan efek jera dan menjaga integritas demokrasi di Indonesia.(DM)