Happy ending drama Guru Rufian dengan siswa dan orang tuanya, kini berpelukan erat dengan damai di Polres Malang./dok. JSN-ANS |
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM - Akhir yang indah dari drama kasus kekerasan guru terhadap siswa di sekolah yang dilaporkan orang tua ke polisi.
Kasus yang menimpa guru agama Islam di SMA Diponegoro, Dampit, Kabupaten Malang telah berakhir damai dengan siswa D dan orang tuanya.
Perdamaian ini dipastikan pada Senin, 9 Desember 2024 di Markas Polres Malang.
Guru Rufian terbebas dari status terlapor dan tersangka usai pihak orang tua D dengan berbesar hati mencabut laporannya pada Jumat (6/12) lalu.
Usai pencabutan itu, pihak Polres Malang memanggil kedua belah pihak lagi pada Senin (9/12).
Tujuannya adalah mengajak diskusi pihak terkait agar kejadian serupa tidak terulang.
Pihak yang hadir dalam pertemuan ini yakni Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Malang Nurul Sri Utami, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Malang H. Sahid, Kepala Dusun dari Desa Pamotan Dampit Malang.
Lalu, Ketua MGMP Asrori, Ketua AGPAI Ali Masngut, beserta pelapor dan terlapor di Kantor Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Reskrim Polres Kabupaten Malang.
Penyidik Juleha menjadi fasilitator pertemuan ini mengungkapkan harapannya agar tak ada lagi pelaporan tentang kasus guru dan siswa yang masuk ke unit PPA.
"Saya berharap kasus Pak Rufian menjadi pembelajaran bagi kita untuk lebih hati-hati bagi guru dan bagi orang tua juga agar tidak ujug-ujug (langsung) melaporkan," ujar penyidik Juleha, yang diliput langsung JSN.
Juleha mengingatkan bahwa penanganan di unitnya selalu mengedepankan asas keadilan, karena itu pihaknya selalu mengupayakan keadilan restoratif.
Kejadian ini juga membuat pihaknya belajar untuk menangani laporan serupa dengan mengundang lebih dulu dinas dan pihak terkait ketika diadakan mediasi.
Sebab, sebelumnya mediasi dilakukan hanya bersama pihak yang berkaitan langsung dengan kasus tersebut.
Yakni, pelapor dan terlapor, lalu perangkat desa dari pihak pelapor, dan Kepala Sekolah SMP Diponegoro untuk mendampingi terlapor.
Namun, ternyata mediasi belum mencapai kesepakatan hingga membutuhkan banyak pihak lagi untuk dapat menyelesaikan kasus ini yang sampai ke tahap penetapan Rufian sebagai tersangka.
Imbasnya, Rufian harus menjalankan sanksi wajib lapor dua kali sepekan sejak laporan dibuat pada pekan terakhir September lalu.
Drama tentang penamparan guru terhadap siswa--karena mengumpat saat pelajaran berlangsung, telah menjadi perhatian banyak pihak karena sudah menjadi kasus hukum.
Dengan niat baik agar kasus ini berakhir damai, pihak ketiga di bidang hukum yakni pengacara pun terlibat.
Ada 13 pengacara dalam Advokat Peduli Guru (APG) yang kemudian membantu kasus ini selesai dengan damai dan tanpa embel-embel materi, alias 0 rupiah.
Dengan upaya mereka dan pihak lain, akhirnya kasus ini berakhir dengan damai karena kedua belah pihak saling introspeksi diri.
Inilah mengapa, Juleha mengharapkan kejadian ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak agar lebih bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan.
Pada akhir pertemuan, Guru Rufian dan ayah dari siswa D pun berpelukan dengan erat.
Mereka sudah saling memaafkan atas kekhilafan masing-masing. "Kasus ini menginspirasi kita untuk meminimalisir laporan, bahkan kalau bisa tidak ada lagi laporan ke meja kami terkait kekerasan baik guru kepada siswa maupun sebaliknya," tegas Juleha. ***
Penulis: ANS & YAN
Editor: YAN