Ilustrasi perundungan (bullying)./Freepik |
TULUNG AGUNG | JATIMSATUNEWS.COM - Saat ini, TikTok menjadi salah satu platform media sosial yang paling digemari, terutama oleh generasi muda. Dengan menampilkan video pendek yang unik dan beragam, pengguna dapat mengekspresikan diri secara kreatif.
Namun, popularitas TikTok ini tidak lepas dari kekhawatiran yang pastinya memiliki dampak negatif, salah satunya berupa normalisasi kekerasan yang sekarang kerap terlihat dan menjadi berita menggemparkan. Khususnya pada 2024 banyak sekali tercatat kasus pembunuhan yang didasari oleh media sosial.
Tren TikTok yang Membentuk Standar Sosial
Di TikTok, konten yang viral seringkali bermanfaat bagi pengguna lain. Ini mencakup berbagai tren, mulai dari tantangan menari, cara berpakaian, hingga etiket tertentu.
Beberapa tren, seperti edukasi kesehatan dan pendidikan mempunyai dampak positif, sementara tren lainnya yang mempunyai dampak negatif.
Misalnya, beberapa konten yang menggambarkan ejekan, pelecehan verbal, atau perilaku berbahaya sering kali dianggap sebagai hiburan atau lelucon.
Tekanan untuk mengikuti tren ini membuat banyak pengguna, terutama generasi muda, kurang menyadari dampak buruk yang mungkin terjadi. Kekerasan yang ditampilkan sebagai hiburan lama-lama dianggap biasa dan bahkan bisa menjadi hal yang bisa saja ditiru.
Kekerasan yang Dianggap Wajar di Media Sosial
Normalisasi kekerasan di TikTok terjadi ketika tindakan kasar atau tidak pantas dianggap sebagai hal yang lumrah.
Beberapa contoh kasus di antaranya adalah:
1. Konten dengan Kekerasan Verbal dan Fisik
Video yang menampilkan hinaan, ejekan, atau tindakan fisik berbahaya sering kali menarik perhatian besar. Misalnya, tantangan yang melibatkan perundungan (bully) teman hingga membuat mereka terjatuh sering dianggap lucu, meskipun sebenarnya berbahaya.
2. Humor Berbasis Stereotip
Banyak konten yang menggunakan stereotip gender, ras, atau budaya tertentu untuk menciptakan humor. Hal ini tidak hanya memperkuat prasangka, namun juga berdampak negatif terhadap kelompok yang distereotipkan.
3. Komentar Negatif yang Dominan
Kolom komentar di TikTok sering menjadi ruang untuk kritik tajam hingga hinaan para warganet/netizen, terkhusus netizen di Indonesia, yang dikecam tidak memiliki tingkat kesopanan.
Hal ini dibuktikan pada data yang mengatakan kesopanan warganet Indonesia memburuk delapan poin ke angka 76, di mana semakin tinggi angkanya tingkat kesopanan semakin buruk. Hal ini menciptakan lingkungan digital yang toxic dan bisa merusak kesehatan mental pengguna.
Dampak Normalisasi Kekerasan terhadap Generasi Muda
1. Perkembangan Remaja. Situasi di media sosial TikTok dapat berdampak serius terhadap perkembangan remaja yang aktif pada media sosial, seringnya remaja menggunakan media sosial khususnya Tiktok, semakin banyak juga terpaan berita-berita negatif seperti tindak kriminal dan lain sebagainya.
2. Empati Menurun. Ketika kekerasan disajikan sebagai hiburan, remaja cenderung kurang memiliki empati terhadap korbannya. Mereka mungkin menganggap perilaku kasar adalah hal yang normal.
3. Peniruan. Konten viral menyebabkan remaja meniru tindakan yang sama, meskipun tindakan tersebut berbahaya atau merugikan orang lain.
4. Gangguan Kesehatan Mental. Paparan konten berbahaya seperti intimidasi di bagian komentar dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan bahkan depresi pada pengguna muda.
Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati turut berkomentar atas kejahatan pembunuhan sadis yang mana muncul dari berbagai faktor.
Pertama, peran media sosial (medsos) yang sangat tinggi. Kemudian, menurut Devie ketika seseorang melakukan tindakan kejahatan yang bersifat ekstrem, salah satunya bisa disebabkan oleh pengaruh media yang menayangkan aktivitas kekerasan.
"Kalau kemudian peningkatan praktik kekerasannya agresivitasnya salah satu yang ditengarai menjadi pendorong dari kekejaman aktivitas kekerasan adalah pengaruh media. Artinya, dulu tayangan kekerasan di televisi masih kita bisa hitung, tapi kita bicara media sosial yang merupakan tsunami informasi. Bahkan, orang mengakses 24 jam tidak ada batasannya, sehingga tidak ada hentinya itu unsur-unsur kekerasan begitu kuat," ungkapnya.
Devie menuturkan, fenomena ini cukup memprihatinkan dikarenakan anak dan remaja bisa terpapar dengan mudah tayangan-tayangan kejahatan.
"Ini yang cukup memprihatinkan ketika yang terpapar anak remaja maka tidak heran kalau kemudian kita menemui bagaimana hal-hal yang dulu tidak mungkin atau tidak bisa kita bayangkan anak-anak melakukan aktivitas seperti anak kecil memperkosa anak lainnya, anak kecil melakukan kekerasan dengan anak lainnya, serta pembunuhan sekalipun. Tayangan-tayangan kekerasan ini diduga menjadi salah satu pendorongnya," imbuh Devie pengamat sosial dari Universitas Indonesia (UI) pada BeritaSatu.
Solusi untuk Mengatasi Masalah Ini
Berbagai pihak perlu mengambil langkah untuk mengurangi dampak buruk normalisasi kekerasan di media sosial, di antaranya:
1. Edukasi Literasi Digital
Orang tua, guru, dan komunitas harus memberikan edukasi kepada generasi muda tentang bagaimana cara menggunakan media sosial dengan bijak. Mereka juga perlu memahami dampak psikologis dari konten yang mereka konsumsi.
2. Moderasi Konten yang Ketat
TikTok perlu memperketat aturan moderasi untuk mencegah penyebaran konten berbahaya. Algoritma TikTok juga dapat diarahkan untuk mempromosikan konten positif dan mendidik.
3. Dorongan untuk Konten Positif
Kreator konten sebaiknya diberi dukungan untuk menghasilkan video yang inspiratif, edukatif, dan membangun solidaritas.
4. Pengawasan Regulasi
Pemerintah dan lembaga terkait dapat mengatur platform media sosial untuk mencegah penyalahgunaan, termasuk penyebaran konten yang berpotensi merusak.
Peran Generasi Muda dalam Membangun Dunia Digital yang Sehat
Generasi muda sebenarnya memiliki peran besar untuk menciptakan lingkungan media sosial yang lebih baik. Mereka dapat menghindari tren berbahaya, tidak ikut menyebarkan konten negatif, dan melaporkan konten yang tidak pantas.
Selain itu, berbagi konten positif yang mendidik dan menghibur dapat membantu menciptakan komunitas digital yang lebih sehat.
Kesadaran untuk saling menghormati di dunia maya juga penting. Generasi muda dapat memanfaatkan pengaruhnya untuk mengangkat isu-isu penting, seperti toleransi dan solidaritas, sehingga media sosial menjadi ruang yang lebih inklusif, dan menciptakan minimnya kekerasan atau tindak kriminal di dunia maya maupun nyata.
Kesimpulan
TikTok sebagai platform populer memiliki pengaruh besar pada generasi muda. Guna mencegah dampak negatif seperti normalisasi kekerasan, diperlukan kerja sama semua pihak melalui edukasi, moderasi, dan promosi konten positif, sehingga media sosial menjadi ruang yang aman dan bermanfaat. ***
Penulis:
1. Asfi Dwi Farrel Anggraini
2. Nabila Zakiyyatu Shafa
Mahasiswa Universitas Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
___
Editor: YAN