SIDOARJO|JATIMSATUNEWS.COM – Tampak raut wajah tegang membalut terdakwa Ahmad Muhdlor Ali, di kursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana korupsi (Tipikor) Surabaya di Jalan Raya Juanda Lama, Sidoarjo, pada Senin pagi (9/12).
Raut wajah terdakwa yang akrab dipanggil Gus Muhdlor ini lalu mendadak sedih, ketika JPU KPK (Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi) menuntutnya vonis pidana 6 tahun 4 bulan penjara.
Jaksa KPK Andri Lesmana, yang membacakan tuntutan itu, dihadapan tiga orang majelis hakim Tipikor yang dipimpin Hakim Ni Putu Sri Indayani, dan terdakwa beserta tim kuasa hukum yang mendampinginya.
Terdakwa Gus Muhdlor juga dituntut membayar denda Rp300 juta, dan diminta mengembalikan uang kerugian negara sebesar Rp1,4 miliar, atas kasus korupsi potongan insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.
JPU KPK juga melayangkan tuntutan Subsidair sebagai tambahan hukuman penjara 3 tahun, bila mana terdakwa tidak mengembalikan uang kerugian negara itu, dalam tenggat waktu paling lama satu bulan untuk dikabulkan majelis hakim.
Pijakan hukum yang dilancarkan JPU KPK, bahwa terdakwa Gus Muhdlor dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf F Pasal 16 UU RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 kesatu jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Sungguh, tuntutan itu bertepatan dengan momentum peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, yang makin menambah spirit dan semangat JPU KPK untuk menggaungkan cetar membahana seisi ruang sidang.
Tentu saja tanpa disangka oleh Terdakwa Gus Muhdlor, Bupati Sidoarjo non aktif Periode 2021-2024, tuntutan itu terdengar nyaring berasa memerahkan telinganya.
Setelah berembug sejenak dengan tim penasihat hukumnya, melalui Mustofa, sang juru bicara, akan melayangkan Pledoi (nota pembelaan) lantaran terdapat perbedaan pandangan hukum dengan JPU KPK.
Pihaknya akan mempersiapkan pledoi dengan sebaik-baiknya, di persidangan selanjutnya yang ditentukan majelis hakim.
Dalam sidang tuntutan ini, JPU KPK menyampaikan pandangannya dihadapan majelis hakim, bahwa terdapat perbedaan keterangan antara terdakwa Gus Muhdlor dengan para saksi yang dihadirkan di rentetan panjang persidangan sebelumnya.
"Keterangan terdakwa berbeda dengan keterangan saksi-saksi. Tidak konsisten dan berubah-ubah " tandas Jaksa KPK Andri Lesmana.
Ratusan saksi dari berbagai pihak terkait, sudah dihadirkan JPU KPK di rentetan persidangan sebelumnya. Sebagian besar mereka adalah pegawai BPPD Sidoarjo. Ada pula pegawai Pemkab Sidoarjo, bahkan pegawai KPP Pajak Pratama Sidoarjo Barat.
Dari keterangan dan pengakuan para saksi dihadapan majelis hakim, terungkap berbagai fakta tentang asal mula pemotongan insentif yang diakui sebagai shodaqoh itu, yang dikorupsi terdakwa.
Di sidang tuntutan jaksa KPK ini, Hakim Ni Putu Indrayani kemudian memberikan waktu kepada terdakwa Gus Muhdlor dan penasihat hukumnya, untuk melakukan pembelaan pada Senin, 16 Desember 2024 mendatang.
Kasus korupsi ini mencuat viral ketika terdakwa Gus Muhdlor turut serta terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, setelah OTT terhadap Siska Wati, Kasubbag Umum dan Kepegawaian BPPD Sidoarjo, pada 25 Januari 2024 lalu. Selanjutnya Siska pun ditetapkan sebagai tersangka awal. KPK juga mengamankan 11 orang lainnya untuk dijadikan sebagai saksi.
Dalam perkembangan berikutnya, KPK juga menahan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono sebagai tersangka pula. Kemudian, Siska dan Ari disidangkan dalam waktu hampir bersamaan.
Putusan sidang, hakim tipikor memvonis pidana Ari Suryono dengan hukuman 5 tahun. Ari juga harus mengembalikan kerugian negara sekitar Rp2,7 miliar. Sedangkan Siska Wati dijatuhi hukuman 4 tahun penjara.
Mereka dinyatakan terbukti bersalah telah memotong insentif ASN BPPD Sidoarjo. Angkanya antara 10 hingga 30 persen sejak 2021 sampai 2023. Nilai total kerugian negara yang dicuri mencapai Rp8,544 miliar.
Kasus korupsi hingga serta merta menyeret Gus Muhdlor, memang menjadi perhatian publik, terutama masyarakat Sidoarjo. Karena melibatkan kepala daerah yang aktif menjabat hingga awal tahun 2024.
Anak seorang kiai ini diduga memanfaatkan posisi dan kekuasaan jabatannya, untuk melakukan tindak pidana korupsi melalui pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo.
Kasus korupsi ini tentu saja menjadi rekaman bukti nyata, bahwa KPK terus menindak tegas siapapun pelaku korupsi, dari orang pusat atau pejabat negara hingga pejabat di berbagai daerah. (zeera)