Tim pendamping Guru Subhan temui orang tua siswa kelas 5 MINU Kromengan, Rabu (11/12) untuk mediasi damai./dok. JSN-ANS |
MALANG | JATIMSATUNEWS.COM - Tiga opsi damai ditawarkan kepada orang tua siswa yang melaporkan Guru Subhan ke polisi.
Opsi damai disampaikan tim pendamping terlapor saat berkunjung ke rumah orang tua siswa di Dusun Krantil, Desa Karangrejo, Kecamatan Kromengan pada Rabu (11/12).
Sutiyari Pungkasari, orang tua siswa menemui tim pendamping terlapor. Dia mengatakan bahwa dirinya memaafkan secara personal tetapi secara hukum tetap dilanjutkan.
"Kami memaafkan, tetapi proses hukum harus tetap berjalan," ujar Sutiyari Pungkasari, orang tua siswa, seperti yang diliput JSN (11/12).
Ada tiga opsi penyelesaian yang ditawarkan tim pendamping terlapor sesudah mendengarkan kisah keluh kesah Suntiari dari awal anaknya dipukul hingga perlakuan pihak sekolah yang dianggapnya kurang serius menangani kasus sang anak.
Pertama, penarikan pernyataan yang menurut pelapor pihak sekolah telah mencemarkan nama baiknya pada rapat wali murid.
Kedua, pemberian ganti rugi sesuai waktu, tenaga dan pikiran yang menurut pelapor telah banyak dikeluarkan
Ketiga, Islah saling memaafkan untuk memulihkan mental anak, sebagaimana yang diajarkan Rasulullah bahwa apabila ada 2 pihak yang berselisih hendaknya didamaikan. Harapannya dengan saling memaafkan antara guru, siswa dan orang tua tercipta rasa aman dan nyaman sehingga mental siswa dapat pulih kembali.
Akan tetapi, ketiga opsi tersebut ditolak oleh ibu siswa. Sang ibu ketika ditanya apakah misal Pak Subhan dipenjarakan bisa memuaskan dijawab bukan persoalan puas dan tidak akan tetapi maaf kan harus ada tanggung jawab. Ketika ditanya berapa nilai nominal yang diinginkan untuk bisa mengganti kerugian sebagai bentuk pertanggungjawaban si ibu menjawab masih berpikir, tetap bersikukuh akan menyampaikan di Polres Kabupaten Malang sekali lagi karena masih akan ada satu kali lagi mediasi.
"Nanti saja di Polres, urusan hukum sudah berjalan kami ingin menyelesaikan secara hukum. Soal jumlah kami masih pikir-pikir ya nanti saja kami sampaikan di Polres, karena masih ada satu kali lagi kesempatan untuk mediasi, " ujar Suntiari.
Dalam pertemuan tersebut oleh tim mediasi yang terdiri dari para pengurus NU baik dari LP Maarif maupun MWCNU memang tidak mengajak serta sang guru Subhan dan pihak sekolah karena menurut informasi sang ibu menyebut anak masih trauma jika ketemu guru Subhan.
Soal kondisi anak menurut tim mediasi terlihat baik-baik saja. Sempat berjumpa anak tersebut yang kini telah pindah sekolah ketika bersilaturahmi.
"Anak tersebut sempat membukakan pintu, menerima salam juga salim dan memanggilkan mamanya ke dalam rumah untuk menemui kami," ujar Gus Dimyati, Ketua MWCNU yang turut hadir.
Sebelumnya, Muhammad Subhan Junaidi yang terlibat dalam kasus ini, telah meminta maaf hingga lebih tujuh kali kepada keluarga siswa.
Guru agama Islam tersebut telah menyesali perbuatannya yang sempat memukul siswa kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama Kromengan Kabupaten Malang, karena siswa tersebut dianggap berbuat onar yang memicu kegaduhan. Ada bukti juga siswa tersebut menulis kata tidak pantas pada pak gurunya (Pak Subhan Jan***k).
Sebagai sikap menerima laporan wali murid tersebut bahkan, sekolah telah memberhentikan sementara dari Subhan pekerjaannya sebagai guru di madrasah tersebut.
"Saya menyesali perbuatan saya. Saya bukan orang mampu misal diminta bayar ganti rugi. Saya sudah meminta maaf hingga lebih tujuh kali kepada orang tua siswa. Bahkan, saya sudah diberhentikan sementara dari sekolah, dan saya sudah menerima konsekuensi hukuman tersebut. Tetapi, saya masih dilaporkan ke polisi," ungkap Subhan, seperti yang diwawancarai JSN pada Senin (9/12).
Kasus Subhan pun menyita perhatian sejumlah tokoh yang kemudian mengadakan diskusi untuk mencari jalan keluar secara kekeluargaan.
Mereka mengadakan diskusi di kediaman Ketua Lembaga Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama Kabupaten Malang, Muchammad Gufron.
Pihak yang hadir dalam pertemuan ini yakni Ketua MWCNU Kromengan Gus Dimyati, Wakil Ketua LD PCNU Arif Rahman, Ketua Koordinator Guru Agama Kabupaten Malang Anis Hidayatie, serta seorang pengacara Wiwied Tuhu.
Tetapi, hasil dari diskusinya masih ditolak orang tua siswa yang tetap ingin membawa kasus ini dapat diselesaikan di Polres Malang.
Sedangkan, pihak Polres Malang saat ini juga sedang merencanakan pembuatan Rumah Restorative Justice (RJ) dengan MoU yang diinisiasi LP Ma'arif NU, dan akan ditandatangani Bupati Malang serta Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang.
Rumah RJ ini diharapkan perwakilan Unit PPA Polres Malang, Juleha dapat menjadi wadah yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang ada di lembaga pendidikan Kabupaten Malang.
"Kami berharap tidak ada lagi laporan kekerasan, baik guru terhadap siswa maupun sebaliknya," tegas Juleha. ***
Penulis: YAN/Ans