ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM
Dalam sejarah bahasa dan kebudayaan, Sanskerta telah lama dianggap sebagai bahasa dari India yang menjadi akar bahasa-bahasa di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Namun, ada kajian yang mencoba menawarkan perspektif lain: bahwa Sanskerta sebenarnya bukan bahasa yang "diimpor" dari India, melainkan bahasa asli yang telah berkembang di Nusantara sejak ribuan tahun lalu. Teori ini, meskipun tidak populer dalam arus utama, menarik untuk ditelaah lebih jauh karena menawarkan pemahaman baru tentang sejarah Nusantara.
Asal Usul Sansekerta dan Hubungannya Dengan Nusantara
Pendapat umum yang dianut oleh para akademisi menyebut bahwa Sanskerta berasal dari India, dengan tokoh seperti Pāṇini yang pertama kali menyusun tata bahasa Sanskerta dalam karya berjudul *Aṣṭādhyāyī* sekitar abad ke-5 SM. Tata bahasa ini terdiri dari hampir 4.000 aturan tata bahasa, menjadikan Sanskerta salah satu bahasa yang sangat kompleks.
Namun, pandangan alternatif berargumen bahwa Nusantara memiliki budaya dan bahasa yang jauh lebih tua, yang kemungkinan telah menginspirasi penyebaran bahasa dan ajaran yang kemudian dikenal sebagai Dharma atau Dhamma di India. Sebagai bukti, disebutkan adanya pusat pembelajaran yang disebut "Dharma Phala" di Svarnadvipa (Sumatra), yang konon sudah ada sebelum Nalanda di Bihar, India, yang berdiri pada tahun 427 M. Tokoh penting dalam tradisi ini adalah Dharmapala, yang lahir di Svarnadvipa sekitar abad ke-7 SM dan dianggap sebagai guru besar yang membawa ajaran Dharma ke India.
Kolonialisme dan Propaganda Sansekerta sebagai Bahasa India
Dalam masa kolonial, istilah *Hindia Belanda* digunakan untuk menamai Nusantara. Hal ini menimbulkan kesan bahwa Nusantara hanyalah penerima pengaruh budaya dari "India", seolah-olah budaya dan bahasa lokal adalah adaptasi dari budaya luar. Propaganda kolonial ini, menurut beberapa ahli, dimaksudkan untuk mengaburkan fakta bahwa bangsa Nusantara memiliki peradaban dan bahasa yang kaya jauh sebelum pengaruh India masuk.
Penelitian terhadap bahasa Sanskerta oleh peneliti Eropa seperti Heinrich Roth, Johann Ernst Hanxleden, dan Sir William Jones menunjukkan bahwa bahasa ini memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan bahasa Yunani atau Latin, namun sangat mirip dalam hal akar kata dan tata bahasa. Meskipun demikian, banyak peneliti mengabaikan kemungkinan bahwa bahasa ini memiliki akar di Nusantara, mengingat kompleksitas bahasa tersebut dan kesamaan kosa kata Nusantara yang signifikan.
Kosa Kata Nusantara Yang Mengandung Unsur Sansekerta
Di dalam bahasa Indonesia modern, terdapat sekitar 800 kata yang diserap dari Sanskerta, seperti "cinta" (cintā), "agama" (āgama), "bahaya" (bhaya), "antariksa" (antarikṣa), dan "bidadari" (vidyādharī). Kata-kata ini mungkin diadopsi langsung, atau melalui bahasa Jawa Kuno dan bahasa-bahasa Nusantara lainnya. Beberapa linguistik menyebutnya sebagai bentuk "neologisme", yaitu penggunaan kata-kata baru dari bahasa asalnya dalam konteks yang berbeda.
Namun, fakta bahwa begitu banyak kata Sanskerta yang digunakan di Nusantara menimbulkan pertanyaan: Apakah Nusantara benar-benar mengimpor bahasa ini, ataukah bahasa Sanskerta merupakan bahasa asli Nusantara yang kemudian menyebar ke wilayah-wilayah lain di Asia Selatan?
Pandangan Alternatif: Sansekerta Sebagai "Rakitan" Berbagai Bahasa
Shyama Rao dalam bukunya *The Anti-Sanskrit Scripture* mengkritik asumsi bahwa Sanskerta adalah induk dari semua bahasa di Asia Selatan. Menurutnya, bahasa Sanskerta adalah bahasa yang dirakit dari berbagai elemen bahasa yang ada di daratan Hindustan, terutama dari bahasa Aryan, yang merupakan bahasa pendatang. Rao juga menyoroti bahwa Sanskerta memiliki terlalu banyak karakter alfabet yang jauh lebih rumit dibandingkan bahasa lainnya, seperti Cina, Sumeria, dan Hieroglif Mesir.
Dia juga berpendapat bahwa Sanskerta bukanlah bahasa yang konsisten secara tata bahasa, mengingat bahasa ini tidak memiliki konsep *tenses*, partikel, dan perbedaan jenis kelamin, namun memiliki banyak sinonim dan homonim. Kosa kata Sanskerta bahkan lebih mirip dengan bahasa Nusantara dibandingkan bahasa asli daratan Hindustan, Asia Barat, atau Eropa Barat. Hal ini menguatkan hipotesis bahwa Nusantara adalah sumber inspirasi dalam penyusunan bahasa Sanskerta.
Keunikan Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Pemersatu
Profesor Ashok Kumar, seorang agronom dari Haryana University, merasa kagum dengan bahasa Indonesia karena memiliki konsep "bahasa" yang diterima secara universal. Istilah "bahasa" dalam bahasa Indonesia sangat mirip dengan "bhasa" dalam bahasa Hindi atau Bengali, dan "boso" dalam bahasa Jawa. Fakta bahwa Indonesia memiliki satu bahasa nasional yang diterima oleh berbagai suku dan etnis di Indonesia menunjukkan kekuatan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa.
Kondisi ini berbeda dengan India yang hingga saat ini belum memiliki satu bahasa nasional yang diterima secara universal. Meskipun memiliki keragaman ekologi dan ekosistem yang besar, India tetap terpecah dalam hal bahasa. Kumar pun mengungkapkan keheranannya, bahwa meskipun memiliki potensi besar, Indonesia tidak maju sepesat yang diharapkannya.
Nusantara Sebagai Pusat Kebudayaan dan Bahasa Kuno
Bukti arkeologis dan literatur mengindikasikan bahwa Nusantara merupakan salah satu pusat kebudayaan kuno yang cukup maju. Sebagai contoh, beberapa penelitian menunjukkan bahwa istilah-istilah dalam bahasa dan budaya di daerah Oceania dan Polinesia mungkin berasal dari Nusantara, seperti pada istilah “kalappa” untuk menyebut pohon kelapa dalam bahasa Hawaii. Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa tanaman tales yang banyak ditemukan di Oceania dan Asia Timur mungkin dibawah oleh pelaut-pelaut kuno dari Nusantara sebagai bekal perjalanan.
Jika teori ini benar, maka Nusantara memiliki peran yang jauh lebih besar dalam membentuk peradaban dunia. Bahasa yang dianggap sebagai bahasa dewata ternyata mungkin adalah bahasa rakitan dari bahasa-bahasa lokal yang sudah ada di Nusantara jauh sebelum budaya Aryan datang ke Asia Selatan.
"Kesimpulan"
Kajian mengenai bahasa Sanskerta yang dianggap berasal dari India dan menjadi bahasa "induk" bagi bahasa-bahasa di Asia ternyata masih kontroversial. Pandangan alternatif yang menyebutkan bahwa Sanskerta merupakan bahasa yang berasal dari Nusantara menawarkan perspektif baru yang menarik. Menurut pandangan ini, Nusantara tidak hanya memiliki budaya yang kaya, tetapi juga peradaban yang cukup maju dengan sistem pendidikan setingkat universitas.
Bangsa Nusantara, yang sering dianggap hanya sebagai penerima pengaruh dari budaya luar, sebenarnya memiliki peran besar dalam perkembangan bahasa dan budaya di Asia. Pengaruh budaya dan bahasa Nusantara mungkin telah menyebar ke berbagai penjuru dunia, jauh sebelum masuknya pengaruh kolonialisme dan imperialisme. Dengan demikian, kajian lebih mendalam terhadap akar bahasa dan kebudayaan Nusantara akan membuka wawasan baru tentang sejarah dan peran penting Nusantara dalam peradaban dunia.