MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: OJK (Otoritas Jasa Keuangan) bersama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) menggelar kuliah umum istimewa bertajuk Transformasi Governansi: Pilar Penyangga Integritas di gedung Pascasarjana FEB UB, Gedung F Lantai 7.
Acara yang diadakan pada hari Selasa, 5 November 2024 ini dihadiri oleh berbagai tokoh penting dari dunia pendidikan dan keuangan.
Istimewa membuka kuliah umum terdengar doa untuk Palestina diantara doa pembuka acara.
Kuliah umum dihadiri oleh Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK Sophia Watimena, Wakil Rektor V Bidang Riset dan Inovasi Universitas Brawijaya Prof. DR. Unti Ludigdo, Dekan FEB UB Abdul Ghofar, Komite Etik Level Governance OJK Prof. Niki Lukviarman, dan Kepala OJK Malang Biger Adzanna Maghribi. Turut hadir pula Wakil Rektor III Universitas Muhammadiyah Malang Dr. Nur Subeki, Wakil Ketua Badan Supervisi OJK Prof. Candra Fajri Ananda, Kepala OJK Provinsi Jawa Timur Yunita Linda Sari, Inspektur Pemerintah Kota Malang Mulyono, dan Kepala Departemen OJK Siswani Wisudati serta Darmansyah.
Dalam kuliahnya Sophia menjelaskan tentang tugas dan fungsi OJK yang meliputi pengawasan aset di berbagai lini keuangan seperti perbankan dan asuransi.
“Pinjaman online yang sering dikaitkan dengan masalah besar sebetulnya tidak selalu terkait dengan besarnya aset yang diawasi,” ungkap Sophia, menekankan perlunya pendekatan yang komprehensif dalam pengawasan.
Salah satu isu yang dibahas dalam diskusi ini adalah tantangan yang dihadapi mahasiswa di tengah pesatnya perkembangan teknologi keuangan. Dekan Ghofar mengungkapkan keprihatinannya terhadap fenomena mahasiswa yang terjerat pinjaman online (pinjol) dan terlibat dalam aktivitas kriminal.
“Kota Malang, dengan 30 persen penduduknya adalah mahasiswa dan sebanyak 255.000 mahasiswa di Universitas Brawijaya pada 2022, menjadi pusat dinamika ini. Tiga dari sepuluh orang di kota ini adalah mahasiswa. Sekarang tren mahasiswa menanam saham, ini baik akan tetapi modal yang dimiliki sedikit, tak jarang menggunakan pinjaman online sehingga dampaknya berisiko terjerat pinjol,” paparnya.
Pada kuliah umum ini terungkap pula prestasi OJK Jatim. Dari sisi literasi keuangan, Jawa Timur tercatat memiliki tingkat literasi yang lebih tinggi dari rata-rata nasional. Namun, Sophia menggarisbawahi bahwa inklusi keuangan yang meningkat tidak selalu dibarengi dengan kesadaran konsumsi yang memadai.
“Banyak masyarakat membeli produk keuangan yang sebenarnya tidak menguntungkan dan berisiko,” ujarnya.
Sophia juga menguraikan Strategi Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) yang diterapkan OJK untuk menjaga integritas. “Korupsi bukan hanya soal uang, tetapi juga integritas. Tugas OJK adalah memastikan sektor jasa keuangan diawasi dengan baik,” tambahnya.
Dalam sesi tanya jawab dengan peserta yang diadakan pula secara daring melalui Zoom, Prof. Niki, Biger, Sophia, serta moderator Radityo duduk menghadap peserta, berdiskusi tentang bagaimana strategi OJK dalam menghadapi ancaman dari pinjaman online ilegal dan perjudian online yang melibatkan lebih 3 juta orang dengan tren terus naik di Indonesia.
Dalam hal ini Sophia menjelaskan peran penting Aplikasi Pelayanan Publik Kontak (APPK) 157 sebagai layanan pengaduan OJK.
Sementara itu menyinggung literasi keuangan masyarakat Biger menyampaikan bahwa masyarakat juga bisa mengawasi keuangannya sendiri.
"OJK bukan hanya milik kita, tetapi milik masyarakat luas, termasuk aparat keamanan dan warga biasa," ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa literasi keuangan perlu terus ditingkatkan agar masyarakat bisa lebih waspada dan terlindungi. Terkait hal ini Biger menyebut peran teknologi dalam perlindungan diri dari penipuan.
"Handphone bisa menjadi alat perlindungan. Dengan fitur-fitur tertentu, kita bisa mengecek apakah suatu institusi keuangan itu legal dan diawasi oleh OJK," katanya.
Selanjutnya dicontohkan adanya layanan otomatis yang bisa diakses melalui aplikasi pesan untuk memastikan legalitas lembaga keuangan.
"Robot yang kami operasikan selama 24 jam siap membantu memverifikasi institusi atau lembaga," ujar Biger. Ans