Sidang kasus merek bantal 'Harvest' di PN Pasuruan ungkap fakta baru Saksi ahli bahasa dan HAKI hadir untuk menjelaskan perbedaan makna dan simbol antara 'Harvest' dan 'Harvest Luxury,' yang memperkuat argumen terdakwa dalam persidangan
PASURUAN | JATIMSATUNEWS.COM
Kasus merek bantal “Harvest” yang bergulir di Pengadilan Negeri Kota Pasuruan kembali memunculkan fakta-fakta baru dalam sidang yang digelar Rabu (13/11/2024). Dalam sidang yang berlangsung pada pukul 15.10 WIB tersebut, kuasa hukum terdakwa, Deby Affandy, sukses menghadirkan saksi kunci bernama Fauzan, yang mengaku pernah menjadi korban tindakan pelapor, Fajar. Sidang yang kini telah memasuki babak ke-13 tersebut mengundang saksi ahli bahasa dari Sidoarjo, Oni Dwi Arianto, untuk memberikan pandangan terkait unsur bahasa yang menjadi dasar perbedaan antara merek terdakwa dan pelapor.
Sidang dimulai dengan pengambilan sumpah saksi ahli bahasa, Oni Dwi Arianto. Kesempatan pertama diberikan kepada pengacara Zulfi Syatria, yang menanyakan aspek bahasa, simbol, dan bentuk pada simbol merek. Oni mencontohkan perbedaan kata majemuk seperti “Kereta Api”.Kemudian PH Zulfi Syatria menggambarkan istilah “Panen” dan “dipanen,” serta membedakan arti antara “Harvest” dengan “Harvest Luxury.” Oni menjelaskan bahwa “Harvest” merupakan satu kata, sedangkan “Harvest Luxury” adalah frasa yang mengandung dua kata, sehingga memiliki arti tambahan yang membedakannya dari merek terdakwa.
Selanjutnya, pengacara Sahlan Azwar turut menanyakan lebih lanjut soal perbedaan makna antara kedua merek. Menanggapi pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tasya Diaz Ullima, Oni menyatakan bahwa “Harvest” dan “Harvest Luxury” memang memiliki banyak persamaan, namun simbol keduanya berbeda, yang dapat menjadi penanda antara kedua merek. Oni juga menjelaskan bahwa dalam aspek bahasa, ada perbedaan arti ketika merek diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.
Diskusi semakin intens ketika JPU Tasya Diaz Ullima mencoba menggali perbedaan pandangan Oni dalam perspektif bahasa sastra. Hakim Ketua Byrna Mirasari memberikan pengarahan agar diskusi tetap kondusif dan fokus pada pokok perkara untuk menghindari keberatan dari kedua pihak. Hakim anggota Ajie Surya Prawira kemudian mengajukan pertanyaan mengenai sinonim dan kesamaan kata, menekankan bahwa kata pokok tetap menjadi inti dalam memahami makna merek.
Sidang kemudian dilanjutkan dengan pemanggilan saksi ahli HAKI, Tyas, pada pukul 15.47 WIB. Tyas memberikan keterangan terkait itikad baik pelapor Fajar yang dinilai tidak sesuai karena dianggap menjiplak merek terdakwa. Ia juga menjelaskan bahwa tindakan Fajar dinilai merugikan terdakwa. Lebih lanjut, Tyas menjabarkan pasal yang relevan terkait merek tidak terdaftar berdasarkan UU No. 20 Tahun 2016, yang menurutnya menunjukkan bahwa pihak pelapor kurang beritikad baik.
Pada pukul 16.09 WIB, saksi HAKI lainnya, Tuti Herningtyas, dosen dari Sunan Giri Surabaya, memberikan pandangan bahwa merek terdakwa dan pelapor memiliki perbedaan warna dan model yang cukup mencolok. Menurut Tuti, UU No. 20 Tahun 2016 mengatur indikator kemiripan merek yang mencakup aspek warna dan bentuk visual. Tuti juga menyoroti penggunaan kata “atau” dalam undang-undang tersebut yang mengindikasikan perbedaan antara kriteria kumulatif dan alternatif, sehingga menimbulkan perdebatan interpretasi di antara pihak-pihak yang hadir.
Perdebatan antara istilah “kumulatif” dan “alternatif” sempat memanas dan membuat hakim anggota Ajie Surya Prawira harus menengahi untuk meredakan ketegangan antara saksi ahli HAKI dan JPU Tasya Diaz Ullima. Pengacara Zulfi Syatria juga turut menyampaikan pandangannya dengan memberikan contoh merek bank seperti BCA, BRI, dan Mandiri yang menggunakan warna biru yang sama, namun tidak saling menggugat satu sama lain. Zulfi menilai bahwa warna yang serupa tidak dapat selalu dijadikan dasar untuk pelanggaran merek.
Di penghujung sidang, PH Zulfi Syatria menunjukkan produk bantal sebagai bahan pembanding, namun karena waktu, sidang akhirnya ditutup oleh Hakim Ketua Byrna Mirasari pada pukul 16.42 WIB. Sidang dijadwalkan berlanjut pada 20 November 2024, dengan menghadirkan saksi ahli pidana dari kedua pihak sebagai penutup dari rangkaian persidangan yang semakin menyorot kasus merek bantal ini.(Asyraf)