“Mahasiswa sering kali merasa kesulitan memvisualisasikan struktur dan proses dalam genetika. Dengan adanya teknologi hologram 3D, konsep-konsep yang abstrak tersebut dapat dipahami lebih jelas dan menarik,” ujarnya.
Pentingnya literasi digital dan pemahaman yang kuat dalam genetika menjadi sorotan utama. Seiring dengan pesatnya perkembangan era Society 5.0, mahasiswa tidak hanya diharapkan memiliki pemahaman teoritis, namun juga kompetensi digital yang mumpuni. Penggunaan hologram 3D dalam pembelajaran genetika memungkinkan mahasiswa mengamati secara langsung bagaimana struktur DNA terbentuk dan bekerja, sehingga pemahaman konsep menjadi lebih mendalam. Metode ini mengubah cara belajar dari sekadar teori menuju pengalaman yang imersif, di mana visualisasi dan teknologi menjadi kunci utama.
Holo-learning DNA yang dikembangkan ini membawa mahasiswa melihat simulasi tiga dimensi mengenai rantai DNA, proses transkripsi, hingga replikasi. Tidak hanya itu, mereka juga dapat berinteraksi langsung dengan objek-objek tersebut. Dengan pendekatan ini, harapannya adalah mahasiswa dapat belajar melalui pengalaman nyata tanpa harus menggunakan sampel biologis secara langsung. Hal ini memberikan manfaat ganda, selain praktis, juga lebih aman dan ramah lingkungan.
“Pengembangan inovasi ini menargetkan terciptanya pendidikan berkualitas, di mana mahasiswa tidak hanya mempelajari teori, namun juga dapat menyelami ilmu dengan cara yang menarik dan relevan,” tambah Prof. Siti.
Menurutnya, literasi digital merupakan salah satu aspek yang sangat krusial bagi mahasiswa dalam menghadapi tantangan zaman yang kian digital.
Penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran genetika juga sesuai dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) keempat, yaitu Pendidikan Berkualitas. Tujuan ini mencakup peningkatan akses pendidikan yang inklusif dan berkesetaraan, serta mendorong kesempatan belajar bagi semua orang. Dengan teknologi hologram, mahasiswa dari berbagai latar belakang diharapkan dapat memiliki akses yang lebih baik dalam memahami ilmu genetika. Inovasi ini didukung dengan skema pembelajaran interaktif di mana mahasiswa dapat berdiskusi, memecahkan masalah, dan memahami materi genetika secara mendalam.
Teknologi 3D Holo-learning berperan sebagai jembatan penghubung antara teori dan praktik, memungkinkan mahasiswa lebih percaya diri dalam memahami materi. Selain itu, teknologi ini juga memberikan kesempatan bagi pengajar untuk mengemas materi dengan cara yang lebih menarik.
"Pengembangan Holo-learning ini menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi solusi dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Langkah ini sejalan dengan semangat Society 5.0, di mana teknologi bukan hanya alat, tetapi juga menjadi mitra dalam mewujudkan masyarakat yang berdaya saing tinggi," pungkas Prof. Siti.
Tantangan di dunia pendidikan selalu muncul seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan zaman. Dengan teknologi Holo-learning DNA, Indonesia diharapkan mampu menciptakan generasi muda yang cerdas, kreatif, dan siap bersaing di era digital. Pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan akan terus berkembang, dan semoga inovasi ini dapat menjadi salah satu langkah awal dalam meningkatkan literasi digital dan keterampilan mahasiswa di bidang genetika, menuju pendidikan berkualitas untuk semua.
Pewarta: Luthfi Maulida Rochmah - Mahasiswa UM