MALANG|JATIMSATUNEWS.COM – Pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang tahun 2024 yakni pasangan ABADI (Abah Anton-Dimyati) memaparkan visi, misi, dan program kerja mereka. Dalam sebuah wawancara bersama para wartawan, pasangan ini menekankan pentingnya perubahan signifikan dalam tata kelola pemerintahan, stabilitas ekonomi, serta keharmonisan antarumat beragama di Kota Malang.
Abah Anton menekankan perlunya percepatan dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat Kota Malang. Menurutnya, masyarakat sangat menantikan tokoh yang mampu membawa perubahan nyata setelah pemilu pada 27 November mendatang.
“ABADI selama ini terus turun ke masyarakat, merakyat, dan memberikan ruang dialog. Program-program kami ke depan difokuskan untuk percepatan dari berbagai persoalan yang ada,” ujar Abah Anton.
Ia juga memperkenalkan pendekatan bottom-up sebagai strategi utama dalam pemerintahan. Dengan pendekatan ini, masyarakat diberi ruang untuk menyampaikan aspirasi dari tingkat bawah, yang menurutnya lebih efektif dibandingkan pola top-down yang dianggapnya tidak lagi relevan.
“Pola buttom up ini saya kira akan lebih cepat memberikan solusi-solusi yang baik untuk menyelesaikan persoalan karena selama ini pola top down itu sudah tidak memungkinkan ruang bagi masyarakat kecil Perubahan signifikan dalam pola pemerintahan sangat dibutuhkan,” tegasnya.
Abah Anton juga menyinggung pentingnya menjaga kerukunan antarumat beragama. Ia berkomitmen untuk terus mendukung forum komunikasi umat beragama dan memberikan ruang dialog bagi ormas-ormas keagamaan.
Sementara itu, Dimyati menyoroti persoalan inflasi yang sering terjadi pada momen tertentu seperti Natal, Tahun Baru, hingga Ramadan dan Idul Fitri. Ia mengkritik praktik penimbunan bahan pokok yang menyebabkan kenaikan harga secara mendadak, yang menurutnya sering kali terjadi menjelang pilkada.
“Inflasi dadakan ini terjadi karena ada yang menimbun beras atau minyak untuk dibagi-bagikan. Akibatnya, masyarakat yang tidak mendapatkan pembagian itu harus menanggung harga yang naik,” jelas Dimyati.
Ia menekankan pentingnya kehadiran pemerintah untuk mendeteksi dan menstabilkan inflasi tersebut secara cerdas.
Dimyati juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap survei elektabilitas yang dianggap tidak konsisten. Ia mempertanyakan kredibilitas lembaga survei yang menyajikan hasil berbeda dalam waktu singkat dengan populasi sampel yang sama.
“Hal ini agak aneh karena survei itu dilaksanakan pada rentang waktu tertentu, tapi kemarin muncul survei dan grafik sekian. Namun, hari ini muncul survei lagi dengan grafik sekian. Bagaimana sebuah survei yang terpercaya dengan branding yang luar biasa tapi hasilnya berubah-ubah. Ini bisa menjadikan suudzon, bagaimana sebuah survei dalam rentang waktu tertentu dengan populasi sebanyak 800 dalam dua hari berubah angkanya? Apakah mengulang lagi 800 atau hanya merubah data? Ini yang harus dipertanyakan kepada penyurvei itu," ungkapnya.