SEJARAH | JATIMSATUNEWS.COM
1.Awal Gerakan PKI dan Pemberontakan Madiun 1948
Pada 31 Oktober 1948, Muso, salah satu pimpinan besar Partai Komunis Indonesia (PKI), dieksekusi di Desa Niten, Kecamatan Sumorejo, Kabupaten Ponorogo. Pada saat yang sama, dua pimpinan PKI lainnya, MH. Lukman dan Nyoto, melarikan diri ke pengasingan di Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Akhir November 1948, seluruh pimpinan PKI berhasil dibunuh atau ditangkap, sementara daerah-daerah yang semula dikuasai oleh PKI seperti Ponorogo, Magetan, Pacitan, Purwodadi, Cepu, Blora, Pati, dan Kudus berhasil direbut kembali oleh tentara Republik Indonesia.
Namun, meskipun pemberontakan PKI di Madiun telah dipadamkan, partai tersebut tetap tidak dilarang oleh pemerintah. Pada tahun 1949, PKI mulai direkonstruksi dan terus berkembang hingga akhirnya mencapai puncaknya pada tahun 1965.
2.Rekonstruksi PKI Pasca 1949 dan Kegiatan Awal 1950-an
Memasuki awal Januari 1950, pemerintah Republik Indonesia, di hadapan puluhan ribu rakyat yang berkumpul dari daerah Magetan, Madiun, Ngawi, Ponorogo, dan Trenggalek, membongkar tujuh sumur yang disebut sebagai “Sumur Neraka PKI”. Di sumur-sumur tersebut ditemukan ratusan kerangka korban yang diduga menjadi korban kekejaman PKI selama pemberontakan 1948. Pembongkaran ini menjadi simbol kebrutalan partai tersebut.
Tahun 1950, PKI kembali menerbitkan harian "Rakyat" dan "Bintang Merah" menandai kebangkitan mereka. Puncaknya pada 6 Agustus 1951, kelompok bersenjata PKI menyerang asrama Brimob di Tanjung Priok dan merampas semua senjata api yang ada. Dipa Nusantara Aidit kemudian menjadi pemimpin partai dan memposisikan PKI sebagai partai nasionalis yang mendukung penuh Presiden Soekarno.
3.Keterlibatan PKI Dalam Politik Nasional
Pada tahun 1955, PKI ikut serta dalam pemilihan umum pertama di Indonesia dan berhasil menduduki posisi empat besar setelah Masyumi, PNI, dan NU. Namun, meskipun PKI tumbuh, di tengah masyarakat, terutama kaum alim ulama, perlawanan terhadap ideologi komunisme semakin menguat. Pada 8-11 September 1957, Kongres Alim Ulama di Palembang mengeluarkan fatwa haram terhadap komunisme dan meminta Presiden Soekarno untuk melarang PKI. Namun, Soekarno menolak permintaan tersebut.
Situasi semakin memanas pada 15 Februari 1958, ketika kelompok anti-PKI di Sumatera dan Sulawesi mendeklarasikan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Gerakan ini pada akhirnya berhasil dipadamkan, namun peristiwa ini memperlihatkan kedekatan PKI dengan Soekarno yang terus mengundang kontroversi.
4.PKI Makin Kuat : Tahun 1960-an Dan Slogan NASAKOM
Di awal tahun 1960, Soekarno meluncurkan slogan NASAKOM (Nasional, Agama, dan Komunis), yang memperkuat legitimasi PKI dalam pemerintahan. PKI, di bawah pimpinan DN Aidit, semakin menguat dengan laporan dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat yang mencatat bahwa anggota PKI telah mencapai dua juta orang. Pada Maret 1962, PKI resmi masuk dalam kabinet pemerintahan Soekarno dengan DN Aidit dan Nyoto diangkat sebagai menteri penasehat.
Pada tahun 1963, PKI memprovokasi Soekarno untuk melakukan konfrontasi dengan Malaysia dan mengusulkan pembentukan Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani untuk dipersenjatai. Ide ini kemudian digunakan PKI untuk menggerakkan massa dan mempersenjatai rakyat.
5.Puncak Ketegangan: Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)
Ketegangan politik mencapai puncaknya pada 30 September 1965.Pada malam itu, PKI melalui Gerakan 30 September (G30S/PKI) menculik dan membunuh enam jenderal TNI Angkatan Darat, termasuk Jenderal Ahmad Yani, Letjen R. Suprapto, Letjen MT. Haryono, Letjen S. Parman, Mayjen Panjaitan, dan Mayjen Sutoyo Siswomiharjo. Mereka dibunuh dan mayatnya dibuang ke dalam sumur di Lubang Buaya. Selain itu, putri kecil Jenderal AH. Nasution, Ade Irma Suryani Nasution, juga menjadi korban tembak oleh anggota PKI.
PKI juga mencoba mengambil alih kekuasaan melalui pembentukan "Dewan Revolusi" di Jakarta. Namun, gerakan ini berhasil dipadamkan setelah Letjen Soeharto mengambil alih komando TNI dan memerintahkan operasi militer untuk merebut Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.
6.Kehancuran PKI dan Pembubaran Resmi
Setelah gagalnya G30S/PKI, ormas-ormas anti-komunis seperti Anshor NU mulai melakukan aksi perlawanan terhadap PKI di seluruh Jawa. Bentrokan dan kekerasan antara PKI dan Anshor NU terus berlanjut, terutama setelah peristiwa Tragedi Cemetuk di Banyuwangi pada 18 Oktober 1965, di mana puluhan anggota Anshor NU dibantai oleh PKI.
Pada 12 Maret 1966, Letjen Soeharto mengeluarkan perintah pelarangan resmi PKI. Selanjutnya, pada 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan TAP MPRS No.XXV yang secara resmi membubarkan PKI dan melarang penyebaran ideologi komunisme, marxisme, dan leninisme di seluruh Indonesia.
7.PKI Pasca 1965 dan Masa Orde Baru
Setelah pemberantasan besar-besaran terhadap anggota PKI, partai tersebut secara resmi dibubarkan. Namun, pasca reformasi 1998, beberapa anggota dan simpatisan PKI yang telah dibebaskan dari penjara mulai melakukan gerakan pemutarbalikan sejarah. Mereka berusaha memposisikan PKI sebagai pahlawan kemerdekaan, meskipun sejarah mencatat banyak kekejaman yang dilakukan oleh partai ini selama bertahun-tahun.
Sejarah panjang kekejaman PKI di Indonesia mengingatkan kita tentang bahaya ideologi yang berusaha mengganggu kedaulatan bangsa. Upaya-upaya untuk merevisi sejarah oleh simpatisan PKI pasca-reformasi harus diwaspadai agar kekejaman yang sama tidak terulang kembali di masa depan. Mari terus menjaga keutuhan bangsa dan melindungi negara kita dari bahaya komunisme.