Ketua DPD APERSI Jatim, H. Makhrus Sholeh, meminta pemerintah untuk menunda kenaikan PPN 12 persen, yang dinilai memberikan beban berat bagi pengembang rumah subsidi FLPP dan bisa menghambat program penyediaan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
JATIMSATUNEWS.COM – Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPD APERSI) Jawa Timur mengajukan permohonan penundaan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Permohonan ini disampaikan oleh Ketua DPD APERSI Jatim, H. Makhrus Sholeh, yang menyatakan bahwa kenaikan PPN tersebut akan memberikan beban tambahan yang berat bagi para pengembang, terutama pengembang yang terlibat dalam pembangunan rumah subsidi melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
"Dengan kenaikan PPN, harga-harga material serta biaya lainnya pasti naik, sementara mayoritas—sekitar 80 persen—anggota DPD APERSI Jatim adalah pengembang FLPP yang harganya telah dipatok oleh pemerintah," ungkap H. Makhrus.
H. Makhrus menekankan bahwa kenaikan PPN tersebut akan mempersempit margin keuntungan para pengembang yang sudah sangat terbatas.
Kondisi ini, menurutnya, dapat menurunkan semangat para pengembang untuk membangun rumah subsidi. Padahal, permintaan rumah bersubsidi terus meningkat, terutama dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang ingin memiliki rumah pertama mereka.
DPD APERSI Jatim sebagai mitra pemerintah dalam penyediaan rumah bagi MBR kini berada dalam posisi sulit, mengingat kenaikan biaya yang tidak sebanding dengan harga jual yang tetap.
Di sisi lain, kenaikan PPN ini berpotensi menghambat pencapaian target pemerintah dalam program penyediaan rumah murah bagi masyarakat. Oleh karena itu, DPD APERSI Jatim berharap pemerintah dapat mempertimbangkan ulang kebijakan kenaikan PPN dan menundanya hingga kondisi ekonomi lebih stabil.