Kasus Bantal Harvest, PH Sebutkan Kejanggalan Dakwaan saat Pembacaan Eksepsi

Admin JSN
14 Agustus 2024 | 19.30 WIB Last Updated 2024-08-14T23:19:16Z

 

Deby Afandi, seorang karyawan swasta, menghadapi tuntutan hukum atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis. Tim Penasihat Hukumnya mengajukan Eksepsi terhadap Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

PASURUAN | JATIMSATUNEWS.COM - Deby Afandi, seorang karyawan swasta, saat ini sedang menghadapi tuntutan hukum atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis. Kasus ini tercatat dengan Nomor Perkara: 63/Pid.B/2024/PN.Psr. (14/08/2024)

Dalam kasus ini, Deby Afandi didakwa melanggar dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu Pasal 100 ayat (2) dan Pasal 102. Tim Penasihat Hukum Deby Afandi, yang terdiri dari Sahlan, S.H., S.Pd., M.H., Zulfi Syatria, S.P., S.H., M.H., dan Muhammad Amin, S.H., telah mengajukan Eksepsi (keberatan) terhadap Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Dalam eksepsinya, Tim Penasihat Hukum Deby Afandi menyatakan bahwa terdapat beberapa kejanggalan dan ketidakjelasan dalam Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum. Mereka berharap Majelis Hakim yang memeriksa kasus ini dapat mempertimbangkan secara saksama dan adil, serta tidak hanya terpaku pada aspek yuridis atau hukum positif saja, tetapi juga memperhatikan nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Kiri Kanan, Aminoto pernah menjadi Satrya Emas Pendamping UMKM bantal Harvest, Lawyer Zulfi Syatria, Terdakwa Deby Afandi, Istri Terdakwa Daris, Sekretaris Asurban (Asosiasi Kasur dan Bantal) Purwanto 

Tim Penasihat Hukum Deby Afandi meyakini bahwa Majelis Hakim yang Mulia dan Jaksa Penuntut Umum yang Terhormat dapat melihat permasalahan secara komprehensif dan bijak, serta memberikan keadilan hukum yang seadil-adilnya bagi klien mereka.


Berikut adalah eksepsi yang dibacakan pengacara dalam sidang.


KEBERATAN TERHADAP SURAT DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM

Bahwa berdasarkan Surat Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum maka menurut hemat kami ada beberapa hal yang perlu ditanggapi secara seksama mengingat di dalam Surat Dakwaan tersebut terdapat berbagai kejanggalan dan ketidakjelasan yang menyebabkan kami mengajukan keberatan.

Setelah kami Tim Penasihat Hukum mempelajari Surat Dakwaan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Pasuruam Nomor Register Perkara No: 63/Pid.B/2024/PN.Psr tanggal 02 Agustus 2024 yang dibacakan pada Kamis, 8 Agustus 2024, maka pada sidang hari ini perkenankanlah kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa untuk mengajukan dan membacakan Nota Keberatan yang selengkapnya adalah sebagai berikut :



EKSEPSI KOMPETENSI ABSOLUT PENGADILAN (ABSOLUTE COMPETENTIE)


Bahwa setelah diteliti dalam Surat Dakwaan Kesatu dari Penuntut Umum dengan mendakwan “Perbuatan Terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 100 ayat (2) Undang-Udang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis”. 


Bahwa atas Surat Dakwaan Penuntut Umum tersebut diatas, maka kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa berpendapat : Bahwa jika dilihat dalam dan dipahami dalam Undang-Udang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 100 ayat (2) berbunyi : “Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.00O.000,O0 (dua miliar rupiah)”. 

Maka suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan tindak pidana sesuai dengan maksud Pasal 100 ayat (2) Undang-Udang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek,

Bahwa Terdakwa dalam memasarkan produk bantal miliknya telah berupaya mendaftarkan merek bantal yang didesainnya di tahun pada tanggal 15 Februari 2021 pada Kemenkum Hukum dan HAM RI dengan nama ”HARVEST INDOPILLOW”. Dikarenakan merek bantal milik Terdakwa dalam proses pendaftaran pada Dirjend HKI Kemenkum HAM RI otomatis pada saat itu Terdakwa memiliki hak untuk menggunakan merek tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 berbunyi: ” Merek terdaftar mendapat pelindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan”.  

Bahwa setahun setelah pendaftaran yaitu pada tanggal 25 Februari 2023 penolakan pendaftaran ”HARVEST INDOPILLOW” dikeluarkan oleh Dirjend HKI Kemenkum HAM RI dikarena penulisan HARVEST dan INDOPILLOW yang dipisahkan oleh spasi sehingga mengandung persamaan pada pokoknya mereka yang terdaftar sebelumnya yaitu HARVEST dan INDOPILLOW.

Bahwa dikarenakan penolakan tersebut, maka  pada tanggal 6 April 2023 Terdakwa kembali mendaftarkan merek ”HARVESTWAY”, tanpa spasi. merek ”HARVESTWAY” mendapatkan pengesahan oleh Dirjend HKI Kemenkum HAM RI pada tanggal 5 Januari 2024. Mengacu kepada Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 berbunyi: ” Merek terdaftar mendapat pelindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan”, maka sejak pendaftaran merek HARVESTWAY pada tanggal 6 April 2023, merek Terdakwa yang di dalam mengandung kata HARVEST sudah mendapat perlindungan hukum. 

Bahwa unsur tanpa hak menggunakan merek telah jelas tidak terbukti yang didakwakan kepada terdakwa karena sebelum dan pada saat ada dakwaan pada tanggal 02 Agustus 2023, Terdakwa telah mendapatkan izin dari Kementrian Hukum dan HAM RI Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual pada tanggal 06 April 2023 dengan Nomor Pendaftaran : IDM0011150892. 

Adanya Persamaan Pada Pokoknya

Bahwa penambahan kata LUXURY pada kata HARVEST yang tidak dibatasi spasi menjadikannya kata HARVESTLUXURY berbeda sama sekali dengan HARVEST. Perbedaan ada pada bentuk kata, bunyi kata, penulisan kata, jenis huruf dan arti kata. 

Bahwa jika HARVEST yang dalam bahwa Indonesia berarti PANEN maka HARVESTLUXURY tidak mempunya arti dalam bahasa Indonesia. Hanya dalam penulisan terpisah HARVEST dan LUXURY akan mempunyai arti.


Bahwa logo dan simbol pendukung sebagai bagian tidak terpisahkan dari merek yang didaftarkan juga nyata-nyata tidak ada persamaan antara HARVEST dan HARVESTLUXURY. Pada HARVESTLUXURY terdapat simbol HL sementara pada HARVSET simbol tersebut tidak ada.

Bahwa dikarenakan begitu banyak dan pentingnya perbedaan antara HARVESTLUXURUY dan HARVEST, maka tidak lagi dapat dikatakan bahwa terdapat PERSAMAAN PADA POKOKNYA pada kedua merek. Satu-satunya unsur penting/utama yang sama antara HARVESTLUXURY dan HARVEST adalah adanya kata harvest dalam keduanya. Namun harvest dalam HARVESTLUXURY tidak lagi sama  dan kehilangan arti sejak digabung tanpa spasi dengan kata luxury. Dalam Bahasa Inggris HARVESTLUXURY tidak mempunya arti atau tidak dapat diartikan. 

Untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

Bahwa pada Tanggal 21 Agustus 2019 Terdakwa melakukan peluncuran produk pertama kali dengan membuat postingan bantal dalam kemasan Merek ”HARVEST” di Media Sosial Facebook melalui akun milik Sdri. Daris Nur Fadhilah serta di akun Instagram pada Tanggal 22 Agustus 2019 yang bernama ”HARVESTPILLOW”.

Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka tidak dapat dikatakan Terdakwa dapat kenakan Pasal-Pasal dalam dugaan Merek dan Indikasi Geografis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) UU No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Dakwaan Primair). 

Bahwa atas Surat Dakwaan Penuntut Umum tersebut diatas, maka kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa berpendapat : Bahwa jika dilihat dalam dan dipahami dalam Undang-Udang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Pasal 102 berbunyi : “Setiap Orang yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui bahwa barang dan/atau jasa dan/atau produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.


Bahwa oleh karena Terdakwa telah mempunyai izin/telah terdaftar pada Kementerian Hukum dan HAM RI Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual tertanggal 06 April 2023, dan tidak terbukti memenuhi unsur Pasal 100 ayat (2) UU No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sebagaimana dalam Dakwaan Primair. Maka Dakwaan Subsidair Penuntut Umum sebagaimana didalam maksud Pasal 102 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis juga tidak terbukti dari hasil tindak pidana.

 

Bahwa dalam surat dakwaan yang disusun oleh Penuntut Umum adalah perbuatan yang dituduhkan kepada Terdakwa bukanlah merupakan tindak pidana dan Pengadilan Negeri namun melainkan ranah Perdata dan Pengadilan Niaga.  Bahwa berdasarkan Pasal 156 ayat (1) KUHAP terhadap perkara yang bukan kewenangan pengadilan untuk mengadili dapat diajukan keberatan. Adapun faktanya bahwa perkara A quo bukanlah perkara Tindak Pidana melainkan murni Perkara Perdata dilihat dengan adanya DUGAAN kerugian akibat menurunnya omset penjualan bantal milik Saksi Fajar Yuristanto. Atas hal tersebut, perkara A quo antara Saksi Fajar Yuristanto yang merupakan Kompetitor dalam Bidang Usaha yang sama dimiliki oleh Terdakwa, oleh karena perselisihan tersebut adalah terkait kerugian akibat persaingan usaha haruslah diselesaikan secara hukum perdata.


Bahwa atas dakwaan Penuntut Umum tersebut diatas, maka kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa berpendapat : Bahwa perselisihan terkait asal-usul barang dan kerugian akibat omset penjualan yang mengalami penurunan hal tersebut bukanlah merupakan ranah hukum pidana melainkan ruang lingkup dan ranah hukum perdata, oleh karena hal tersebut ranah hukum perdata maka penyelesain sengketa dengan cara melakukan gugatan keperdataan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Georafis, berbunyi : 

Pemilik Merek terdaftar dan/atau penerima Lisensi Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa: 

a. gugatan ganti rugi; dan/atau 

b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut 

Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula diajukan oleh pemilik Merek terkenal berdasarkan putusan pengadilan. 

Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.


Bahwa menurut Lilik Mulyadi , S.H., M.H., dalam bukunya “Hukum Acara Pidana, Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan”; Hal. 102 – 103, menjelaskan yang dimaksud eksepsi tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima, adalah :

Apa yang didakwakan penuntut umum dalam surat dakwaannya telah kadaluwarsa;

Bahwa adanya nebis in idem;

Bahwa tidak ada unsur pengaduan padahal terdakwa didakwa telah melakukan perbuatan tindak pidana yang masuk dalam kategori delik aduan (klacht delict);

Adanya unsur yang didakwakan penuntut umum kepada Terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan/ disangkakan;

Bahwa perbuatan yang dialakukan oleh Terdakwa bukan merupakan tindak pidana akan tetapi merupakan ruang lingkup dalam bidang hukum perdata;


Bahwa sebagaimana yang telah Para Penasehat Hukum uraikan d iatas berdasarkan Fakta Hukum, Dasar Hukum, dan Pendapat Hukum maka Dakwaan yang di Dakwakan, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana didalam unsur-unsur Pasal 100 ayat (2) Undang-Udang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Dalam Primair) jo. Pasal 102 Undang-Udang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Dalam Subsidair). Maka kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim pemeriksa perkara untuk menyatakan perkara pidana nomor : 63/Pid.B/2024/PN Psr adalah masuk dalam ranah hukum perdata.

Bahwa oleh karena perkara tersebut masuk kategori ranah hukum perdata sebagaimana telah kami jelaskan diatas. Maka kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim pemeriksa untuk menyatakan Majelis Hakim Pidana pada Pengadilan Negeri Pasuruan tidak berwenang memeriksa, mengadili dan/atau memutusakan perkara pidana perkara nomor : 63/Pid.B/2024/PN Psr tanggal 02 Agustus 2024.


II. EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF PENGADILAN (RELATIVE COMPETENTIE)


Bahwa Tempat Kejadian Perkara berupa lokasi produksi di Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan dan Gudang Pemasaran di Jl. Raya Pandaan-Bangil. Domisili Terdakwa di Pondok Blimbing Indah D5/22, RT. 008, RW. 005,  Kel. Polowijen, Kec. Blimbing, Kota Malang dan alamat saksi Fajar Yuristanto di Desa Ranggeh Kecamatan Gondang Kabupaten Pasuruan. 


Bahwa setelah melihat tempat kejadi perkara (locus delicti) berupa tempat produksi dan lokasi awal pemasaran , domisili Terdakwa dan alamat Fajar Yuristanto yang semuanya berada di Kabupaten Pasuruan dan Malang, maka Pengadilan Negeri Pasuruan tidak berwenang memeriksa dan mengadili proses persidangan perkara pidana atau setidak-tidaknya Terdakwa lepas dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum.



III. ERROR IN PERSONA DALAM BENTUK KETIADAAN  HAK DAN LEGAL 

     STANDING (DISKUALIFIKASI IN PERSON)


Bahwa Tindak pidana dalam UU 20/2016, yang didakwakan oleh Penuntut Umum adalah delik aduan, hal tersebut diatur dalam Pasal 103 UU 20/2016:

   "Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 102  

     merupakan delik aduan."


Terdapat perbedaan antara pengaduan (dalam delik aduan) dan pelaporan (dalam delik biasa). Sebagaimana pernah dikutip dalam artikel Perbedaan Pengaduan dengan Pelaporan, menurut R. Tresna dalam buku Azas-azas Hukum Pidana Disertai Pembahasan Beberapa Perbuatan Pidana yang Penting, istilah pengaduan (klacht) tidak sama artinya dengan pelaporan (aangfte), bedanya adalah:

Pelaporan dapat diajukan terhadap segala perbuatan pidana, sedangkan pengaduan hanya mengenai kejahatan-kejahatan, di mana adanya pengaduan itu menjadi syarat.

Setiap orang dapat melaporkan sesuatu kejadian, sedangkan pengaduan hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang berhak mengajukannya.

Pelaporan tidak menjadi syarat untuk mengadakan tuntutan pidana, pengaduan di dalam hal-hal kejahatan tertentu sebaiknya merupakan syarat untuk mengadakan penuntutan.

Delik aduan hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana. Menurut Mr. Drs. E Utrecht dalam bukunya Hukum Pidana II, , dalam delik aduan penuntutan terhadap delik tersebut digantungkan pada persetujuan dari yang dirugikan (korban). Apabila tidak ada pengaduan atau persetujuan dari pihak yang berhak untuk mengajukan tuntutan, maka tindak pidana yang diatur dalam Pasal 100 sampai Pasal 102 UU 20/2016 tentu tidak dapat diproses.

Atas dasar itu tuntutan Penuntut umum adalah keliru, karena merek HARVESTLUXURY dan HARVEST adalah berbeda dan tidak menganndung persamaan pada pokoknya. Pemilik HARVEST LUXURY bukanlah korban, tidak dirugikan dan tidak punya kapasitas atau legalstanding memperkarakan Terdakwa. 


Bahwa dasar dari dakwaan penuntut umum adalah pengaduan atau laporan Sdr. Fajar Yuristanto yang memiliki merek  HARVESTLUXURY kepada Kepolisan Polresta Passuruan dengan laporan nomor LP/B/286/VIII/2023/SPKT/ POLRES PASURUAN KOTA/POLDA JAWATIMUR Tanggal 21 Agustus 2023, yang kemudian perkaranya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kota Pasuruan

 

Bahwa dalam menjual produknya Terdakwa menggunakan merek HARVEST yang berbeda sama sekali dan tidak mengandung persamaan seluruhnya atau pada pokoknya  dengan merek milik Fajar Yuristanto yaitu HARVESTLUXURY


Bahwa penambahan kata LUXURY pada kata HARVEST yang tidak dibatasi spasi menjadikannya kata HARVESTLUXURY berbeda sama sekali dengan HARVEST baik dari segi bahasa yaitu makna, huruf dan jumlah huruf, suku kata dan jumlah suku kata. Demikian juga secara visual dan bunyi pengucapan. Dengan mudah kedua merek tersebut bisa dibedakan dan tidak dapat disamakan


Bahwa jika HARVEST yang dalam bahwa Indonesia berarti PANEN maka HARVESTLUXURY tidak mempunya arti dalam bahasa Indonesia. Hanya dalam penulisan terpisah HARVEST dan LUXURY akan mempunyai arti.

 


Bahwa merek HARVEST sendiri sudah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual  Kementerian Hukum dan HAM yang terdaftar atasa nama Andre Wongso yang  didaftarkan pada tanggal 21 bulan Desember tahun 2004 dan disahkan pada tanggal 11 bulan Agustus tahun 2005 dan masih sah dan berlaku sampai tanggal 11 bulan Agustus tahun 2025. Bisa disahkannya merek HARVESTLUXURY pada tanggal 19 bulan Maret tahun 2023 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual membuktikan bahwa Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual  Kementerian Hukum dan HAM yang berwenang menerima dan menolak pendaftaran merek menilai bahwa HARVESTLUXURY berbeda dengan HARVEST.


Bahwa berbedanya HARVEST dan HARVESTLUXURY menyebabkan pemilik merek HARVEST yang sudah terdaftar sebelumnya tidak mempermasalahkan atau menggugat penggunaan merek HARVESTLUXURY   


Bahwa berdasarkan fakta lapangan penambahan kata bahkan hanya satu suku kata pada suatu merek menyebabkan merek tersebut berbeda juga terjadi pada minuman kemasan terkenal seperti Aqua yang “se” ditambahkan menjadi Aquase atau ditambahkan “cui” menjadi Aquacui. Ketiga merek tersebut oleh yang berwenang Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan HAM dianggap berbeda sehingga sama-sama sah terdaftar dan bisa beredar di pasaran.


Bahwa menyadari pengaruh spasi terhadap makna dan tampilan sebuah merek, maka setelah perkara ini mencuat pengadu mencoba mendaftarakan merek baru yaitu HARVEST LUXURY (dipisah spasi) yaitu pada tanggal 12 bulan 5 tahun 2024 yang sampai  ini belum disahkan.


Bahwa Pegaduan oleh Fajar Yuristanto kepada kepolisian di Polresta Pasuruan  yang kemudian berujung kepada penuntutan oleh Penuntut Umum di sidang pengadilan yang terhormat ini terlalu dipaksakan dan tergesa-gesa dengan mengabaikan asas Ultimum Remedium. Bahwa tidak ada upaya klarifikasi dan somasi oleh pengadu kepada terdakwa sebelum pengadu membuat Laporan Polisi. Tidak ada upaya Perdata atau pengaduan kepada Pengadilan Niaga.  Pengadu membuat Laporan Polisi dalam sebelas hari setelah mereknya disahkan. Mediasi yang dilakukan setelah Laporan Kepolisian  yang sebagian besar dilakukan di Polresta Pasuruan pun terkesan sekedar berfokus kepada kepada apa yang disebut oleh pengadu sebagai ganti rugi yang nilainya fantastis tanpa dasar yang jelas apalagi teraudit.


Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka sudah sangat jelas dan terang bahwa dalam tuntutan Penuntut Umum dalam perkara A Quo didasarkan kepada pengaduan atau laporan pihak yang tidak memiliki kapasitas atau hak (legal standing) atau terjadi Error in Persona dalam bentuk Diskualifikasi in Person. Oleh karena itu, maka cukup beralasan dan berdasar hukum bagi Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasuruan yang memeriksa dan memutus perkara ini untuk menolak tuntutan Penuntut Umum atau setidaknya menyatakan gugatan tidak dapat diterima/Niet Ontvankelijke Verklaard (NO).


IV. ERROR IN PERSONA DALAM BENTUK SALAH SASARAN PIHAK YANG 

     DIGUGAT (GEMIS AANHOEDA NIGHEID); 


Sebagaimana diuraikan pada poin I di atas, bahwa HARVESTLUXURY dan HARVEST  adalah berbeda  atau tidak sama maka terdakwa yang menjual produk dengan merek HARVEST tidak bisa didakwa baik dalam pasal 100 ayat (2) maupun pasal 102 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dalam perkara A Quo.  


Bahwa terdakwa sudah mememasarkan bantal merek HARVEST mulai 21 Agustus 2019, jauh lebih dahulu dan dikenal oleh pembeli dan reseller daripada daripada dipasarkan dan didaftarkannya merek HARVESTLUXURY yaitu pada tanggal 9 Mai 2022.  Jejak-jejak digital yang membuktikan waktu-waktu tersebut dengan mudah bisa ditelusuri.



Pada pada awal pemasarannya setelah sah terdaftar, HARVESTLUXURY menampilkan merek HARVEST dengan mencolok dan LUXURY dengan tampilan lebih kecil yang diposisikan di bawah, tidak digabung. Tampilan ini tidak sesuai dengan merek yang didaftarkan dan menjadi sangat mirip dengan merek produk terdakwa. Sampai saat ini masih pun ditemui produk HARVESTLUXURY dipasarkan ditingkat reseller dengan hanya menampilkan HARVEST di komunikasi penjualan atau promosinya;


Bahwa penonjolan kata HARVEST justru merugikan terdakwa yang sudah lebih dulu dan dikenal menjual produk dengan merek HARVEST. Namun demikian terdakwa belum bisa memastikan motivasi dari tampilan yang sangat menonjolkan kata “Hervest” tersebut, apakah menjadi bagian  dari upaya pencaplokan merek atau pasar (pelanggan) terdakwa atau karena alasan lainnya. 


Bahwa berdasarkan uraian diatas, maka sudah sangat jelas dan terang bahwa dalam tuntutan Penuntut Umum dalam perkara A Quo didasarkan kepada pengaduan  yang salah sasaran atau terjadi Error in Persona dalam bentuk Gemis Aanhoeda Nigheid. Oleh karena itu, maka cukup beralasan dan berdasar hukum bagi Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasuruan yang memeriksa dan memutus perkara ini untuk menolak tuntutan Penuntut Umum atau setidaknya menyatakan gugatan tidak dapat diterima/Niet Ontvankelijke Verklaard (NO).



Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas dengan segala hormat dan demi tegaknya hukum dan keadilan bagi kita semua pihak, kami mohon kepada Majelis hakim yang mulia, kiranya perkara Terdakwa ini dihentikan pemeriksaannya, apabila persidangan ini terus/tetap, maka mengembalikan posisi Terdakwa dalam keadaan semula sangat sulit dan namanya telah terlanjur tercemar.


PENUTUP


Majelis Hakim Yang Kami Hormati,

Rekan Jaksa Penuntut Umum, 

Hadirin sidang yang kami hormati.


Berdasarkan uraian-uraian yang telah disampaikan diatas, maka kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa memohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk memberikan putusan, sebagai berikut:


Menerima Nota Keberatan (Eksepsi) dari Tim Penasihat Hukum Terdakwa untuk seluruhnya;

Menyatakan Surat Dakwaan Penuntut Umum dengan Nomor Register Perkara : PDM–18/Eku/PASUR/07/2024 adalah batal demi hukum atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima;

Menetapkan pemeriksaan perkara terhadap Terdakwa tidak dilanjutkan;

Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya;

Membebankan biaya perkara kepada negara 



Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Kasus Bantal Harvest, PH Sebutkan Kejanggalan Dakwaan saat Pembacaan Eksepsi

Trending Now