1. Santri Selalu Merdeka Dalam Berfikir
Seorang santri tak lazim bila tidak terbiasa dengan berfikir, santri selalu melibatkan fikirannya selama ada di pondok pesantren. Itulah mengapa seorang santri terbiasa kritis dalam menanggapi segala sesuatu. Kegiatan bahtsul masail adalah contoh konkrit. Sehingga pada zaman penjajahan santri memiliki pemikiran untuk merdeka tanpa campur tangan penjajah.
2. Santri Selalu Satu Komando Terhadap Kyai
Salah satu upaya kemerdekaan ini adalah adanya sikap satu komando, pondok pesantren dengan basis masa yang banyak adalah alasan utama belanda atau penjajah takut dan selalu mengincar pondok pesantren. Bayangkan jika santri tidak satu komando dengan kyai maka hakikatnya resolusi jihad yang melibatkan ratusan ribu santri dari seluruh pondok pesantren akan gagal dan mungkin saja kemerdekaan tidak terjadi 17 Agustus 1945. Sikap inilah kemudian yang diturunkan kepada pasukan TNI & Polri sebagai prinsip utama.
3. Santri Sudah Terbiasa Dalam Keberagamaan
Rasa saling menghargai perbedaan dan hidup berdampingan dengan yang berbeda prinsip, watak dan lain sebagainya sudah tertanam pada jiwa santri. Bagaimana tidak, santri terbiasa hidup dengan teman-temannya yang besar kemungkinan memiliki karakter berbeda, cara berfikir berbeda, dan paradigma berbeda. Kebiasaan saling mengerti perbedaan namun bisa terhimpun menjadi satu inilah salah satu bekal kemerdekaan. Indonesia sebelum merdeka masih memiliki sifat kedaerahan atau geosentris dan geosektoral, namun sudah lama santri menerapkan suatu perbedaan untuk dihimpun menjadi satu.
4. Ajaran Hubbul Wathan Minal Iman
Ajaran Hubbul Wathan Minal Iman yang artinya Cinta Tanah Air Bagian dari Iman membuat santri menyadari bahwa dalam rangka merebut kemerdekaan adalah suatu keniscayaan, sebab dengan merdeka kita tidak membiarkan perilaku dzalim. Selain itu, hakikat kemerdekaan adalah salahsatu sarana agar kita nyaman dan aman ketika beribadah kepada Allah SWT.
5. Resolusi Jihad
Adanya Resolusi Jihad yang dipimpin oleh Hadratus Sayikh KH. Hasyim asy'ari rasanya cukup membuat kita percaya bahwa santri terlibat nyata dalam upaya kemerdekaan, yang tidak hanya sebagai teori dan ajaran semata. Untuk itu, bahkan bangsa Indonesia telah mengabadikannya dalam peringatan hari Santri Nasional sebagai penanda akan adanya resolusi jihad.
6. Mempunyai Rasa Memiliki Indonesia Sebagai Ibu Pertiwi Tempat Hidup
Dulu banyak pondok pesantren di Indonesia yang dalam operasionalnya menggunakan aset ladah, sawah atau perkebunan dan pertanian milik kyai nya. Santri terbiasa mengelola pertanian, peternakan dan lain sebagainya. Saat penjajah datang, semua itu berubah sebab diterapkan sistem cultuurstelsel yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum. Cultuurstelsel merupakan penyatuan antara sistem penyerahan wajib dengan sistem pajak tanah. Dalam pelaksanaan sistem tanam paksa, van den Bosch menghendaki peningkatan campur tangan orang Eropa dalam proses produksi. Rakyat dipaksa menanam tanaman ekspor yang diminta pemerintah di tanah-tanah milik mereka sendiri. Kebijakan ini sangat merugikan petani, khsusnya santri. Akhirnya santri memiliki keinginan kuat untuk merdeka.
7. Mempunyai Prinsip Manusia Sebagai Khalifah Artinya Tidak Suka Berbuat Menjajah atau Merusak
Alasan kuat yang datang dari prinsip agama adalah manusia sebagai khalifah di bumi yang memiliki kewajiban untuk menjaga, melihara serta tidak berbuat merusak. Meskipun pada dasarnya manusia menjadikan penyebab kerusakan di bumi, justru itu menjadi sebab manusia untuk saling menjaga dan meminimalisir.
Surat Ar-Rum Ayat 41
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Itulah 7 alasan yang bisa dikaji dalam artikel sementara ini, tentu masih sangat banyak point-point lainnya yang belum disebutkan. Pada intinya, menjadi santri tidak boleh mengalami penurunan atau degradasi moral, sejak dulu kita telah menjadi pelopor perubahan terhadap yang lebih baik, itulah mengapa zaman sekarang bila tidak ada santri yang menjadi tauladan atau pelopor kebaikan berarti santri tersebut telah ingkar dari predikat santri, atau bahkan perlu ditanyakan kualitas kesantriannya.