Caraku Memaknai Budaya Cek Sound Hingga Larut Malam dalam Festival Karnival

Eko Rudianto
25 Agustus 2024 | 04.47 WIB Last Updated 2024-08-24T21:47:51Z


ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM : Semoga artikel ini tidak menyinggung para pemilik rental sound, panitia atau bahkan siapapun yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan karnaval, festival kebudayaan, partisipan, panitia, atau sejenisnya. Sebab ini adalah pyur suara dari saya yang juga dulu penikmat festival atau karnaval. 

Artikel ini bukan pula dalam rangka menolak keputusan Bupati Malang Nomor : 188.45/144/KEP/35.07.013/2022 tentang Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah yang mana Sound Horeg telah dicantumkan sebagai salah satu objek kebudayaan “Seni” di Kabupaten Malang. Namun murni pendapat pribadi saya. Akhirnya, tulisan ini tidak harus dibenarkan dan tidak pula bisa disalahkan 100%. Bila memang demikian diperlukan, maka mari berdebat atau diskusi secara baik dan benar serta menjunjung etika adat ketimuran dan budaya sopan santun.

Oke lanjut, saya juga memahami bahkan didalam ilmu agama kita dilarang berbicara mengenai sesuatu yang tidak kita kuasai, itu pula bagi saya termasuk selain ilmu agama, sebab saya juga tidak mengetahui dasar keputusan itu dan lain sebagainya. Sekali lagi ini adalah murni pandangan saya saja berdasarkan pengalaman. 

Baik, jadi begini. Oke bila mana budaya sound horeg ini kemudian memberikan dampak positif misalkan bagi profesi rental sound akan meningkat termasuk juga pegiat UMKM, rental costum, para freelancer dokumentasi hingga pemandu tarian. Maka tidak adil bila kita tidak membahas history of wisdom dari adanya peringatan HUT Ke-79 RI atau acara bersih desa atau apapunlah yang bermakna festival dan karnival. 

Saya masih ingat saat masih kecil dulu, karnival dilakukan pagi hingga sore hari maka disini kemungkinan-kemungkinan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan akan minim. Seperti misalnya pesta mabuk akan memiliki potensi besar dilakukan malam hari, anak-anak yang tidak pernah tahu dunia malam maka akan kecanduan untuk berkeliaran malam sebab tahu dunia malam.

Waktu malam adalah rentan terjadi tindak pidana kriminal, mulai dari pencurian, baik pencurian yang dilakukan di dalam rumah akibat rumah kosong maupun pencurian diparkir kendaraan. Sebab akan sulit mengkondisikan, mengidentifikasi dan melakukan tindakan massa ketika malam hari. 

Belum lagi kita membahas kesibukan warga yang wajib harus masuk kerja besoknya meskipun weekend sebab 80% profesi warga di desa tak kenal hari weekend, kesehatan warga, atau bahkan ada warga yang memiliki resiko sakit jantung dan bayi yang baru lahir tentu akan terganggu, kalau misalkan ada bantahan, 'ya mengapa tidak dipindah saja sementara' lalu nanti dibawa pulang lagi, kalau sudah demikian saya angkat tangan, namun yang jelas memang berarti telah terjadi degradasi moral diantara kita, sikap empati memang hanya sebatas teori. Terus ini lagi saat warga yang jauh datang atau pulang dari melihat karnival sound horeg akan besar potensinya mengalami begal di jalan. Itu bila ditinjau dari segi kemanan dan potensi-pontensi tindak pidana atau kriminal yang mungkin terjadi, termasuk adalah kenakalan remaja serta bibit kebiasaan buruk berupa keluar malam juga akan terjadi.

Selanjutnya ditinjau dari history wisdom nya, maka kita akan menjadi warga yang daya kreatifitasnya menurun. Bagaimana tidak, dalam level pertunjukan ini hanya ada joget dan kreasi kostum. Bila dibayangkan pada era saya dulu, setiap kelompok bahkan tidak mau sama, baik dalam tema dan pertunjukan. Kalau dulu sound dan tarian adalah hal yang wajib sehingga bervariasi artinya kreatifitas itu akan terbentuk. Misalnya ada tema kostum pahlawan, drama kolosal perjuangan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, drum band, pencak silat, tumpeng, dan lain-lain masih sangat banyak. Tentu semua juga mengandung pesan moral dan sejarah, akhirnya peringatan HUT Ke-79 RI akan sakral dan momen yang paling ditunggu oleh semua kalangan, baik masyarakat, tokoh agama, maupun cendekiawan.

Namun, kalau kita lihat dari sekarang apakah demikian nilai itu masih ada, saya masih mencari apa maksud dari pertunjukan ini. Apa pesan moralnya. Padahal kegiatan karnival adalah suatu bentuk ekspresi syukur, akan kemerdekaan bukan seperti konotasinya untuk pelarian atau pelampiasan setelah kita terbelenggu, saya katakan demikan sebab tidak ada pesan moral dan tujuan yang jelas. Lalu apakah kalau tidak disebut pelampiasan. 

Seperti kata orang yang suka mabuk karena ingin melampiaskan dan melupakan semua bebannya, makan dia akan mabuk untuk menghilangkan kesadaran sementara untuk melupakan tidak ada tujuan lain selain hal itu. Nah ini sama bukan. Belum lagi kostum dan lagu-lagu yang dibawakan nyaris budaya dari barat. Percuma guru mendidik siswa untuk mencintai produk dalam negeri dan bangga akan bangsanya sendiri namun kalau ternyata budaya seperti ini bahkan didukung dan di kembangkan. 

Belum lagi cost anggaran biaya yang dibutuhkan adalah sangat tinggi, energi yang dikeluarkan sangat banyak. Memang iya ini setahun sekali, namun bukannya justru setahun sekai itu kita buat yang berkesan ya untuk menjadi memori yang indah setahun kedepan. Belum lagi tentang kesehatan yang dipaksa saat malam hari dan sudah tidak melaksanakan sholat mulai dari dhuhur sampai isya', bukannya suudzan namun mau berhusudzan bagaimana ketika mereka semua sholat dalam logika itu kok sulit, sebab saat itu juga seharusnya masjid akan penuh sesuai jumlah penonton, toh kalau memang bergantian kok air pada bak cuci kaki dimasjid kok tetap bening, wkwk.

Oke itulah keresahan saya, namun saya tidak egois akan mengkritik namun saya juga memberikan saran. Gini, kenapa kok tidak diadakan saja kegiatan sifatnya untuk mencetak prestasi-prestasi namun tetap seru. Misal, pertandingan sepakbola, voli, atau ini yang sedang baru di buat oleh Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI) yang mencangkup cabang olaraga tradisional yang hampir punah, selain akan melestarikan permainan tradisional dan membentuk atlet juga akan menamkan nilai moral yang baik pada permainan tersebut. 

Dari sini nanti kan akan ada atlet-atlet baru yang akan muncul, kalau memang ada yang membantah itu sudah dilakukan ketika rangkaian lomba agustus-an dan dibutuhkan penutup yang meriah. Mengapa tidak yang lain seperti festival music artis ternama sekalian, konser maestro music indonesia, parade drumb band, atau masih banyak lagi, seperti yang akan punah ini adalah ludruk, wayang, sebab yang katanya tidak lagi diminati oleh anak muda. 

Nah, ya memang, sebab mengapa tidak diminati anak muda, karena tak ada inovasi yang menarik. Coba pertunjukan wayang ata ludruk itu dilakukan ditengah pasar kuliner dan bazar umkm. Atau kasarnya dilakukan didalam lapangan, yang mana didalam lapangan itu ada banyak stand bazar dan permainan anak atau pasar murah dan lain-lain maka akan menarik. Misalnya juga nih, tari gandrung di Banyuwangi akan indah bila dilakukan oleh ribuan orang akan menarik sebab melibatkan banyak orang. Itu hanya contoh dan analogi kecil. 

Demikian adalah suara hati saya, saya memahami semua hal diatas adalah bukan yang mudah. Memang membutuhkan evolusi yang sangat kompleks. Saya memahami setiap punya standartnya masing-masing, memiliki worldviewnya masing-masing dengan pertimbangannya masing-masing sehingga menimbulkan perilakunya masing-masing. Namun coba sesekali menyelamlah kedalam hati kecil, pertimbangkan dan renungkan.


Salam,...

Wallahu a'alm bisshawab 


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Caraku Memaknai Budaya Cek Sound Hingga Larut Malam dalam Festival Karnival

Trending Now