Dalam ketatanegaraan Indonesia, masa jabatan pejabat mulai dari presiden hingga kepala desa dibatasi maksimal periode tertentu. Setelah melewati batas maksimal periode tersebut, maka yang bersangkutan dilarang untuk menjabat kembali pada jabatan yang sama. Pembatasan ini bertujuan untuk menghilangkan atau setidaknya meminimalisir tindakan kesewenang-wenangan ataupun tindakan korup dalam menjalankan jabatan.
Dalam sejarahnya, ketiadaan pembatasan masa jabatan sering kali memunculkan kekuasaan dan dominasi yang berlebihan sehingga merugikan rakyat yang dipimpin. Selain itu lambatnya rotasi kepemimpinan dapat berimbas pada lambatnya perubahan dan adaptasi yang diperlukan masyarakat dalam menghadapi era yang terus berkembang.
Namun demikian, pembatasan masa jabatan tersebut tidak diatur bagi Anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Undang- Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU Pemilu Legislatif) hanya menyebutkan syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh bakal calon, seperti misalnya berusia minimal 21 tahun, bertempat tinggal di wilayah NKRI, sehat jasmani dan rohani dan sebagainya. Selama bakal calon Anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota memenuhi persyaratan tersebut maka yang bersangkutan dapat mencalonkan diri kembali dan dipilih secara sah, meskipun dia telah menjabat pada beberapa kali pada periode sebelumnya. Padahal resiko akibat memangku jabatan legislatif berulang ulang tidak berbeda dengan resiko jabatan eksekutif.
Fungsi DPR sebagai legislatif dalam kepemerintahan kita diantaranya meliputi fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Pentingnya posisi DPR sebagai penyeimbang dalam pemerintahan ini membuat PWNU Jawa Timur membahas urgensi pembatasan jabatan untuk bisa menjadi anggota DPR untuk tujuan yang sama dengan pembatasan pejabat pemerintah. Pembahasan yang dibahas dalam Bahtsul Masail Qonuniyah ini dianggap penting karena banyak anggota DPR yang terjerat korupsi, perundangan yang ditetapkan tidak dianggap pro rakyat atau munculnya KKN dan penyalahgunaan kekuasaan. Terhambatnya regenerasi kepemimpinan di negara kita.
Bahtsul Masail Qonuniyah yang dipimpin oleh tim Lembaga Bahtsul Masail PWNU Jatim yang termasuk diantaranya KH. Firjaun Barlama Wakil Bupati Kab Jember ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian Konferwil XVII PWNU Jawa Timur yang diadakan di Pesantren Tebuireng Jombang 2-4 Agustus 2024. Dalam Konferwil ini juga akan dipilih Rais Syuriah dan Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim baru untuk periode 2024-2029.