Sebuah catatan perjalanan haji Achmad Shampton Masduqi
ARTIKEL|JATIMSATUNEWS.COM - Setiap kali masuk antrian untuk bisa berdoa di Raudloh kita akan selalu melalui semacam serambi yang dikaitkan dengan ahlu suffah. Saya tidak tahu bentuk asli dari tempat bernaung ahlu suffah ini di era Rasulullah seperti apa, hanya saja kalau kita melihat yang ada saat ini hanya seperti serambi yang ditinggikan tempatnya lebih tinggi dari area masjid yang lain. Dulu sebelum Raudloh dipola dengan pola antrian, banyak juga yang berebut melakukan sholat di serambi suffah ini entah untuk bertabaruk atau mengira ini raudloh.
Banyak orang mengaitkan suffah adalah embrio pesantren. Tidak kurang 101 orang dikaitkan dengan ahli suffah sebagaimana dikutip oleh Abu Nuaim dalam kitab Hilyatul Auliya wa tabaqatul asfiya’. Ada Riwayat yang menyatakan bahwa ahlu suffah ini adalah kaum fakir yang tidak punya rumah dan ditampung oleh Rasulullah di sebelah masjid beliau. Mereka makan bila Rasulullah mendapat rezeki dan mereka berpuasa bila Rasulullah berpuasa. Dalam perspektif saya sendiri, ahlu suffah ini adalah orang-orang yang mendarma baktikan dirinya untuk mengumpulkan pengetahuan sebanyak-banyaknya dari Rasulullah.
Para ahli suffah ini banyak mewarnai periwayatan hadis, seperti Abdurrahman Ibn Shahr yang lebih dikenal dengan Abu Hurairah, Salman Al-Farisi, Abdullah Ibn Mas’ud, Ukkasyah dan Abdullah Ibn Umar Ibn Khattab. Menurut penelitian Radiman, ada 1812 hadis yang dinisbatkan periwayatannya kepada para tokoh suffah ini. Karenanya, mereka ini menjadi saksi bahwa Islam berpondasikan ilmu pengetahuan.
Sudah sangat banyak penelitian tentang ahli suffah ini dari berbagai sudut pandang. Namun bagi saya, suffah adalah salah satu bukti pesona pribadi Rasulullah dihadapan para sahabatnya. Disamping khaukhah, jendela besar yang mengelilingi masjid, dibuat agar para sahabat disekitar masjid dapat menyaksikan apa yang dilakukan Rasulullah sehingga mereka bisa meniru. Agar para sahabat tidak terlewat dari satu pelajaran pun, mereka bekerja secara bergiliran dan yang tidak bekerja menyampaikan hal baru yang didapat dari Rasulullah. Para ahli suffah ini menurut satu riwayat, ada juga yang dari kalangan orang kaya. Tetapi mereka sengaja berdiam di suffah untuk selalu dekat dengan Rasulullah dan menimba ilmu dari beliau.
Rasulullah dikenal sosok bassam, nampak selalu tersenyum. Ciri masyarakat arab yang keras diluluhkan dengan penampilan dan tindakan Rasulullah yang menyenangkan dan selalu memberi solusi. Pola pendidikan yang mengedepankan bahasa contoh, sebagaimana disebut dalam al-Quran, laqad kana lakum fi rasulillahi uswatun hasanah, membuat semua orang bertekuk lutut dan kecanduan dekat dengan Rasulullah.
Dalam setiap kesempatan Gus Mus panggilan akrab Kiai Mustofa Bisri sering menekankan bahwa Rasulullah adalah sosok yang paling mengenali karakter manusia hingga setiap tindakan dan contoh perilakunya memanusiakan manusia. Meski Rasul bertugas “nadzir” memperingatkan, Rasul juga basyir, memberi kabar bahagia. Hingga siapapun yang mau menggunakan akal sehatnya akan berkata “Rasul adalah pribadi sempurna dan tauladan”.
Pola interaksi ahlussuffah dan Rasul dalam mengembangkan pendidikan menjadi model yang ditiru oleh orang-orang pesantren meski tidak semuanya. Sosok kiai, menjadi sentral tauladan yang rendah hati dan menyenangkan santri-santrinya. Setiap dekat dengan kiai menjadi sebuah kebanggaan bagi para santri. Adanya alaqah qalbiyah, jalinan hubungan batin yang dibangun ala Rasul, membuat santri begitu mengidolakan kiainya. Cobalah perhatikan, berkali dan berkali, bahkan selalu, doa Rasul dipanjatkan untuk umatnya. Doa Nabi di Masjid Ijabah, doa Nabi di Gua Sajadah, semua syarat pesan tentang kepedulian mendalam Rasulullah terhadap umatnya. Rasul bahkan menyatakan, “aku ingin berjumpa dengan saudaraku, mereka-mereka yang beriman tapi tak pernah melihatku.” Kalau kita umatnya yang belum pernah berjumpa saja dirindukan Rasul, bagaimana dengan para sahabat yang pernah bertemu dengan Rasul, atau ahlussuffah yang kehidupannya bahkan ditanggung Rasulullah tanpa berhitung secara ekonomi untung rugi. Padahal dalam sejarah kita mengenal Rasulullah adalah sosok pengusaha yang biasanya berbicara untung rugi. Tapi demi ummatnya, ia darmakan semua yang ia miliki. “uhailal juudi wal karami”. Maka bagi saya Islam besar karena pribadi Rasul yang menyenangkan dan membuat semua merindukan. Bahkan bila tidak ada perintah mencintainya. Mereka yang mengenalnya otomatis akan mencintai Rasulullah.
LSerambi Suffah mengajarkan kepada kita bagaiamana kita memandang anak didik kita, anak-anak kita dan semua orang yang dalam tanggung jawab pendidikannya pada kita. Sudahkah sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah kita memiliki sosok guru yang menyenangkan bagi muridnya? Mendarmakan seluruh potensinya untuk kebaikan dan masa depan mahluk Allah yang bernama santri/murid? Akankah para pendidik merasa tersentil setiap kali melewati serambi suffah atau memandangnya sekedar serambi tanpa makna dan kehidupan pendidikan traksasional terus terpelihara? Wallahu ‘alam.
Penulis : H. Achmad Shampton, Kepala Kemenag Kota Malang