ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM
Dalam pewayangan Jawa, Sengkuni dikenal sebagai sosok jahat yang ahli dalam bersilat lidah dan manipulasi. Tokoh elite Astina ini, saudara dari Permaisuri Gandari, memainkan peran penting dalam kisah politik adu domba yang mengakibatkan kematian tragis Pandu Dewanata dan muridnya, Prabu Tremboko. Kejahatan politik Sengkuni memuncak dalam Perang Bharatayudha, di mana ia tewas di tangan Werkudara. Pada detik-detik terakhirnya, Sengkuni tetap setia pada karakter jahatnya, gemar memfitnah, dan haus akan kekuasaan.
Di era modern, karakter Sengkuni dapat ditemukan di dunia kerja, di mana sifat licik dan manipulatifnya mencerminkan perilaku beberapa individu yang berambisi meraih kekuasaan. Mereka yang disiplin, jujur, dan bekerja keras sering kali tersingkirkan, sementara mereka yang malas dan pandai mencari muka justru dipertahankan. Fenomena ini menggambarkan bagaimana ketidakadilan dan manipulasi kekuasaan masih berlaku, menciptakan lingkungan kerja yang penuh intrik dan ketidakadilan.
Istilah "Sengkuni" kini sering digunakan untuk menggambarkan individu yang memiliki sifat-sifat negatif seperti kejam, manipulatif, dan haus kekuasaan. Ini mencerminkan bagaimana sifat-sifat tersebut masih relevan dan berbahaya dalam konteks modern, khususnya dalam dinamika profesional di tempat kerja.
Sengkuni dalam pewayangan Jawa adalah tokoh yang dikenal sebagai ahli dalam manipulasi dan adu domba, yang akhirnya menghalalkan Segala Cara Untuk Berkuasa dan Demi Dinasti Politik yang Dia Bangun.
Dalam konteks modern, istilah "Sengkuni" sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang licik, manipulatif, dan haus kekuasaan di lingkungan kerja atau dalam kehidupan sehari-hari. Karakter ini bisa muncul dalam bentuk orang yang tidak segan-segan melakukan segala cara untuk mencapai tujuannya, bahkan dengan merugikan orang lain yang lebih disiplin dan jujur.