Mengenalkan Hukuman Kepada Santri Adalah Hakikat Keselarasan dan Harmoni Kehidupan

Eko Rudianto
29 Juli 2024 | 08.26 WIB Last Updated 2024-07-29T01:51:08Z


ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM : Pendidikan tidak melulu tentang mengajarkan hal yang benar dan baik saja serta melarang terhadap hal yang mungkar, namun juga memberikan batasan-batasan sebelum kemungkaran itu sendiri dilakukan. Ada banyak ragam kemungkaran, ada kemungkaran dunia dan akhirat. Kebanyakan kemungkaran dunia menjadi sebab terjadinya kemungkaran akhirat. Misalnya santri sering melakukan kemungkaran dunia berupa indisiplin maka seorang santri akan mudah tidak melaksanakan sholat, begitu analogi mudahnya.

Tugas dari pendidikan adalah menjaga itu semua agar tidak terjadi, maka harus ada hukuman untuk mengenalkan sebab-akibat serta tanggungjawab, tentu manifestasi dari sebuah hukuman adalah untuk membuat jera dengan metode mendidik dan berharap tidak akan mengulanginya kembali. Bahkan di dalam kehidupan, Tuhan YME, Allah SWT menciptakan surga dan neraka sebagai bentuk sebab-akibat dari tanggungjawab.

Bila santri telah disiplin dan memiliki sikap tanggungjawab dalam setiap tindakan, maka kemaksiatan akan minim dilakukan. Analogi lain adalah seperti halnya seorang pembuat senjata akan membakar besi dan menempanya dengan tekanan yang kuat untuk bisa menghasilkan pisau yang tajam. Mudahnya, memang untuk membiasakan suatu hal baik harus dibiasakan. Sifat dasar atau fitrah manusia memang kebaikan namun jangan lupa setan selalu bertengger dan tak suka jika manusia melakukan hal yang mungkar. 

Pada siklusnya, santri mungkin akan merasa terbebani bahkan tersakiti dengan suatu aturan dan hukuman, kemudian pada fase selanjutnya akan menjadi paksaan dan kewajiban, setelah itu akan menjadi kebiasaan atau habbits, setelah menjadi kebiasaan yang istiqomah dilakukan akan menjadi kepribadiaan. Bila kepribadian itu telah melekat maka akan menjadi suatu tanggungjawab. Dari tanggungjawab itulah santri akan sukses dikemudian hari. 

Bayangkan, yang tadinya adalah sebuah aturan yang menyakitkan kini menjadi sebuah tanggungjawab dan bahkan bila tidak melaksanakan santri akan menjadi gundah gulana, bila sudah demikian inilah yang kemudian dinamakan akhlakul karimah atau identitas santri itu sendiri. 

Sebagai pendidik, kami tentu bijak dalam menuntun proses belajar santri salahsatunya dengan menggunakan metode aturan dan hukuman atau punishment. Dengan begitu tidak hanya kemampuan Intelegence Quotient (IQ) atau kecerdasan Intelektual saja, namun Emotional Quotinet (EQ) atau kecerdasan emosional bahkan Spiritual Qouient (SQ) jika semua sudah selaras maka terbentuk derajat yang lebih tinggi yaitu Emotional Spiritual Quotient (ESQ) yang telah dijelaskan oleh tokoh motivator terkemuka yaitu Dr. (H.C.) H. Ary Ginanjar Agustian.

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Mengenalkan Hukuman Kepada Santri Adalah Hakikat Keselarasan dan Harmoni Kehidupan

Trending Now