Masjid Imam Bukhari, saksi bisu ketekunan dan kecerdasan Imam Al-Bukhari dalam mengumpulkan dan meneliti hadits, menjadi destinasi sejarah yang patut dikunjungi bagi yang ingin mengenal lebih dalam warisan keilmuan Islam.
ARTIKEL | JATIMSATUNEWS.COM - Saya mengkhatamkan Shahih Bukhari dan Muslim selama 40 hari kepada Kyai Abdullah Thayyib di Papar Kediri beberapa puluh tahun lalu. Shahih Bukhari memang spesial, dianggap sebagai kitab kumpulan hadits terbaik di antara kitab hadits yang lain. Kitab ini menjadi rujukan kedua setelah al-Qur'an.
Imam Al-Bukhari, dalam Sahih-nya, tidak meriwayatkan hadits secara langsung dari Nabi Muhammad SAW karena ia bukan sahabat. Namun, Imam Bukhari hanya meriwayatkan hadits berdasarkan otoritas para syekh yang dapat dipercaya, yang memiliki tingkat hafalan, keakuratan, dan kepercayaan tertinggi.
Untuk mendapatkan keotentikan hadits, Imam Al-Bukhari menemui sejumlah besar syekh dan ulama, hingga mencapai lebih dari seribu orang, selama perjalanan panjangnya. Al-Bukhari berkata, “Saya menulis tentang satu topik berkaitan dengan periwayat hadits hingga seribu delapan puluh orang.”
Imam Bukhari merasa perlu meneliti para periwayat hadits yang ia dapatkan karena pendekatan Al-Bukhari dalam menulis hadits sangat ketat, meneliti kepribadian perawi hingga rantai transmisi hadits hingga Rasulullah. Inilah yang membuat Imam Bukhari menjadi ulama yang sangat baik dalam hal klasifikasi dan keakuratan hadits.
Al-Jami' al-Sahih adalah buku pertama yang diklasifikasikan berdasarkan hadits otentik dan abstrak. Buku ini menjadi bukti besar tekad Imam Bukhari dalam meneliti hadits. Dengan kecerdasan dan ketulusan, Imam Bukhari menghabiskan waktu enam belas tahun dalam perjalanan yang sulit antar negara, termasuk ke Madinah.
Imam Bukhari berangkat ke Mekkah pada usia 16 tahun, ditemani ibu dan saudara laki-lakinya untuk menunaikan Haji. Setelah itu, ia meninggalkan ibu dan saudaranya untuk menambah ilmu. Dia tinggal di sana selama enam tahun dan mulai mengumpulkan hadits. Setelah itu, dia melakukan perjalanan antar negara, dari Bagdad ke Kufah, Damaskus, Mesir, Khorasan, dan lain-lain.
Seratus meter dari Masjid Nabawi bagian timur ke arah utara, kita akan menemukan sebuah masjid yang disebut dengan Masjid Imam Bukhari. Situs Welcame Saudi.com menyebut bahwa masjid ini dulunya adalah rumah Imam Bukhari saat menulis Shahih Bukhari. Ia bertemu dengan tabi'tabiin dan para ulama Madinah untuk mengklarifikasi setiap hadits yang ia dapatkan.
Salah seorang mukimin bercerita bahwa dalam proses penulisan hadits ini, Imam Bukhari memendam rindu yang mendalam pada Rasulullah hingga menangis dan bersujud untuk melampiaskan kerinduannya. Karenanya, sebagian ada yang menyebut masjid ini sebagai Masjid Sajadah.
Selama di Madinah, diriwayatkan bahwa Imam Bukhari tidak menulis satu hadits pun kecuali dalam keadaan suci dan setelah melakukan shalat istikharah. Shalat dan proses telaah hadits ini ia lakukan di Raudlah, tempat di antara mimbar dan rumah Rasulullah yang disebut sebagai taman surga.
Imam Bukhari mengawali penulisan hadits dan menyusun bab-babnya di Masjidil Haram, kemudian melakukan penelitian hadits ke berbagai negara dan tempat.
Masjid Imam Bukhari ini patut dikunjungi untuk melihat berbagai situs sejarah di sekitar Masjid Nabawi, menambah keyakinan dalam berislam. Bagian dalam Masjid Al-Bukhari disetting seperti masjid biasa, tanpa bagian-bagian khusus yang menjadi saksi sejarah ketekunan Imam Bukhari dalam menulis setiap kalam Rasulullah. Imam Bukhari menegaskan bahwa ilmu pengetahuan adalah gaya hidup seorang Muslim. Tapak sejarah penulisan hadits yang tersisa. Wallahu a'lam.
Penulis: H. Achmad Shampton, Kepala Kantor Kemenag Kota Malang