ads H Makhrus

 

Pasang iklan disini

 


Madain Saleh, Kota Penuh Keajaiban Namun Terlarang

Admin JSN
15 Juli 2024 | 09.27 WIB Last Updated 2024-07-16T06:01:00Z

Kisah ini sebenarnya cukuplah jadi pengingat, tidak pantas bagi kita dengan apapun ketertakjuban kita atas teknologi yang diciptakan kaum Tsamud dalam memahat gunung untuk tempat tinggal mereka, Madain Saleh atau al-a’la tidak pantas dikunjungi

ARTIKEL|JATIMSATUNEWS.COM - Dalam perjalanan pulang dari Masjid Nabawi, kami terlibat dalam pembicaraan ringan dengan Pak Syafiq, yang bercerita tentang pekerjaannya dan berbagai perjalanan yang ia lakukan. Untuk menjalankan tugasnya, ia harus mengantar barang ke Taif, Madinah, hingga Tabuk. Mendengar Tabuk, saya langsung teringat kisah Perang Tabuk dan bertanya, "Berapa jarak Jeddah ke Tabuk?" Pak Syafiq menjawab, "Sekitar 1000 km." Lalu saya bertanya lagi, "Kalau dari Madinah ke Tabuk?" Ia menjawab, "Sekitar 700 km."

Pikiran saya langsung menerawang, membayangkan Rasulullah SAW menempuh jarak sekitar 700 km itu dengan kendaraan seadanya, entah berjalan kaki atau naik unta. Tak terbayangkan betapa beratnya perjalanan itu. Dalam kisah perjalanan tersebut, tersimpan juga kisah kota Madain Saleh yang kini menjadi destinasi wisata menarik, bahkan bagi jamaah haji atau umrah.

Usai perang di Tabuk, yang berada di antara perbatasan Syam dan al-Hijr, rombongan Nabi sempat berhamburan di al-Hijr saat menemukan air. Ini bisa dimaklumi mengingat mereka baru menempuh 250 km dari total 700 km dengan berbagai keterbatasan. Bahkan diriwayatkan satu unta bisa dinaiki 10 sahabat karena keterbatasan kendaraan, dan butuh ketersediaan air yang cukup untuk perjalanan panjang tersebut.

Namun, Amr Ibn Sa’ad meriwayatkan bahwa saat para sahabat mulai mengambil air dari sumur di al-Hijr, tempat yang kemudian dikenal sebagai Madain Saleh, Rasulullah memerintahkan untuk membuang air yang telah dikumpulkan dan segera pergi dari tempat itu. Kisah ini kemudian tercatat dalam Al-Quran surat Asy-Syu'ara ayat 141-159. Rasulullah menegaskan, “Unta dan kamu semua butuh minum sampai waktu yang ditentukan, jangan sampai kau beri dari sesuatu yang tidak baik.”

Al-Hijr adalah tempat di mana rumah-rumah kaum Tsamud yang dilaknati karena mengingkari Nabi Saleh berada. Dalam riwayat Abdullah Ibn Umar, Nabi melarang masuk ke tempat orang-orang yang dilaknati Allah. Nabi bersabda, “Sesungguhnya aku khawatir engkau terkena azab yang menimpa kaum Tsamud yang dilaknati, jangan masuk ke sana.” Salah seorang sahabat kemudian berkata, “Kami takjub/mengagumi karya cipta mereka (memahat batu untuk rumah mereka), ya Rasulullah.” Rasulullah menjawab, “Tidakkah aku akan memberitahumu keajaiban yang lebih besar dari itu? Seorang pria dari dirimu sendiri akan memberitahumu apa yang ada sebelum kamu, dan apa yang ada setelah kamu, maka istiqamahlah dan teruslah dalam kebenaran, karena Allah tidak akan peduli dengan siksaanmu, dan akan datang beberapa orang yang tidak akan membayar untuk diri mereka sendiri dengan apa pun.”

Kisah ini seharusnya menjadi pengingat, bahwa tidak pantas bagi kita untuk mengagumi teknologi yang diciptakan kaum Tsamud dalam memahat gunung untuk tempat tinggal mereka. Madain Saleh atau al-Hijr tidak pantas dikunjungi. Rasulullah telah memperingatkan agar kita mencari jalan lain jika memungkinkan, atau jika tidak, berjalanlah cepat melewati tempat itu.

Suatu hari, di sebuah meja makan restoran, saya mendengar secara tidak sengaja pembicaraan beberapa jamaah haji tentang keajaiban Madain Saleh dan kebanggaan mereka bisa berkunjung ke tempat itu. Saya tercekat, apakah destinasi ini semestinya tidak pantas didatangi jamaah haji? Bukankah kita pergi haji maupun umrah untuk menjalani perintah Rasulullah dan mengikuti teladan beliau? Mengapa demi memenuhi keinginan untuk berfoto atau membuat video di tempat indah tersebut kita melupakan larangan Rasulullah? Tidak ingatkah kita bagaimana rombongan Rasul dari perang Tabuk lebih membutuhkan air di tempat itu untuk perjalanan jauh, tetapi dilarang? Sementara kita malah datang hanya untuk kesenangan sesaat. Wallahu a’lam.

Penulis: Kepala Kantor Kemenag Kota Malang H. Achmad Shampton


Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Madain Saleh, Kota Penuh Keajaiban Namun Terlarang

Trending Now