Rasulullah SAW bersabda, "Inni buitstu li utammima makaarimal akhlak" (Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak)
ARTIKEL|JATIMSATUNEWS.COM - Sebagai sosok Nabi dan Rasul, Nabi Muhammad menyampaikan pesan-pesan agama melalui orasi ataupun khutbah, meski secara umum beliau menyampaikan ajarannya dengan bahasa contoh. Untuk menyampaikan materi ajaran Islam, Nabi Muhammad terkadang harus berlama-lama. Para sahabat yang merasa kasihan saat Nabi nampak kelelahan berdiri, membawakan batang pohon kurma yang ditancapkan di tempat di mana mimbar Masjid Nabawi saat ini berdiri. Nabi kemudian setiap kali berkhutbah bersandar ke batang pohon kurma tersebut.
Saat para sahabat semakin banyak yang hadir di Masjid Nabawi, mereka mengeluhkan tidak bisa melihat Nabi saat beliau berkhutbah. Mereka menyarankan agar dibuatkan mimbar yang bisa digunakan Nabi untuk duduk dan berdiri. Mendengar hal ini, Nabi bersabda: “Bawakan mimbar itu kepadaku.” Para sahabat kemudian membuat mimbar itu dan membawanya kepada Nabi sesuai dengan pesanan beliau dengan tiga tangga. Tangga ketiga untuk Nabi duduk dan tangga kedua untuk Nabi berdiri. Nabi Muhammad SAW menemukan kenyamanan dengan mimbar itu.
Sejak menggunakan mimbar, Nabi tidak lagi bersandar pada batang pohon kurma yang ditancapkan untuk tempat beliau bersandar saat berkhutbah. Nabi Muhammad adalah Rasul seluruh alam, hingga benda mati pun merasakan nikmat kelembutan beliau saat bersandar atau menggunakannya. Bahkan unta yang biasa digunakan Nabi memperdengarkan kerinduan saat Nabi di atas punggungnya. Begitu juga batang pohon kurma ini. Dalam riwayat hadits, para sahabat mendengar rintihan kerinduan batang pohon kurma karena tidak lagi digunakan untuk bersandar. Mendengar itu, Nabi kemudian meletakkan tangannya di atas batang pohon kurma itu dan berkata: “Kamu boleh memilih, aku meletakkanmu di tempat biasanya dan aku bersandar padamu atau kamu kutanam di surga, sehingga kamu dapat minum dari sungai-sungai dan mata airnya, dan tanamanmu akan tumbuh subur dan berbuah, dan para sahabat Allah akan memakan buah darimu.” Batang pohon itu kemudian memilih ditanam di surga. Batang pohon itu kemudian dicabut dan dipendam di bawah mimbar Nabi.
Sepeninggal Nabi, Khalifah Abu Bakar tetap menggunakan mimbar Nabi, tetapi ia tidak berani berdiri di tangga kedua. Tangga kedua yang dipakai Nabi berdiri ini digunakan Khalifah Abu Bakar untuk duduk dan ia berdiri di tangga pertama. Sebagai bentuk adab sopan santun menghormati Nabi meski Nabi sudah wafat. Begitu juga saat Khalifah Umar memimpin, ia tidak berdiri di tangga pertama, ia berdiri di atas tanah dan duduk di tangga pertama. Ketika Khalifah Utsman memimpin selama enam tahun masa kekhalifahannya, ia melakukan seperti yang dilakukan Khalifah Umar saat khutbah, hingga kemudian ia meninggikan mimbar itu. Di era Muawiyah, mimbar ditinggikan lagi menjadi tujuh tangga. Khalifah Muawiyah dan penerusnya hanya berdiri khutbah di tangga keempat dan tidak menggunakan tangga kelima, keenam, dan ketujuh.
Perilaku para sahabat yang berkesempatan menjadi pemimpin umat pengganti Rasulullah yang tidak menggunakan tempat yang ditempati Nabi saat berkhutbah ini adalah salah satu bentuk hormat dan adab yang dijaga oleh para sahabat. Bahkan Khalifah Utsman kemudian malah membuat mihrab sendiri ke arah yang lebih depan dibanding mihrab Nabi sebagai bentuk penghormatan dan adab kepada Nabi.
Mungkin kita ingat dawuh (sabda) Nabi, “Inni buitstu li utammima makaarimal akhlak” yang berarti “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” Dan inilah hasil pendidikan Nabi. Ketinggian akhlak para pengganti Nabi ini membuat mereka menghormati derajat Nabi di hadapan Allah dan menyadari bahwa derajat mereka tidak akan setara dengan Nabi. Bahkan masing-masing khalifah menghormati pendahulunya dengan tidak menggunakan apa yang pernah pendahulunya gunakan. Mereka merasa tidak pantas menempati tempat pendahulunya. Jabatan diterima sebagai amanah yang harus dijaga dengan baik, tidak dengan keangkuhan dan keakuan. Inilah keluhuran budi yang diajarkan Nabi. Mimbar Nabawi adalah bukti keberhasilan pendidikan akhlak Nabi Muhammad SAW.
Wallahu a’lam.
Penulis: Kepala Kantor Kemenag Kota Malang H. Achmad Shampton