PASURUAN| JATIMSATUNEWS.COM: Penyakit Masyarakat atau pekat bisa tumbuh di mana saja, termasuk di desa Nogosari Kecamatan Pandaan. Pekat disini adalah praktek Prostitusi berkedok karaoke dan warung kopi, dimana setiap malam dentuman musik yang keras dan bising selalu terdengar yang bersumber dari pasar desa Nogosari yang terletak di dusun Klangkung, desa Nogosari, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.
Keberadaan warung karaoke itulah, yang kemudian menghebohkan warga Pasuruan dan berujung pada upaya penolakan yang dilakukan warga sejak Juli 2022 hingga berita ini diturunkan.
“Kami, masyarakat asli Klangkung Nogosari, sangat kompak menolak keberadaan warung karaoke. Ini merupakan bentuk pekat, penyakit masyarakat yang harus dibersihkan. Kami sejak Juli 2022, berhasil mengumpulkan tanda tangan penolakan sebanyak lebih 250 lebih tanda tangan termasuk dari Lembaga Pendidikan MTS Negeri yang berada di sekitar lokasi. Tanda tangan tersebut sudah dikirim kepada Kepala Desa Nogosari pada waktu itu dan juga satpol PP Kabupaten Pasuruan,” terang Abdul Rojik, salah satu warga.
Dijelaskan olehnya, upaya penolakan sempat mengalami kebuntuan hingga berhasil digulirkan kembali setelah pergantian kepala desa.
“Upaya warga desa dalam menjaga kondusifitas moral dan agama dari potensi pekat ini, sangat tidak mudah. Baru setelah pergantian kepala desa pada akhir 2023, kami berhasil mendapat dukungan dari Kades Nogosari yang baru, untuk segera menutup dan membubarkan kegiatan kemaksiatan tersebut. Aksi kami tidak langsung dilakukan secara keras melalui Razia, melainkan sekian kali proses pertemuan dengan semua pihak, baik pemerintah, perwakilan warga, dan pemilik warung karaoke itu sendiri. Kami pun selalu memberikan kesempatan secara baik-baik, tapi mereka yang melanggar.”
Upaya yang dilakukan warga desa, diakuinya bukan sebagai bentuk memutus rezeki orang lain.
“Masyarakat sekitar tidak keberatan apabila desanya digunakan untuk mencari rizki yang halal. Kami sangat terbuka bagi warga luar yang datang dan membuka lahan kerja halal, baik itu sebagai pelaku UMKM, PKL seperti pedagang bakso, gorengan, dan sebagainya. Warga asli tidak keberatan malah mendukung.”
“Jadi yang kami tolak ini adalah pekerjaan haram yang jelas merusak moral penerus bangsa. Pekerjaan prostitusi sangat meresahkan dan merusak mental anak dan remaja. Banyak wanita nakal yang indekost di sekitar rumah warga yang membawa masuk para pelajar. Selain itu, juga pernah kejadian warga meninggal dunia akibat ditabrak orang mabuk yang habis dari tempat maksiat tersebut. Kejahatan kriminal pun meningkat pasca adanya warung karaoke,” tegasnya.
Gayung bersambut, upaya warga pun memantik reaksi dukungan dari banyak pihak. Tak terkecuali dari aktivis sosial yang kini ‘nangkring’ sebagai senator perempuan non petahana dengan raihan suara tertinggi nasional, Dr. Lia Istifhama, atau kerap disapa ning Lia.
“Saya 1000 persen mendukung dan berada bersama warga Nogosari yang tegas menjaga kultur agama dan kearifan lokal masyarakat dari berbagai potensi praktek prostitusi. Hal ini tanggung jawab kita semua, karena berkaitan moral anak bangsa. Bagaimana kita bisa membebankan harapan besar pada generasi mendatang jika kita sendiri tidak mampu menjaga situasi lingkungan yang sehat?,” jelasnya melalui seluler (26/4).
Ditegaskan olehnya, terlebih potret sosio histori warga yang berkultur nahdliyyin.
“Kita semua harus menghargai kultur warga setempat. Dusun Klangkung Nogosari, misalnya. Mereka adalah warga dengan kultur nahdliyyin yang sangat kuat. Saya tahu karena ayahanda saya (alm. KH. Masykur Hasyim, red.) warga asli. Dan sampai sekarang pun saya masih intens berinteraksi sosial dengan keluarga disana. Masih sangat terlihat kuatnya kultur NU dan budaya agama. Jadi ini semua wajib dihormati dan jangan dicoret-coret oleh warga luar melalui aksi yang tidak sehat secara akal dan moral.”
Tak lupa, ia pun mengapresiasi kekompakan warga yang terus berupaya menekan aksi prostitusi.
“Saya pribadi, dan saya yakin banyak pihak juga melakukan yang sama, yaitu mengapresiasi kekompakan warga menjaga desa dan masyarakat dari berbagai aksi prostitusi. Ini bukan soal menutup rezeki orang lain, tapi ini tak lain demi menjaga moral agama, serta keamanan ketertiban warga. Karena diakui atau tidak, yang namanya pekat (penyakit masyarakat). Pasti ada efek dominonya. Terlebih, upaya warga sudah sangat persuasive kok. Tidak ujug-ujug melarang denga cara ekstrim. Dan satu hal penting, ruang mencari rezeki itu banyak kok.”
Secara tegas dan gamblang, Doktoral UINSA itu menyebut tak ada alasan praktek prostitusi sebagai satu-satunya ladang pekerjaan.
“Saya kok sangsi sih, jika ada yang berpikir bahwa prostitusi terpaksa dilakukan karena satu-satunya ladang pekerjaan. Tidak logis sama sekali. Karena di jaman sekarang, menjadi pelaku UMKM bisa, youtuber bisa, banyak-lah lahan pekerjaan. Apalagi bagi orang yang berada di usia produktif, sehat, cantik, pinter komunikasi, tidak ada yang tidak mungkin untuk mencari rezeki halal. Tinggal ia sendiri, memilih yang halal demi keberkahan dan moralnya anak bangsa, atau memang sengaja memilih yang instan tapi ternyata hasilnya menguap hanya untuk foya-foya juga?”
Ditambahkan olehnya, bahwa upayanya mendukung pemberantasan pekat, merupakan upaya perlindungan terhadap kehormatan perempuan.
“Saya melihat upaya pemberantasan pekat justru sebagai upaya nyata perlindungan kehormatan perempuan. Kaum perempuan ini memiliki aspek kecantikan, kecerdasan, dan kepedulian. Ada begitu banyak ruang yang bisa diisi dan diambil peran. Jangan terjebak menjadi obyek sedangkan perempuan di era emansipasi, sangat berpotensi menjadi penentu kebijakan. Karena perempuan punya skill komunikasi, jadi jangan mau direndahkan untuk menjadi obyek penderita lelaki hidung belang,” tegasnya.
Sebagai informasi, keberadaan warung kopi yang menjadi atensi banyak pihak itu, berawal dari berdirinya warung kopi di pojok ruko Meiko Pandaan. Kemudian berkembang hingga puluhan sampai hampir seratus tempak maksiat yang berdiri di desa Nogosari. Padahal dusun Klangkung desa Nogosari adalah desa religious, desa asal tokoh dan Kyai besar, K.H. Masykur Hasyim yang pernah menjadi Komandan Banser NU Jatim.
Penolakan terhadap praktek prostitusi pun tak terbendung, dimana sebelum bulan Ramadhan, tepatnya pada 9 Maret 2024, dilakukan rapat pertemuan antara warga Nogosari, Pemdes (Pemerintah Desa), pemilik warung karaoke, dan forkopimcam (Forum Koordinasi Pimpinan di Kecamatan). Hasilnya disepakati bahwa seluruh kegiatan kemaksiatan yang berupa prostitusi berkedok warung kopi dan karaoke di wilayah klangkung harus ditutup. Apabila ingin buat warung kopi seperti warkop giras, warga tidak keberatan dan mendukung.
Namun ternyata pada 12 Maret warung karaoke kembali beroperasi sehingga membuat warga geram. Pada Senin tanggal 15 Maret kembali dilakukan pertemuan sekaligus peringatan yang hadir pada waktu itu warga, pemdes, pengelola warung karaoke, serta forkopimcam terkait penutupan warung karaoke. Namun kemudian diketahui warung karaoke tersebut tetap buka, dan akhirnya dilakukan swiping dan penutupan secara paksa. Red