Kulihat dari cahaya bulan di pekarangan
Terpaan senja membelai kening
Membawa langkah pada sebuah bangunan renta
Menua dimakan waktu
Serambiku kelam dan berudara sepi
Kaca jernih dari luar segala nampak
Kulari dari lebar halaman
Tidak ada suara, tiada pula bayangan
Kecuali sahabatku, semuanya pergi
Terkadang terasa perlu ke rumah
Bercerita dan berkaca pada hari-hari yang kupunya
Di rumah besar sekali tercipta sebuah kisah
Bahagia dan air mata menyatu
Duduk di samping jendela menengadah secangkir kopi,
Pada senja hari aku bersantap ubi rebus bersama sahabat
Yang kupunya hanyalah rumah sederhana dan cerita orang-orang di dalamnya
Rumah sederhana terasa indah karena cinta
Tetamu tetap akan senantiasa menerima
Kenyamanan,
Ketenangan,
Kehangatan,
Itulah kuncinya
Akan jadi percuma sebuah istana
Jika kau enggan untuk menjaganya
Nuansa yang hangat di hari aku bersantap ubi rebus bersama kau sahabat
Merindumu,
Kalau aku terdengar suara berdetak tiba-tiba
Malu-malu hati sahabatku rupanya ikut bicara
Tanpa tekanan yang mendesak atau tinggi hati
Alangkah cintanya dia padaku
Terkadang sebelum masuk rumah
Aku melihat ke atap dan bertanya-tanya...
Apakah dia di dalam, masihkah dia cinta
Alangkah bahagia rasanya hidup, bila hatiku tak gelisah
Berkaca mata indah
Berhias mutiara yang bersinar
Terasa hidup berbinar-binar
Dalam pelukan berkah
Terima kasih, Rumah Budaya dan orang-orang di dalamnya
Eni Wahyuni, S.Pd., M.Pd.
Guru Bahasa Indonesia
MAN 2 Kota Malang