MALANG I JATIMSATUNEWS.COM: Ungkapan ini tidak jarang kita dengar dari ucapan seseorang. Ucapan ini pula yang pernah terlontar di salah satu sekolah di wilayah pinggiran kabupaten Malang, tepatnya di SDN 3 Gajahrejo kecamatan Gedangan, salah satu sekolah di wilayah pinggiran pesisir Malang Selatan. Ungkapan ini pula seolah terbantahkan dengan realitas dari siswanya sendiri.
Dalam kegiatan pondok Ramadhan hari ini, saya berkesempatan monitoring di sekolah ini. Di tengah kegiatan, saya lihat ada seorang gadis yang begitu sibuk membantu persiapan dan pelaksanaan kegiatan. Utamanya hubungannya dengan penggunaan IT. Ternyata dia adalah putri dari salah satu guru Agama di sekolah. Ternyata dia adalah salah satu mahasiswa S2 program beasiswa di Thailand.
"Kalau pas liburan memang dia sering saya ajak untuk membantu kegiatan keagamaan di sekolah. Disamping biar membantu kelancaran kegiatan juga sebagai motivasi untuk anak-anak agar semangat belajar. Biar anak-anak semakin sadar bahwa mondok tidak akan menggangu pelajaran sekolah
Bahkan bisa mendukung", tutur Usrek Winanti, Sang ibu dari gadis itu.
Gadis itu adalah Zahrabatul Lil Ilmi, salah satu profil pelajar yang bisa diteladani. Walaupun lahir di pinggiran desa terpencil di wilayah kabupaten Malang, tepatnya desa Sidodadi, namun mampu mengukir prestasi. Selepas dari SDN 3 Gajahrejo, dia melanjutkan sekolah SMP-SMA sambil mondok di salah satu pesantren di Malang. Tepatnya di Pondok Pesantren Ar-Rifai kecamatan Gondanglegi. Setelah itu dia melanjutkan pendidikan tingginya di Universitas Islam Negeri Malang (UIN). Dia mengambil jurusan Biologi. Selanjutnya dia mendapat beasiswa S2 nya di Thailand. Yakni salah satu kampus favorit, Khon Kaen University [KKU], Thailand.
Menurutnya, banyak sekali mahasiswa Indonesia yang mendapatkan beasiswa Di Thailand baik S2 maupun S3. Seangkatannya saja ada sekitar 50 anak. Menurutnya sangat senang sekali bisa menimba ilmu di Negeri Gajah Putih itu. Disamping mendapat bantuan biaya pendidikan minimal 100 juta per semester, dia juga bisa berteman dengan banyak mahasiswa dari negara lain. Dia juga mengatakan bahwa walaupun anak pondok, namun dia tidak kalah dengan mahasiswa lain yang bukan alumni pondok.
" Dengan kuliah disana, saya mendapat pengalaman baru dan mencoba banyak hal baru yang belum pernah ditemui di Indonesia. Memiliki teman dari negara lain bahkan latar belakang agama yang berbeda-beda. Tinggal di lingkungan yang sangat peka terhadap toleransi terutama untuk kaum minoritas seperti Muslim", kata gadis yang akrab dipanggil Ilmi ini.
"Bahkan banyak mahasiswa Indonesia yang berprestasi. Maka, banyak kampus unggulan di Thailand yang senang dengan mahasiswa Indonesia", kata gadis berkacamata itu.
"Bahkan dia sudah ditawari oleh dosennya untuk melanjutkan S3. Tetapi sama saya tidak boleh kalau langsung. Selesai S2 biar pulang dulu, menikah, baru nanti melanjutkan lagi", ungkap ibunya.
" Masyarakat disini memang dulu sering mengatakan itu, Pak. Katanya kalau mondok mengganggu sekolah. Tapi dia (Ilmi) bisa membuktikan bahwa mondok tidak mengganggu sekolah. Bahkan membantu pelajaran sekolah", tutur Misman, kepala sekolah.
Dari gambaran profil Ilmi ini bisa menjadi acuan bagi kita, utamanya para wali murid, bahwa disamping anak dibekali dengan pendidikan umum, anak seyogyanya juga dibekali ilmu agama. Ilmu agama itu tidak akan menggangu sekolah anak, tetapi justru akan membantu kecerdasan dan kepandaian anak. Kecerdasan spiritual akan mendukung kecerdasan intelektual. Hal ini pernah diungkapkan oleh beberapa pakar, diantaranya :
1. Danah Zohar dan Ian Marshall:
Dalam buku mereka "Spiritual Intelligence: The Ultimate Intelligence", Zohar dan Marshall berpendapat bahwa kecerdasan spiritual dapat meningkatkan kemampuan intelektual dengan memberikan kerangka kerja yang lebih luas untuk memahami dunia dan tempat seseorang di dalamnya.
Kecerdasan spiritual membantu individu untuk
Menemukan makna dan tujuan hidup, menghadapi stres dan kesulitan dengan lebih baik.
Meningkatkan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah, dan meningkatkan kreativitas dan intuisi.
2. Gary A. Fine:
Fine, seorang profesor sosiologi di Northwestern University, meneliti hubungan antara kecerdasan spiritual dan intelektual dalam bukunya "The Soul of the Community: The Spiritual and Cultural Transformation of a Neighborhood".
Fine menemukan bahwa orang-orang dengan kecerdasan spiritual yang tinggi lebih cenderung berpartisipasi dalam kegiatan komunitas, membantu orang lain, memiliki pandangan hidup yang positif, dan merasa terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.
3. Karen Armstrong:
Armstrong, seorang penulis dan aktivis religius, berpendapat dalam bukunya "Twelve Steps to a Compassionate Life" bahwa kecerdasan spiritual adalah kunci untuk menciptakan dunia yang lebih damai dan adil. Dia percaya bahwa dengan mengembangkan kecerdasan spiritual, kita dapat mengurangi egoisme dan keserakahan, meningkatkan empati dan kasih sayang, dan
Menyadari kesatuan semua makhluk hidup.
4. Franz Kafka:
Kafka, seorang penulis terkenal, menulis dalam buku hariannya: "Kecerdasan intelektual tidak membawa kita lebih dekat kepada Kebenaran. Untuk itu, dibutuhkan kecerdasan spiritual."
Bagi Kafka, kecerdasan spiritual adalah tentang menemukan makna dan tujuan hidup di luar pencapaian material dan intelektual.
5. Paradigma Baru Pendidikan:
Paradigma baru pendidikan, seperti pendidikan holistik dan pendidikan karakter, menekankan pentingnya pengembangan kecerdasan spiritual alongside kecerdasan intelektual.
Dengan berbagai pendapat diatas maka bisa disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual dapat memberikan dampak positif pada berbagai aspek kehidupan individu, termasuk kemampuan intelektual. Oleh karena itu, anak-anak juga perlu didorong motivasinya untuk juga mendalami ilmu agamanya lewat pendidikan di TPQ atau madrasah Diniyah ataupun pesantren.
Refan Purba