Plong

Terasa Plong Rasanya
MALANG I JATIMSATUNEWS.COM
Siang ini, 14 Pebruari 2024, ada yang "sesuatu" banget rasanya. Pagi hari, setelah bersih-bersih rumah dan halaman, menengok tempat pemungutan suara (TPS) terdekat. Kebetulan TPS 6 dimana saya tinggal, ditempatkan di Aula lembaga pendidikan yang saya ketuai, perkumpulan Miftahul Huda, yang bangunannya bersebelahan dengan rumah tinggal saya. Saya menuju lokasi karena istri saya yang kebetulan menjadi anggota KPPS minta dibawakan stop map.
Siang, usai mencoblos saya mencoba untuk menengok 2 TPS lain di wilayah dusun saya. Satunya berada di gubuk kerja kelompok tani Sumarah dan satu lagi di gedung sekolah SDN 3 Wirotaman. Kelompok Tani Sumarah termasuk kelompok tani saya juga dan kebetulan saya sebagai sekretaris kelompok. Sedangkan SDN 3 Wirotaman adalah sekolah dimana dulu waktu saya usia SD menimba ilmu.
Setelah beberapa saat bercengkrama dengan beberapa teman di dua tempat tersebut, saya menuju ke salah satu dusun di tetangga desa. Saya bermaksud menuju rumah seseorang yang mengundang karena punya hajat (bowoh). Hajatannya sebenarnya sudah awal Pebruari, namun waktu itu saya belum bisa hadir sehingga baru kali ini bisa ke rumahnya.
Dari perjalanan sekitar 4 KM itu, saya merasakan ada "sesuatu" yang beda. Suasana pemilihan umum di masing-masing TPS sudah sepi. Suasana jalanan juga agak lengang. Yang paling terasa banget adalah, sepanjang perjalanan sudah tidak ada lagi terpasang bendera partai, calon anggota legislatif dan pasangan calon presiden.
Dari kondisi itulah, sepertinya ada sesuatu yang lain. Hati terasa ayem, tentrem, nyaman dan damai. Dalam hati seakan tidak ada pergolakan. Dalam hati terasa kosong dari persaingan. Hati terasa plong.
Dalam keadaan seperti itu, terbesit pertanyaan dalam hati, mungkinkah kedepan ada perubahan dalam pelaksanaan pemilihan umum. Mungkinkah nantinya teknis kampanye berubah lebih simpel. Utamanya menyangkut sosialisasi calon lebih disederhanakan.
Mungkinkah nantinya gambar calon itu cukup dibuatkan oleh KPU secara bersama. Tidak seperti saat yang lalu, setiap sudut jalan, pertigaan, perempatan terpajang puluhan foto calon. Masing-masing calon memasang sendiri-sendiri dan penuh persaingan. Besar-besaran gambar, besar-besaran bendera dan sebagainya.
Menurut saya, kondisi seperti ini banyak kurang positifnya. Dari segi persaingan foto saja, disamping biaya mahal pastinya juga mengganggu kondisi jalanan dan menganggu pandangan. Bahkan, sedikit banyak juga mengganggu "suasana hati" warga sekitar sebab mayoritas juga tidak dikenal.
Maka, sepanjang perjalanan itu saya sempat berfikir, mungkinkah nantinya pemilu itu kedepan akan ada perubahan yang lebih baik. Pemilu yang sederhana, murah namun berkwalitas.
Refan Purba
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
Trending Now
-
Jadwal sumpah WNI Emil Audero Mulyadi, Joey Pelupessy, dan Dean James hari ini (10/3) di KBRI Roma, Italia./Instagram @berbagaisumber ROMA |...
-
Diberitakan Miring Soal Pungutan, Pengurus MKKS SMA/SMK Kabupaten Malang Beberkan Fakta dan Data Lapangan MALANG | JATIMSATUNEWS.COM: Pe...
-
OPS SDN Gedangmas 01 menolak keputusan K3S terkait kesepakatan seluruh kepala sekolah yang mengalihkan honor pengurus barang dari dana daera...
-
Khofifah optimis terhadap peluncuran 70.000 Koperasi Desa Merah Putih se-Indonesia dapat mendorong pertumbuhan ekonomi SURABAYA|JATIMSATUNEW...
-
Bupati Subandi sampaikan bahwa saat ini Pemkab Sidoarjo sudah memiliki empat grand design pembangunan SIDOARJO|JATIMSATUNEWS.COM - Bupati S...